Wednesday, 29 May 2013

EVOLUSI ASAM AMINO

EVOLUSI  ASAM AMINO

Pada tahun 1953, Stanley Miller yang mendapat bimbingan dari Harold Urey membuat suatu alat untuk merekonstruksi keadaan atmosfer purba untuk menggambarkan evolusi kimia dari beberapa molekul prekursor biologis. Miller menciptakan suatu sirkulasi uap air dan beberapa gas (CH4, NH3, dan H2) melalui ruang yang dialiri listrik bertegangan tinggi (yang merupakan simulasi petir saat itu). Setelah beberapa hari, senyawa yang dihasilkan dari eksperimen tersebut dianalisis dan ditemukan sedikitnya 10 asam amino yang berbeda, beberapa aldehid, dan hidrogen sianida. Eksperimen serupa yang dilakukan oleh para ilmuwan dari generasi selanjutnya menghasilkan berbagai blok pembangun polimer biologis lainnya yang serupa dengan hasil percobaan Miller.

Sidney Fox beserta koleganya melakukan percobaan dengan cara memanaskan asam amino dalam keadaan anhidrik dengan suhu 160-210oC dan percobaan ini menghasilkan asam-asam amino yang terpolimerisasi yang rantai serupa protein yaang disebut ”proteinoid”. Proteinoid yang ditemukan tersebut mempunyai struktur bercabang dan saat dimasukkan ke dalam air menunjukkan beberapa sifat biologis seperti aktivitas enzimatik dan rentan terhadap proteinase.

Peptida-peptida serupa juga dapat disintesis dari asam amino dari tanah liat ”clay”. Clay mengandung berbagai lapisan yang berselang-seling dan tersusun atas ion anorganik dan H2O. Struktur tanah liat semacam ini dapat menarik molekul-molekul organik dengan sangat kuat dan memicu terjadinya reaksi-reaksi kimia di antara molekul-molekul tersebut. Sebuah simulasi di laboratorium menunjukkan bahwa polipeptida dapat ditemukan pada proses-proses tersebut.

Ketika sebuah molekul proteinoid dipanaskan di dalam air dan kemudian di dinginkan, maka selanjutnya akan terbentuk partikel kecil berbentuk bola yang disebut mikrosfer. Mikrosfer tersebut mempunyai ukuran dan bentuk yang kira-kira sama dengan bakteri berbentuk coccus. Beberapa di antaranya dapat tumbuh (mengalami pertambahan massa) melalui penambahan proteinoid dan lipid. