Powered By Blogger

Monday 1 April 2013

FOKUS: DESAIN BULU BURUNG


FOKUS: DESAIN BULU BURUNG

Teori evolusi, yang menyatakan bahwa burung berevolusi 
dari reptil, tidak mampu menjelaskan perbedaan besar 
antara dua golongan makhluk hidup tersebut. Dilihat dari 
ciri-ciri fisik seperti struktur kerangka, sistem paru-paru 
dan metabolisme berdarah panas, burung sangat berbeda

dengan reptil. Satu ciri lain yang merupakan dinding 
pemisah antara burung dan reptil adalah bulu burung 
yang benar-benar khas.


Tubuh reptil dipenuhi sisik, sedangkan tubuh burung tertutup bulu. Karena 
evolusionis menganggap reptil sebagai nenek moyang burung, mereka harus 
mengatakan bahwa bulu burung adalah hasil evolusi dari sisik reptil. Akan 
tetapi, tidak ada kemiripan antara sisik dan bulu.




Seorang profesor fisiologi dan neuro-biologi dari Universitas Connecticut, A.H. 
Brush, mengakui kenyataan ini meskipun ia seorang evolusionis: "Setiap 
karakteristik dari struktur dan organisasi gen hingga perkembangan, 
morfogenesis dan organisasi jaringan sangat berbeda (pada bulu dan sisik)." 
Di samping itu, Prof. Brush meneliti struktur protein bulu burung dan menyatakan bahwa protein tersebut "sangat 
khas dan tidak dijumpai pada vertebrata lain."




Tidak ada catatan fosil yang membuktikan bahwa bulu burung berevolusi dari sisik reptil. Sebaliknya seperti diungkapkan 
Prof. Brush, "Bulu-bulu muncul tiba-tiba dalam catatan fosil, secara tak terbantahkan sebagai ciri unik 
yang membedakan burung." Di samping itu, pada reptil tidak ditemukan struktur epidermis yang dirujuk sebagai 
asal mula bulu burung.




Pada tahun 1996, ahli-ahli paleontologi membuat kegemparan tentang fosil suatu spesies yang disebut dinosaurus 
berbulu, yang dinamakan Sinosauropteryx. Akan tetapi, pada tahun 1997, terungkap bahwa fosil-fosil ini tidak 
berhubungan dengan burung dan bulu mereka bukan bulu modern.




Sebaliknya, jika kita mengamati bulu burung secara saksama, kita mendapati suatu desain sangat kompleks yang 
sama sekali tidak dapat dijelaskan dengan proses evolusi. Seorang ahli burung terkenal, Alan Feduccia, 
mengatakan bahwa "setiap lembar bulu me-miliki fungsi-fungsi aerodinamis. Bulu-bulu tersebut sangat ringan, 
dengan daya angkat yang membesar pada kecepatan semakin rendah, dan dapat kembali pada posisi semula 
dengan sangat mudah". Selanjutnya ia mengatakan, "Saya benar-benar tidak mengerti bagaimana sebuah organ 
yang didesain sempurna untuk terbang dianggap muncul untuk tujuan lain pada awalnya".


Desain bulu juga memaksa Charles Darwin merenungkannya. Bahkan, keindahan sempurna dari bulu merak jantan 
telah membuatnya "muak" (perkataannya sendiri). Dalam sebuah suratnya untuk Asa Gray pada tanggal 3 April 
1860, ia mengatakan, "Saya ingat betul ketika pemikiran tentang mata membuat sekujur tubuh saya demam, tetapi 
saya telah melewati itu...." Kemudian diteruskan: "... dan sekarang suatu bagian-bagian kecil di sebuah struktur 
sering membuat saya sangat tidak nyaman. Sehelai bulu pada ekor merak, membuat saya muak setiap kali 
menatapnya, ".




Teori evolusi, yang menyatakan bahwa burung berevolusi dari reptil, tidak mampu menjelaskan perbedaan besar 
antara dua golongan makhluk hi-dup tersebut. Dilihat dari ciri-ciri fisik seperti struktur kerangka, sistem paru-paru 
dan metabolisme berdarah panas, burung sangat berbeda dengan reptil. Satu ciri lain yang merupakan dinding 
pemisah antara burung dan reptil adalah bulu burung yang benar-benar khas.


Tubuh reptil dipenuhi sisik, sedangkan tubuh burung tertutup bulu. Karena evolusionis menganggap reptil sebagai 
nenek moyang burung, mereka harus mengatakan bahwa bulu burung adalah hasil evolusi dari sisik reptil. Akan 
tetapi, tidak ada kemiripan antara sisik dan bulu.


Seorang profesor fisiologi dan neuro-biologi dari Universitas Connecticut, A.H. Brush, mengakui kenyataan ini 
meskipun ia seorang evolusionis: "Setiap karakteristik dari struktur dan organisasi gen hingga perkembangan, 
morfogenesis dan organisasi jaringan sangat berbeda (pada bulu dan sisik)."1 Di samping itu, Prof. Brush meneliti 
struktur protein bulu burung dan menyatakan bahwa protein tersebut "sangat khas dan tidak dijumpai pada 
vertebrata lain."


Tidak ada catatan fosil yang membuktikan bahwa bulu burung berevolusi dari sisik reptil. Sebaliknya seperti diungkapkan 
Prof. Brush, "Bulu-bulu muncul tiba-tiba dalam catatan fosil, secara tak terbantahkan sebagai ciri unik 
yang membedakan burung." Di samping itu, pada reptil tidak ditemukan struktur epidermis yang dirujuk sebagai 
asal mula bulu burung.





Pada tahun 1996, ahli-ahli paleontologi membuat kegemparan tentang fosil suatu spesies yang disebut dinosaurus 
berbulu, yang dinamakan Sinosauropteryx. Akan tetapi, pada tahun 1997, terungkap bahwa fosil-fosil ini tidak 
berhubungan dengan burung dan bulu mereka bukan bulu modern.





Sebaliknya, jika kita mengamati bulu burung secara saksama, kita mendapati suatu desain sangat kompleks yang 
sama sekali tidak dapat dijelaskan dengan proses evolusi. Seorang ahli burung terkenal, Alan Feduccia, 
mengatakan bahwa "setiap lembar bulu memiliki fungsi-fungsi aerodinamis. Bulu-bulu tersebut sangat ringan, 
dengan daya angkat yang membesar pada kecepatan semakin rendah, dan dapat kembali pada posisi semula 
dengan sangat mudah". Selanjutnya ia mengatakan, "Saya benar-benar tidak mengerti bagaimana sebuah organ 
yang didesain sempurna untuk terbang dianggap muncul untuk tujuan lain pada awalnya".





Desain bulu juga memaksa Charles Darwin merenungkannya. Bahkan, keindahan sempurna dari bulu merak jantan 
telah membuatnya "muak" (perkataannya sendiri). Dalam sebuah suratnya untuk Asa Gray pada tanggal 3 April 
1860, ia mengatakan, "Saya ingat betul ketika pemikiran tentang mata membuat sekujur tubuh saya demam, tetapi 
saya telah melewati itu...." Kemudian diteruskan: "... dan sekarang suatu bagian-bagian kecil di sebuah struktur 
sering membuat saya sangat tidak nyaman. Sehelai bulu pada ekor merak, membuat saya muak setiap kali 
menatapnya, ".

No comments:

Post a Comment