Wednesday, 17 April 2013

PERANG MASONIK MELAWAN AGAMA


PERANG MASONIK MELAWAN AGAMA

Keberadaan Masonry pertama kali diumumkan di Inggris pada tahun 1717. Sebelumnya, Masonry 
telah menyebar pertama di Inggris, lalu di Prancis dan seluruh Eropa. Masonry menjadi tempat 
pertemuan utama para penentang agama. Banyak kaum Mason Eropa bertemu di loge mereka, menyebut 
diri mereka sebagai “pemikir bebas”, yang bagi mereka berarti tidak mengakui agama-agama ilahiah. 
Sebuah artikel bertajuk “Periode-Periode Awal Freemasonry” dalam Mimar Sinan menyebutkan, 
“Tempat di mana kaum Mason berkumpul untuk mencari kebenaran di luar gereja menjadi 
tempat perlindungan."

Walau demikian, kelompok yang mencari kebenaran di luar agama ini juga menyembunyikan 
permusuhan terhadap agama. Oleh karena itu, organisasi tersebut segera menjadi pusat kekuatan yang 
membuat risau Gereja, khususnya Gereja Katolik. Konflik antara Masonry dan Gereja terus tumbuh, 
meninggalkan jejak di Eropa abad kedelapan belas dan kesembilan belas. Masonry mulai menyebar ke 
negara-negara lain di luar Eropa, pada paro kedua abad kesembilan belas, dan ke mana pun perginya, 
Masonry menjadi pusat filosofi dan aktivitas antiagama.

Sebuah artikel berjudul “Politik dan Freemasonry”, yang muncul di Mimar Sinan, menjelaskan 
tentang pertarungan melawan agama sebagai berikut:

Sejalan dengan tidak menjadi partai politik, Freemasonry menjadi terorganisir di awal abad 
kedelapan belas sebagai sebuah lembaga sosial berskala internasional sesuai dengan arus sosial politik. 
Untuk menyokong sekte-sekte dalam upaya untuk melaksanakan kebebasan beragama, Freemasonry 
melibatkan diri dalam pertarungan melawan kekuatan dan pengaruh kependetaan dalam upaya 
untuk menggapai sasaran tunggal mereka meruntuhkan kekuatan dan pengaruh Gereja atas 
masyarakat. Karena itulah, di tahun 1738 dan 1751 Freemasonry dinyatakan Paus sebagai tak 
bertuhan….Di negara-negara yang menerapkan prinsip kebebasan beragama itu, Freemasonry 
merupakan sebuah masyarakat misterius dan rahasia yang hanya dikenal namanya; di negara-negara ini 
Freemasonry diabaikan tapi juga didorong, mendapatkan anggota di antara kelas menengah dan pejabat-pejabat 
tinggi yang mempunyai waktu dan sarana, serta memasang pejabat-pejabat negara terkemuka di 
posisi-posisi kepemimpinan dalam organisasi-organisasinya. Di negara-negara selatan, di mana semua 
orang harus menganut Katolik, mereka mempertahankan karakter sebagai organisasi rahasia, 
terlarang, dan revolusioner yang menjadi sasaran pengawasan hukum. Di negara-negara ini, orang-orang 
muda yang berpikiran bebas dan para pegawai yang tidak puas dengan administrasi pemerintahan 
mulai memasuki loge-loge Masonik dan dengan demikian dimulailah rencana-rencana revolusioner 
dan diarahkan kepada rezim Spanyol, Portugal, dan Italia yang berada di bawah dominasi 
Vatikan.

Tidak diragukan bahwa di sini para penulis Masonik menggunakan bahasa yang mendukung 
organisasinya sendiri ketika menyebutkan bahwa Masonry sedang melakukan perlawanan terhadap 
dominasi Gereja. Namun, jika kita kaji masalah ini lebih dekat, kita akan melihat bahwa di banyak 
negara, “dominasi” yang sama juga cocok untuk rezim-rezim yang didirikan atau didukung oleh kaum Mason. Oleh karena itu, kita dapat dengan mudah memahami bahwa Masonry mengklaim berjuang 
melawan “dominasi” adalah kepura-puraan. Di luar fakta bahwa Gereja —karena agama Kristen telah menyimpang — mempertahankan gagasan-gagasan skolastik dan praktik-praktik yang menindas, permusuhan Masonry terhadap Gereja tidaklah didasarkan pada hal ini namun pada kebenciannya terhadap agama-agama monoteisme tradisional.

Cukuplah dengan mengamati struktur Masonry dan berbagai ritual serta upacaranya untuk memahami hal ini.

No comments:

Post a Comment