Powered By Blogger

Tuesday 7 May 2013

SELEKSI TRANSFORMAN DAN SELEKSI REKOMBINAN


SELEKSI TRANSFORMAN DAN SELEKSI REKOMBINAN

Oleh karena DNA yang dimasukkan ke dalam sel inang bukan hanya DNA rekombinan, maka kita harus melakukan seleksi untuk memilih sel inang transforman yang membawa DNA rekombinan. Selanjutnya, di antara sel-sel transforman yang membawa DNA rekombinan masih harus dilakukan seleksi untuk mendapatkan sel yang DNA rekombinannya membawa fragmen sisipan atau gen yang diinginkan. Pada dasarnya ada tiga kemungkinan yang dapat terjadi setelah transformasi dilakukan, yaitu (1) sel inang tidak dimasuki DNA apa pun atau berarti transformasi gagal, (2) sel inang dimasuki vektor religasi atau berarti ligasi gagal, dan (3) sel inang dimasuki vektor rekombinan dengan/tanpa fragmen sisipan atau gen yang diinginkan. Untuk membedakan antara kemungkinan pertama dan kedua dilihat perubahan sifat yang terjadi pada sel inang. Jika sel inang memperlihatkan dua sifat marker vektor, maka dapat dipastikan bahwa kemungkinan kedualah yang terjadi. Selanjutnya, untuk membedakan antara kemungkinan kedua dan ketiga dilihat pula perubahan sifat yang terjadi pada sel inang. Jika sel inang hanya memperlihatkan salah satu sifat di antara kedua marker vektor, maka dapat dipastikan bahwa kemungkinan ketigalah yang terjadi.

Seleksi sel rekombinan yang membawa fragmen yang diinginkan dilakukan dengan mencari fragmen tersebut menggunakan fragmen pelacak (probe), yang pembuatannya dilakukan secara in vitro menggunakan teknik reaksi polimerisasi berantai atau polymerase chain reaction (PCR). Penjelasan lebih rinci tentang teknik PCRI. Pelacakan fragmen yang diinginkan antara lain dapat dilakukan melalui cara yang dinamakan hibridisasi koloni. Koloni-koloni sel rekombinan ditransfer ke membran nilon, dilisis agar isi selnya keluar, dibersihkan protein dan remukan sel lainnya hingga tinggal tersisa DNAnya saja. Selanjutnya, dilakukan fiksasi DNA dan perendaman di dalam larutan pelacak. Posisi-posisi DNA yang terhibridisasi oleh fragmen pelacak dicocokkan dengan posisi koloni pada kultur awal (master plate). Dengan demikian, kita bisa menentukan koloni-koloni sel rekombinan yang membawa fragmen yang diinginkan.

Teknologi yang dikenal sebagai teknologi DNA rekombinan merupakan suatu upaya perbanyakan gen tertentu di dalam suatu sel lain atau lebih dikenal dengan kloning gen, sehingga dalam hal ini terjadi pembentukan kombinasi materi genetik yang baru dengan menyisipkan molekul DNA ke dalam suatu vektor sehingga memungkinkannya untuk terintegrasi dan mengalami perbanyakan di dalam suatu sel organisme lain yang berperan sebagai sel inang. Dalam hal ini perlu dilakukan beberapa teknik yaitu teknik isolasi DNA, teknik pemutusan DNA dengan menggunakan enzim retriksi endonuklease, teknik penyambungan DNA dan teknik pemasukan DNA ke dalam sel lain. Dalam penggunaan DNA rekombinan ini memungkinkan didapatkannya produk dengan gen tertentu dalam waktu yang lebih cepat dan dalam jumlah yang besar daripada perlakuan secara konvensional.

