Powered By Blogger

Monday 6 May 2013

FASISME DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI


FASISME DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

Sebagaimana telah kita pahami, rasisme, salah satu karakteristik fasisme yang fundamentil, sedang bangkit di Eropa, dan di baliknya terdapat penyebaran Darwinispaganisme. Tetapi apakah moralitas pagan, yang menghalalkan kecintaan akan kekerasan, pertumpahan darah, dan kebengisan, pokok inti lainnya dari fasisme, juga bertahan hidup?

Ya, ia hidup, dan tumbuh pesat.

Dalam bukunya yang berjudul Modern Fascism: Liquidating the Judeo-Christian Worldview, sejarawan Amerika Gene Edward Veith menjelaskan bagaimana budaya fasis masih terus hidup dan bergerak.

Pada tahun 1930-an, para artis avant-garde mengguncangkan kaum borjuis dengan teori-teori estetik mereka yang memuja kekerasan dan melepaskan berbagai emosi primitif. Saat ini, jika Anda menyukai contoh-contoh dari estetika fasis masa awal, cukup dengan menonton film laris Hollywood yang terbaru, menyaksikan MTV, atau pergi ke konser Heavy Metal. Di sini Anda akan melihat realisasi dari ide-ide artistik fasis: kesenangan dari kekerasan; gairah pemberontakan moral; pemujaan tubuh Aria. Simbahan darah yang mengerikan dari sebuah film pembunuhan; orang bertubuh kekar yang mengambil alih hukum dengan menembaki musuhnya dengan senapan mesin; massa remaja yang melakukan slam-dance saat Metallica menyanyikan 'Scream, as I'm killing you!' (Menjeritlah, karena aku sedang membunuhmu!) seni semacam itu adalah saripati dari estetika fasis.

Ada pengaruh fasistik yang tersembunyi di dalam budaya populer pada kehidupan kita sehari-hari. Budaya ini, dengan kegemarannya akan kekerasan yang kita saksikan di film-film, kartun-kartun, konser-konser rock dan klip-klip musik, merupakan hasil dari ideologi fasis-Darwinis. Cara pandang ini menganggap manusia sebagai sebuah spesies hewan, dan berpendapat bahwa satu-satunya hukum alam meliputi pembunuhan, pertarungan, dan kehancuran. Semua yang ditampilkannya sebagai benar, cerdas, dan ilmiah sedang mendorong manusia di masa kini menuju aksi-aksi kekerasan dan tingkah laku yang agresif, kasar, biadab, dan haus darah, sebagaimana ia telah mendorong manusia kepada kebiadaban Nazi di Jerman tahun 1930-an.

Kita cukup mencermati media untuk mengetahui tempat fasisme di dalam kehidupan sehari-hari kita. Anggota keluarga yang saling menikam karena masalah-masalah remeh, penggemar fanatik yang berbaku hantam sampai mati setelah sebuah pertandingan sepak bola, anak-anak yang dengan culas membunuh ayah mereka untuk memperoleh harta warisan, psikopat yang menculik seorang bocah kecil dan menyiksanya sampai mati, hanya mengatakan bahwa mereka melakukannyauntuk bersenang-senang

Terdapat begitu banyak contoh seperti ini yang bagi kebanyakan orang mulai dipandang sebagai normal dan tak terhindarkan. Pada kenyataan sebenarnya, mereka hanyalah produk akhir dari mentalitas yang tengah berkembang luas. Keseluruhan negara dicuci otak sejak usia dini, dibesarkan dengan ungkapan-ungkapan palsu seperti Hidup adalah perjuangan, hanya yang kuat yang menang, atau Kalahkan mereka, sebelum mereka mengalahkanmu, dan yang tanpa henti melihat pesan-pesan itu di dalam film-film yang mereka tonton, lagu-lagu yang mereka dengarkan, dan berita-berita yang lazim di media.

Para pelaku kejahatan yang dilaporkan dalam kisah-kisah ini biasanya datang dari kelas masyarakat yang tak terdi dik. K elas ― elite dalam masyarakat yang terpancing oleh mentalitas yang sama, juga melakukan kejahatan serupa, tetapi melakukannya dengan cara yang lebih tersembunyi, atau dengan gaya yang sesuai dengan jalur pekerjaan mereka, dan karenanya tak semudah itu dapat diidentifikasi.

