Powered By Blogger

Saturday 11 May 2013

KETIDAKABSAHAN EKSPERIMEN MILLER


KETIDAKABSAHAN EKSPERIMEN MILLER

Hampir setengah abadberlalu semenjak Miller melakukan ekspe-rimennya. Walaupun telah ditunjukkan ketidakabsahannya dalam banyak segi, evolusionis masih mengemukakan Miller dan hasil-hasilnya sebagai bukti absolut bahwa kehidupan dapat terbentuk secara spontan dari materi tidak hidup. Jika kita menilai eksperimen Miller secara kritis, tanpa bias dan subjektivitas pemikiran evolusionis, bagaimanapun, nyata bahwa keadaannya tidak secerah yang digambarkan para evolusionis. Miller menentukan untuk dirinya sendiri tujuan untuk membuktikan bahwa asam-asam amino dapat membentuk diri sendiri dalam kondisi bumi purba. Beberapa asam-asam amino dihasilkan, namun pelaksanaan eksperimen ini bertentangan dengan degnan tujuannya dalam banyak cara, seperti kita akan lihat sekarang.

l Miller mengisolasi asam-asam amino dari lingkungannya segera setelah mereka terbentuk, dengan menggunakan mekanisme yang dise-but cold trap. Jika dia tidak melakukannya, kondisi lingkungan tempat asam amino terbentuk akan segera menghancurkan molekul ini.

Tentu saja tak ada artinya untuk menganggap bahwa mekanisme yang disengaja seperti ini integral dengan kondisi bumi purba, yang melibatkan radiasi ultraviolet, sambaran kilat, beragam zat kimia, dan oksigen bebas dalam prosentase tinggi. Tanpa mekanisme seperti ini, kalaupun ada satu asam amino terbentuk, ia akan segera hancur.

l Lingkungan atmosfir purba yang disimulasikan Miller dalam eksperimennya tidak realistis. Nitrogen dan karbon dioksida merupakan bagian dari lingkungan atmosfir purba, tapi Miller mengabaikan ini dan malah menggunakan metan dan amonia.

Mengapa? Mengapa para evolusionis berkeras pada poin bahwa atmosfir primitif mengandung metan (CH4), amonia (NH3), dan uap air (H2O) dalam jumlah besar? Jawabannya sederhana: tanpa amonia, mus-tahil mensintesis asam amino. Kevin McKean mengungkapkan hal ini dalam sebuah artikel yang dimuat dalam majalah Discover:

Miller dan Urey meniru atmosfir bumi dahulu kala dengan campuran metan dan amonia. Menurut mereka, bumi merupakan campuran homogen dari logam, batuan dan es. Namun, dalam penelitian terakhir terungkap bahwa pada saat itu bumi sangat panas dan terbentuk dari nikel dan besi cair. Jadi, atmosfir kimiawi saat itu seharusnya didominasi nitrogen (N2), karbon dioksida (CO2) dan uap air (H20). Tetapi gas-gas ini bukan gas-gas yang tepat untuk mensintesis se-nyawa organik, seperti metan dan amonia.14

Setelah bungkam cukup lama, Miller sendiri mengakui pula bahwa kondisi atmosfir dalam eksperimennya tidak realistis.

l Hal penting lain yang mengugurkan eksperimen Miller adalah bahwa atmosfir bumi mengandung cukup banyak oksigen untuk menghancurkan semua asam amino yang terbentuk. Konsentrasi oksigen ini akan menghalangi pembentukan asam-asam amino. Situasi ini secara telak membantah eksperimen Miller yang sama sekali mengabaikan oksi-gen. Jika oksigen digunakan dalam eksperimen tersebut, metan akan terurai menjadi karbon dioksida dan air, dan amonia menjadi nitrogen dan air. Selain itu, dalam lingkungan tanpa oksigen, juga tidak akan ada lapisan ozon. Tanpa perlindungan lapisan ozon, asam-asam amino akan segera hancur oleh sinar ultraviolet yang sangat intens.

l Di samping menghasilkan beberapa asam-asam amino yang penting untuk kehidupan, eksperimen Miller juga menghasilkan banyak asam organik yang bersifat merusak struktur dan fungsi makhluk hidup. Jika ia tidak mengisolasi asam-asam amino tersebut dan membiarkannya dalam lingkungan yang sama dengan senyawa-senyawa ini, reaksi kimia yang terjadi akan menghancurkan atau mengubah asam amino menjadi senyawa lain. Selain itu, di akhir eksperimen ini terbentuk sejumlah besar asam amino Dextro.16 Keberadaan asam amino ini dengan sendirinya menyangkal teori evolusi, karena asam amino Dextro tidak berfungsi dalam pembentukan sel makhluk hidup dan jika dilibatkan dalam pembentukan protein akan membuat protein menjadi tidak berguna .

Kesimpulannya, kondisi-kondisi di mana asam amino terbentuk da-lam eksperimen Miller, tidak cocok bagi kehidupan. Medium pembentuk-annya merupakan campuran asam yang menghancurkan dan mengoksi-dasi molekul-molekul berguna yang diperoleh.

Nyatanya, evolusionis sendiri menyangkal teori evolusi, sebagai-mana biasa terjadi, dengan mengajukan eksperimen ini sebagai “bukti”. Jika ada yang dibuktikan eksperimen ini, adalah bahwa asam-asam amino hanya dapat dihasilkan dalam lingkungan laboratorium terkendali di mana semua kondisi dirancang khusus oleh intervensi yang disengaja. Berarti, kekuatan yang dapat menghasilkan kehidupan (bahkan sekadar asam-asam amino yang “hampir hidup”) sudah pasti bukan peristiwa kebetulan, tetapi kehendak yang disengaja dengan kata lain, Penciptaan. Karena itulah setiap tahap Penciptaan merupakan tanda yang membuktikan kepada kita keberadaan dan kekuasaan Allah SWT. 

No comments:

Post a Comment