Dalam perlakuan dengan menggunakan DNA rekombinan ini dilakukan beberapa tahapan yang tercakup semua teknik di atas:
1. Isolasi DNA yang diawali dengan melakukan perusakan serta penghilangan dinding sel. Dalam proses ini dapat dilakukan secara mekanis ataupun dengan cara enzimatis. Setelah perusakan sel telah dilakukan, langkah selanjutnya adalah pelisisan sel hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan buffer nonosmotik, serta deterjen yang kuat seperti triton X-100 atau dengan sodium dodesil sulfat (SDS). Remukan sel yang diakibatkan oleh lisisnya sel dibuang dengan melakukan sentrifugasi sehingga bisa dibedakan antara bagian yang rusak serta organel target. Yang pada akhirnya didapatlkan DNA yang nantinya dilakukan pemurnian dengan penambahan amonium asetat dan alkohol. Teknik isolasi DNA ini dapat diaplikasikan untuk DNA genomik maupun DNA vektor, khususnya plasmid. Plasmid pada umumnya berada dalam struktur tersier yang sangat kuat atau dikatakan mempunyai bentuk covalently closed circular sedangkan DNA kromosom ikatan antara kedua untaiannya lebih longgar. Hal ini akan menyebabkan DNA plasmid lebih rentan terhadap terjadinya denaturasi protein apabila dibandingkan dengan DNA kromosom. Tahap kedua dalam kloning gen adalah pemotongan molekul DNA, baik genomik maupun plasmid. Perkembangan teknik pemotongan DNA berawal dari saat ditemukannya sistem restriksi dan modifikasi DNA pada bakteri E. coli, yang berkaitan dengan infeksi virus atau bakteriofag lambda. Virus l digunakan untuk menginfeksi dua strain E. coli, yakni strain K dan C. Jika l yang telah menginfeksi strain C diisolasi dari strain tersebut dan kemudian digunakan untuk mereinfeksi strain C, maka akan diperoleh l progeni (keturunan) yang lebih kurang sama banyaknya dengan jumlah yang diperoleh dari infeksi pertama. Dalam hal ini, dikatakan bahwa efficiency of plating (EOP) dari strain C ke strain C adalah 1. Namun, jika l yang diisolasi dari strain C digunakan untuk menginfeksi strain K, maka nilai EOP-nya hanya 10-4. Artinya, hanya ditemukan l progeni sebanyak 1/10.000 kali jumlah yang diinfeksikan. Sementara itu, l yang diisolasi dari strain K mempunyai nilai EOP sebesar 1, baik ketika direinfeksikan pada strain K maupun pada strain C. Hal ini terjadi karena adanya sistem restriksi/modifikasi (r/m) pada strain K.

2. Selanjutnya adalah pemotongan DNA dengan menggunakan enzim restriksi endonuklease. Pemutusan ini dilakukan di dalam strain tertentu yang bertujuan untuk mencegah agar tidak merusak DNA. Selain itu strain tersebut juga mempunyai suatu sistem modifikasi yang menyebabkan pemutusan basa pada urutan tertentu yang merupakan recognition sites bagi enzim restriksi tersebut. Pemotongan DNA genomik dan DNA vektor dengan menggunakan enzim restriksi ini harus menghasilkan ujung-ujung potongan yang kompatibel dalam arti setiap fragmen DNAnya harus dapat disambungkan dengan DNA vektor yang sudah berbentuk linier.

3. Tahap penyambungan DNA terdapat beberapa cara, yaitu penyambungan dengan menggunakan enzim DNA ligase dari bakteri, penyambungan dengan menggunakan DNA ligase dari sel E. coli yang telah diinfeksi dengan bakteriofag T4 atau sering disebut dengan enzim T4 ligase. Serta dengan pemberian enzim deoksinukleotidil transferase untuk menyintesis untai tunggal homopolimerik 3’. Dengan untai tunggal semacam ini akan diperoleh ujung lengket buatan, yang selanjutnya dapat diligasi menggunakan DNA ligase. Aktiviotas enzim ini berada pada suhu 37 oC. namun, proses penyambungan biasa dilakukan pada suhu 4 dan 15oC.