Kecenderungan kepada kekerasan yang membuat gelisah di tengah masyarakat modern sudah umum diketahui, tetapi belum ada solusi yang ditemukan untuk mengatasinya. Salah satu halangan penting adalah fakta bahwa kekerasan ini di anggap normal. Alasan kedua adalah karena kebanyakan orang tidak menyadari sumbernya yang sebenarnya. Mereka mengira masalah itu dapat diselesaikan dengan menggunakan langkah-langkah hukum dan keamanan. Namun mereka keliru. Tentu saja, langkah-langkah teknis semacam itu di perlukan, namun solusi yang sejati adalah dengan menemukan sumber dari kemerosotan di dalam masyarakat ini, dan mengobati penyakit ini secara ideologis.

Sumber dari kemerosotan ini, sebagaimana coba dijelaskan oleh buku ini, adalah Darwinisme. Ide-ide seperti Hidup adalah perjuangan, hanya yang kuat yang menang, dan Jika kamu tidak mengalahkan mereka, mereka akan mengalahkanmuberakar pada Darwinisme, semua itu pada akhirnya bertanggung jawab atas peni ngkatan fasisme dalam kehidupan sehari – hari dewasa ini di seluruh penjuru dunia.

Sebagian orang mungkin keberatan dengan diagnosa ini, dan berkata,kebanyakan orang yang melakukan tindak kekerasan belum pernah mendengar tentang Darwinisme. Dan ini benar, sebagian. Mereka yang melakukan berbagai aksi kekerasan ini memang mungkin belum pernah mendengar tentang Darwinisme. Tetapi mereka yang memerintah golongan masyarakat itu dan membentuk cara pandang mereka memang memperoleh inspirasi mereka dari Darwinisme. Kelompok ini kuat dan dominan di berbagai universitas, media, lembaga ilmiah, dalam seni dan literatur, dalam film dan televisi, dan dalam banyak bidang yang memengaruhi cara berpikir orang. Dan merekalah yang menyebarkan ide bahwa Hidup adalah perjuangan, hanya yang kuat yang menang.

Komunitas ini, yang memandu masyarakat ke arahnya, meyakini Darwinisme secara membuta, dan memandang diri mereka bukanlah ciptaan dan abdi Tuhan dengan berbagai kewajiban kepada-Nya, tetapi sebagai hewan yang lebih maju, yang berevolusi dari kera, dengan tujuan satu-satunya adalah konflik. Ideologi Darwinis ini secara teratur ditampilkan di koran-koran, majalah-majalah, dan di televisi.

Akan tetapi, orang-orang seperti itu, yakni komunitas yang memproduksi apa yang mereka sebut berita, kaum ― elite yang membantu menci ptakan pandangan ini, jelas-jelas keliru. Bertentangan dengan klaim-klaim Darwinisme, manusia bukanlah hewan yang muncul secara kebetulan dan yang tujuan hidupnya satu-satunya adalah untuk bertarung. Manusia diciptakan oleh Tuhan, dan bertanggung jawab untuk hidup sesuai patokan moral yang telah diturunkan-Nya. Dan, sekali lagi bertentangan dengan propaganda Darwin, ilmu pengetahuan mengungkapkan kebenaran bahwa alam semesta diciptakan oleh Tuhan, atau kreasionisme, bukan Darwinisme. Sebagaimana yang dinyatakan di dalam Al Quran:

“Dialah Allah Y ang Menciptakan, Y ang Mengadakan, Y ang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Asmaaul Husna. Bertasbih kepada-Nya apa yang di langit dan bumi. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.“ (QS. 59: 24)

Agar lepas dari budaya yang terpengaruh fasis dan mengingkari penciptaan oleh Tuhan, filsafat Darwinisme ini harus dibasmi, dan orang-orang dibebaskan dari tipudayanya. Satu hal yang penting adalah membungkam suara-suara yang berbisik kepada orang lain agar percaya: Lakukan kekejaman, tumpahkan darah, bunuh, inilah nalurimu, kamu hanyalah seekor binatang, dan setelah kau mati hidupmu akan sel esai. Ketika suara ini dibungkam, mereka yang telah terhipnotis akan melihat kebenaran dan memahami tujuan hidup mereka.

No comments:

Post a Comment