Friday 5 April 2013

PENGAKUAN-PENGAKUAN MATERIALIS


PENGAKUAN-PENGAKUAN MATERIALIS


Pernyataan ahli biologi evolusionis terkenal dari Jerman, Hoimar Von Dithfurt, merupakan contoh nyata 
pemahaman materialis yang fanatik. Setelah mengutarakan contoh susunan kehidupan yang sangat 
kompleks, selanjutnya ia mengungkapkan kemungkinan kehidupan muncul secara kebetulan:



Mungkinkah keserasian seperti itu terjadi secara kebetulan? Inilah pertanyaan mendasar dari keseluruhan 
evolusi biologis. Menjawabnya dengan "Ya, mungkin" berarti membuktikan kesetiaan pada ilmu alam 
modern. Secara kritis dapat dikatakan, mereka yang menerima ilmu alam modern tidak punya pilihan selain 
mengatakan "ya", karena dengan ini dia akan dapat menjelas-kan fenomena alam melalui cara-cara yang 
mudah dipahami dan merujuk pada hukum-hukum alam tanpa menyertakan campur tangan metafisis. 
Bagaimanapun, menjelaskan segala sesuatu dengan hukum alam, yakni konsep kebetulan, merupakan 
pertanda bahwa tidak ada lagi jalan baginya. Karena, apa yang dapat dilakukannya selain mempercayai 
konsep kebetulan?



Memang, seperti yang dikatakan Dithfurt, penyangkalan "campur tangan supranatural" dipilih sebagai 
prinsip dasar pendekatan ilmiah materialis untuk menjelaskan kehidupan. Begitu prinsip ini dipilih, 
kemungkinan paling mustahil pun dapat diterima. Contoh-contoh mentalitas dogmatis ini dapat kita temui 
dalam semua literatur evolusionis. Pendukung teori evolusi terkenal dari Turki, Profesor Ali Demirsoy, 
hanyalah salah satu dari mereka. Seperti dijelaskan pada bagian terdahulu, menurut Demirsoy: probabilitas 
pembentukan secara kebetulan Sitokrom-C, protein penting untuk kelanjutan hidup, adalah "sama dengan 
kemungkinan seekor monyet menulis sejarah manusia dengan mesin tik tanpa membuat kesalahan 
sedikit pun".





Tidak diragukan lagi, menyetujui kemungkinan semacam itu bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar 
nalar dan akal sehat. Satu huruf saja di atas kertas sudah pasti ditulis manusia, apalagi buku sejarah dunia. 
Tak ada orang waras yang akan setuju bahwa huruf-huruf dalam buku tebal tersebut tersusun "secara 
kebetulan".



Akan tetapi, sangat menarik untuk mengetahui bagaimana "ilmuwan evolusionis" seperti Profesor Ali 
Dermisoy menerima pernyataan tidak masuk akal semacam ini:






Pada dasarnya, kemungkinan pembentukan rangkaian sitokrom-C mendekati nol. Jadi, jika kehidupan 
memerlukan sebuah rangkaian, dapat dikatakan bahwa probabilitasnya kejadiannya hanya satu kali di 
seluruh alam semesta. Lebih dari itu, suatu kekuatan metafisis di luar definisi kita pasti telah melakukan 
pembentukan tersebut. Menerima pernyataan terakhir berarti tidak sesuai dengan tujuan ilmu 
pengetahuan. Oleh karena itu kita harus meng-ambil hipotesis pertama.






Selanjutnya Demirsoy menyatakan bahwa ia menerima kemustahilan ini agar "tidak usah menerima 
kekuatan-kekuatan metafisis", artinya agar tidak mengakui penciptaan oleh Allah. Sangat jelas, pendekatan 
seperti ini tidak memiliki hubungan apa pun dengan ilmu pengetahuan. Karenanya tidak mengherankan jika 
saat Demirsoy berbicara mengenai asal usul mitokondria dalam sel, ia mengakui secara terbuka bahwa ia 
menerima penjelasan konsep kebetulan ini meskipun sebenarnya "sangat bertentangan dengan pemikiran 
ilmiah".





Inti permasalahannya adalah bagaimana mitokondria mendapatkan sifat ini, karena untuk mendapatkannya 
secara kebetulan, bahkan oleh satu individu pun, memerlukan probabilitas yang sulit diterima akal…. 
Sebagai alat respirasi dan katalis pada setiap langkah dalam bentuk berbeda, enzim ini membentuk inti dari 
mekanisme. Sebuah sel harus mengandung rangkaian enzim ini secara lengkap. Jika tidak, sel tersebut 
tidak akan berarti. Di sini, meskipun bertentangan dengan pemikiran biologis, untuk menghindari 
penjelasan yang lebih dogmatis atau spekulasi, mau tidak mau kita harus menerima bahwa semua enzim 
respirasi telah tersedia lengkap di dalam sel sebelum sel pertama menggunakan oksigen.





Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa evolusi sama sekali bukan teori yang dihasilkan melalui 
penelitian ilmiah. Sebaliknya, bentuk dan substansi teori ini ditentukan oleh kebutuhan-kebutuhan filsafat 
materialistis. Selanjutnya teori ini menjadi kepercayaan atau dogma, walau-pun bertentangan dengan fakta-fakta 
ilmiah konkret. Lagi-lagi kita dapat melihat dengan jelas dari literatur evolusionis bahwa semua usaha 
ini benar-benar memiliki "tujuan". Tujuannya adalah menghalangi setiap kepercayaan bahwa semua 
makhluk hidup diciptakan oleh Sang Pencipta.






Oleh evolusionis tujuan ini didefinisikan sebagai "ilmiah". Namun, rujukannya bukan ilmu pengetahuan 
melainkan filsafat materialis. Materialisme secara mutlak menolak keberadaan apa pun "di luar" materi (atau 
apa pun yang supranatural). Ilmu pengetahuan sendiri tidak diharuskan menerima dogma semacam itu. 
Ilmu pengetahuan berarti menyelidiki alam dan membuat kesimpulan-kesimpulan berdasarkan apa-apa 
yang ditemukan. Jika penemuan-penemuan ini menyimpulkan bahwa alam ini diciptakan, ilmu pengetahuan 
harus menerimanya. Demikianlah tugas seorang ilmuwan sejati; dan bukan mempertahankan skenario 
mustahil dengan berpegang teguh pada dogma-dogma materialis kuno abad ke-19.





No comments:

Post a Comment