Friday, 22 January 2010

Formalin




Formalin


Formalin adalah larutan formaldehid (30-40%) dalam air dan merupakan anggota paling sederhana dari kelompok aldehid, dengan rumus kimia HCHO. Sebenarnya formalin merupakan antiseptik yang mampu membunuh bakteri dan kapang, dalam konsentrasi rendah (2-8%) terutama digunakan untuk mensterilkan peralatan kedokteran. Namun, formalin lebih popular untuk mengawetkan mayat dan spesimen biologi lainnya.

Sebagaimana dikemukakan oleh Muchtadi (1995), bahwa bila tahu direndam dalam larutan formalin 2% selama 3 menit, dapat memperpanjang daya tahan simpannya pada suhu kamar selama 4-5 hari. Sedangkan tahu tanpa formalin, atau hanya direndam dalam air, hanya bertahan selama 1-2 hari. Penggunaan formalin sebagai bahan tambahan makanan, dalam hal ini sebagai pengawet bahan makanan, merupakan pelanggaran. Menurut Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, yang dimaksud dengan bahan tambahan makanan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Meskipun demikian telah ada peraturan yang dengan tegas menyatakan bahwa formalin dilarang digunakan untuk bahan tambahan makanan.

Bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam pangan, menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No:722/MenKes/Per/IX/88, yakni (1) asam borat dan senyawanya, (2) asam salisilat dan garamnya, (3) dietilpirokarbonat, (4) dulsin, (5) kalium klorat, (6) kloramfenikol, (7) minyak nabati yang dibrominasi, (8) nitrofurazon, dan (9) formalin (formaldehid).

Pemicu Kanker

Mengingat kasus formalin dalam bahan pangan bukan hal baru, bahkan telah berlangsung bertahun-tahun, maka dapat dipastikan bahwa korban makanan berformalin tentu sangat besar. Celakanya, efek negatif formalin dalam bahan pangan yang dikonsumsi manusia tersebut tidak bersifat langsung. Dalam hal ini gangguan kesehatan tidak dapat terlihat dalam waktu singkat.

Pada umumnya gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh formalin bersifat menahun, kecuali apabila tercemar dalam jumlah besar. Gangguan kesehatan yang ringan antara lain rasa terbakar pada tenggorokan dan sakit kepala. Sedangkan jika tercemar secara menahun dapat mengakibatkan gangguan pada sistem pernafasan, gangguan pada ginjal dan hati, serta sistem reproduksi.

Apabila makanan yang mengandung formalin dikonsumsi dalam jangka waktu lama, bukan hanya mengakibatkan iritasi pada bagian tubuh yang dilalui, misalnya kulit, saluran pernafasan atau pada lambung, tetapi diduga juga merupakan pemicu timbulnya kanker. Tingginya kasus penyakit kanker di masyarakat dibandingkan lebih tiga puluh tahun yang lalu, besar kemungkinan akibat pola makan serta makanan yang tercemar bahan kimia, termasuk formalin.

Ciri-ciri

Meskipun produk pangan yang mengandung formalin banyak disukai oleh produsen dan konsumen, misalnya tahu lebih awet, bakso tidak lembek dan sebagainya, tetapi hampir pasti karena ketidaktahuan. Konsumen pasti tidak akan mau membeli sesuatu bahan pangan, apabila diketahui mengandung formalin. Namun ciri-ciri makanan olahan yang mengandung formalin tidak diketahui oleh kebanyakan konsumen.

Untuk mengetahui secara pasti adanya formalin dalam produk pangan, misalnya tahu, secara akurat dapat dilakukan di laboratorium dengan menggunakan pereaksi kimia. Meskipun demikian secara umum untuk mengetahui apakah tahu mengandung formalin ataukah tidak adalah sebagai berikut:

• Tahu konsistensinya keras, tetapi tidak padat.

• Bau agak menyengat, yakni bau formalin, jika kandungannya mencapai 0,5-1 ppm.

• Tidak rusak sampai tiga hari pada suhu kamar (250 C).

• Bertahan lebih dari 15 hari pada suhu lemari es.

• Bakso sangat kenyal, tidak lembek.

• Ikan asin bersih cerah, tidak bau ikan asin.

Memang tidak semua tahu, bakso maupun ikan asin menggunakan formalin sebagai bahan pengawetnya. Masih banyak produsen menggunakan bahan pengawet lain yang tidak dilarang. Namun, meskipun sebagian kecil saja produsen menggunakan formalin untuk produk pangan yang dikonsumsi masyarakat, secara kumulatif dampak negatifnya terhadap kesehatan masyarakat sangat luas.

Praktik penggunaan formalin untuk produk pangan seharusnya bukan hanya dilarang, tetapi perlu diberikan pengetahuan yang cukup tentang efek negatif yang dapat timbul. Bukan mustahil penggunaan formalin akan tetap marak, karena kurangnya pengetahuan produsen dan konsumen, serta upaya untuk mempertahankan hidup di tengah himpitan ekonomi yang semakin sulit saat ini.

No comments:

Post a Comment