Powered By Blogger

Friday 10 May 2013

KERUNTUHAN TEORI EVOLUSI


KERUNTUHAN TEORI EVOLUSI

Teori evolusi adalah filsafat dan konsepsi dunia yang menghasilkan hipotesis-hipotesis palsu, asumsi dan skenario khayalan untuk menjelaskan keberadaan dan asal usul kehidupan secara kebetulan semata. Akar dari filsafat ini berakar jauh semenjak zaman Yunani kuno.

Semua filsafat ateis yang mengingkari penciptaan, langsung maupun tidak mengambil dan mempertahankan ide evolusi ini. Kondisi serupa saat ini terjadi pada semua ideologi dan sistem yang bertentangan dengan agama.

Gagasan evolusioner telah diselubungi dengan penyamaran ilmiah selama satu setengah abad silam untuk membenarkan dirinya sendiri. Walaupun diajukan sebagai teori ilmiah sepanjang pertengahan abad ke-19, teori ini di luar semua usaha keras para pembelanya, sebegitu jauh belum dibuktikan oleh penemuan atau eksperimen ilmiah apa pun. Jelasnya, “satu-satunya bentuk ilmiah” yang menjadi sandaran utama teori ini telah berulang kali dan terus-menerus menunjukkan bahwa teori ini tidak memiliki dasar dalam kenyataan.

Eksperimen di laboratorium dan perhitungan probabilitas mem-buktikan bahwa asam amino, cikal kehidupan tidak dapat muncul secara kebetulan. Begitu pula sel, yang menurut anggapan evolusionis muncul secara kebetulan pada kondisi bumi primitif dan tidak terkendali, tidak dapat disintesis oleh laboratorium-laboratorium abad ke-20 yang ter-canggih sekalipun. Tidak pernah ditemukan di belahan dunia mana pun satu saja makhluk “bentuk transisi” yang menunjukkan evolusi bertahap organisme maju dari organisme yang lebih primitif sebagaimana yang dinyatakan para neo-Darwinis, walau melalui pencarian catatan fosil secara teliti dan dalam waktu yang panjang.

Dengan berusaha keras mengumpulkan bukti-bukti evolusi, para evolusionis justru secara tidak sengaja telah membuktikan sendiri bahwa evolusi tidak dapat terjadi sama sekali!

Orang yang pertama kali mengemukakan teori evolusi sebagaimana yang dipertahankan dewasa ini, adalah seorang naturalis amatir dari Inggris, Charles Robert Darwin. Darwin mempublikasikan pandangan-nya ini dalam sebuah buku yang berjudul The Origin of Species, By Means of Natural Selection pada tahun 1859. Darwin menyatakan dalam bukunya bahwa semua makhluk hidup memiliki nenek moyang yang sama dan mereka berevolusi satu sama lain melalui seleksi alam. Individu-individu yang beradaptasi pada habitat mereka dengan cara terbaik, akan menu-runkan sifat-sifat mereka kepada generasi berikutnya, dan dengan aku-mulasi selama jangka waktu yang panjang sifat-sifat yang menguntung-kan ini lama-kelamaan terakumulasi dan mengubah suatu individu menjadi spesies yang sama sekali berbeda dengan nenek moyangnya. Manusia merupakan hasil paling maju dari mekanisme seleksi alam ini. Singkatnya, suatu spesies berasal dari spesies lain.

Gagasan Darwin yang fantastis ini diambil dan dipromosikan oleh kalangan ideologis dan politis tertentu dan teori ini menjadi sangat populer. Ini terutama disebabkan oleh belum memadainya tingkat pengetahuan zaman itu untuk mengungkapkan kekeliruan skenario imajiner Darwin. Saat Darwin mengajukan asumsinya, disiplin ilmu genetika, mikrobio-logi dan biokimia belum ada. Jika disiplin-disiplin ilmu ini telah ada, Darwin akan dengan mudah mengetahui bahwa teorinya benar-benar tidak ilmiah dan karenanya tidak akan mencoba untuk mengajukan klaim-klaim tanpa arti tersebut: informasi yang menentukan spesies telah terdapat dalam gen dan tidak mungkin bagi seleksi alam untuk menghasilkan spesies baru dengan mengubah gen-gen.

Di saat gema buku Darwin tengah ber-kumandang, seorang ahli botani Austria bernama Gregor Mendel menemukan hukum penurunan sifat pada tahun 1865. Meskipun tidak banyak dikenal orang hingga akhir abad ke-19, penemuan Mendel mendapat perhatian besar di awal tahun 1900-an. Inilah awal kelahiran ilmu genetika. Beberapa waktu kemudian, struktur gen dan kromosom ditemukan. Pada tahun 1950-an, penemuan struktur molekul DNA yang berisi informasi genetis menghempaskan teori evolusi ke dalam krisis, karean asal usul dari informasi dalam DNA yang berjumlah luar biasa tidak mungkin dijelaskan dengan peristiwa kebetulan.

Di samping semua perkembangan ilmiah ini, tidak ada bentuk transisi untuk menunjukkan evolusi bertahap dari organisme hidup dasri spesies primitif ke spesies maju pernah ditemukan meskipun setelah pencarian bertahun-tahun.