4. Tahap berikutnya adalah analisa terhadap hasil pemotongan DNA genomik dan DNA vektor serta analisis hasil ligasi molekul-molekul DNA dengan menggunakan teknik elektroforesis. Hasil dari penyambungan ini dimasukkan ke dalam sel inang agar dapat diperbanyak dengan cepat. Dalam hal ini pada campuran reaksi tersebut selain terdapat molekul DNA rekombinan, juga ada sejumlah fragmen DNA genomik dan DNA plasmid yang tidak terligasi satu sama lain. Tahap memasukkan campuran reaksi ligasi ke dalam sel inang ini dinamakan transformasi. Sehingga diharapkan sel inang mengalami perubahan sifat tertentu setelah dimasuki molekul DNA rekombinan.

5. Tahap selanjutnya adalah seleksi transforman dan seleksi rekombinan. Cara seleksi sel transforman akan diuraikan lebih rinci pada penjelasan tentang plasmid. Pada dasarnya ada tiga kemungkinan yang dapat terjadi setelah transformasi dilakukan, yaitu sel inang tidak dimasuki DNA apa pun atau berarti transformasi gagal,sel inang dimasuki vektor religasi atau berarti ligasi gagal, dan sel inang dimasuki vektor rekombinan dengan atau tanpa fragmen sisipan atau gen yang diinginkan. Untuk membedakan antara kemungkinan pertama dan kedua dilihat perubahan sifat yang terjadi pada sel inang. Jika sel inang memperlihatkan dua sifat marker vektor, maka dapat dipastikan bahwa kemungkinan kedualah yang terjadi. Seleksi sel rekombinan yang membawa fragmen yang diinginkan dilakukan dengan mencari fragmen tersebut menggunakan fragmen pelacak yang pembuatannya dilakukan secara in vitro menggunakan teknik reaksi polimerisasi berantai atau polymerase chain reaction .

Rekombinasi memiliki tiga mekanisme dasar dalam menjalani prosesnya. Yaitu transformasi, konjugasi dan transduksi. Transformasi merupakan transfer DNA telanjang yang umumnya berasal dari satu sel bakteri ke dalam sel yang berbeda. Prosesnya adalah ketika sebuah sel bakteri pecah atau lisis maka DNA sirkular akan terlepas ke lingkungan. Efisiensi transformasi bergantung pada kompetensi sel. Konjugasi merupakan pemindahan materi genetik berupa plasmid secara langsung melalui kontak sel dengan membentuk struktur seperti jembatan diantara dua sel bakteri yang berdekatan. Umumnya terjadi pada bakteri gram negatif. Sedangkan transduksi merupakan transfer materi genetik dari satu bakteri ke bakteri lainnya dengan menggunakan virus bakteri sebagai vektor. Transfer ini menggunakan prinsip dasar dari galur donor yang menyediakan DNA bagi galur resipien. Perbedaan utamanya dengan transfer DNA lainnya adalah DNA ditransfer melalui perantaraan bakteriofag. Terdapat beberapa jenis teknologi rekombinasi yang sedang berkembang saat ini, diantaranya adalah:

1. Homologous recombination
_ Meningkatkan keragaman
_ Menjaga integritas genome (DNA repair)

2. Site-specific recombination
_ Termasuk non homolog bagian DNA rekombinasi di bagian spesifik.
_ Fragmen DNA bergabung kembali untuk membuat kombinasi baru
_ Fragmen yang menyediakan lokasi tertentu dimana akan terjadinya rekombinasi dan integrasi genom virus Immunoglobulin gen _ DNA splicing

3. Transposition
_ Bagian terkecil DNA (transposons) yang dapat bergerak sendiri untuk beberapa lokasi dalam kromosom inang DNA.
_ Integrasi segmen kecil dari DNA ke dalam kromosom
_ Terjadi di lokasi yang berbeda dalam genom segmen DNA.

No comments:

Post a Comment