Perkembangan ini seharusnya membuat teori Darwin terbuang dalam keranjang sampah sejarah. Namun ini tidak terjadi, karena ada kelompok-kelompok tertentu yang bersikeras merevisi, memperbarui dan mengangkat kembali teori ini pada kedudukan ilmiah. Kita dapat memahami maksud upaya-upaya tersebut hanya jika menyadari bahwa di belakang teori ini terdapat tujuan ideologis, bukan sekadar kepen-tingan ilmiah.

Bagaimanapun, beberapa kalangan yang mempercayai perlunya mempertahankan teori yang telah menemui jalan buntu ini segera me-rancang sebuah model baru. Nama model baru ini adalah neo-Darwin-isme. Menurut teori ini, spesies berevolusi sebagai hasil dari mutasi perubahan kecil pada gen, dan individu terkuat bertahan hidup melalui mekanisme seleksi alam. Bagaimanapun, ketika terbukti bahwa meka-nisme yang dikemukakan neo-Darwinisme tidak absah dan perubahan-perubahan kecil tidak memadai untuk pembentukan makhluk hidup, evolusionis terus mencari model-model baru. Mereka mengajukan klaim baru yang disebut “punctuated equilibrium” yang tidak memiliki landasan rasional maupun ilmiah apa pun. Model ini mengajukan bahwa makhluk hidup tiba-tiba berevolusi menjadi spesies lain tanpa bentuk transisi apa-apa. Dengan kata lain, spesies tanpa “nenek moyang” evolusioner tiba-tiba muncul. Ini merupakan sebuah cara untuk menggambarkan pencip-taan, walaupun evolusionis akan segan mengakui ini. Mereka mencoba utnuk menutupinya dengan skenario yang tidak dapat dipahami. Misal-nya, mereka berkata bahwa burung pertama muncul dari sebutir telur reptil. Teori yang sama juga mengajukan bahwa binatang penghuni darat pemakan daging dapat berubah menjadi paus raksasa, karena mengalami transformasi yang menyeluruh dan seketika.

Pernyataan-pernyataan ini, yang sama sekali bertentangan dengan semua hukum-hukum genetika, biofisika dan biokimia ini, sama ilmiah-nya dengan dongeng katak yang menjadi pangeran! Dalam ketidak-berdayaan karena pandangan neo-Darwinis terpuruk dalam krisis, sejumlah ahli paleontologi pro-evolusi mempercayai teori ini, teori baru yang bahkan lebih ganjil daripada neo-Darwinisme itu sendiri.

Satu-satunya tujuan model ini adalah memberikan penjelasan untuk mengisi celah dalam catatan fosil yang tidak dapat dijelaskan model neo-Darwinis. Namun, usaha menjelaskan kekosongan fosil dalam evolusi burung dengan pernyataan bahwa “seekor burung muncul tiba-tiba dari sebutir telur reptil” sama sekali tidak rasional. Sebagaimana diakui oleh evolusionis sendiri, evolusi dari satu spesies ke spesies lain membutuh-kan perubahan besar informasi genetis yang menguntungkan. Akan teta-pi, tidak ada mutasi yang memperbaiki informasi genetis atau menam-bahkan informasi baru padanya. Mutasi hanya merusak informasi gene-tis. Dengan demikian, “mutasi besar-besaran” yang digambarkan oleh model punctuated equilibrium hanya akan menyebabkan pengurangan atau perusakan “besar-besaran” pada informasi genetis.

Teori punctuated equilibrium jelas-jelas merupakan hasil imajinasi belaka. Namun walau adanya kebenaran yang nyata ini, pembela evolusi tidak ragu-ragu untuk menjunjung teori ini. Fakta bahwa model evolusi yanga diajukan Darwin tidak dapat dibuktikan dengan catatan fosil memaksa mereka untuk melakukannya. Darwin menyatakan bahwa spesies mengalami perubahan bertahap, yang membutuhkan keberadaan makhluk aneh setengah-burung/setengah-reptil atau setengah-ikan/ setengah-reptil. Bagaimanapun, tak satu pun dari “bentuk transisi” ini ditemukan walau dikaji secara meluas oleh para evolusionis dan ratusan ribu fosit telah digali.

Evolusionis menggunakan model punctuated equilibrium dengan harapan untuk menyembunyikan kegagalan besar dari fosil ini. Sebagai-mana telah dinyatakan sebelumnya, sangat jelas bahwa teori ini adalah khayalan, maka ia segera menelan dirinya sendiri. Model punctuated equilibrium tidak pernah diajukan sebagai sebuah model yang konsisten tetapi lebih digunakan sebagai pelarian dari masalah tidak sesuainya model evolusi bertahap. Karena evolusionis dewasa ini menyadari bahwa organ-organ kompleks seperti mata, sayap, paru-paru, otak dan lain-lain secara eksplisit membantah model evolusi betahap, dalam masalah khusus ini mereka terpaksa berlindung di balik interpretasi fantastis dari model punctuated equilibrium. 

No comments:

Post a Comment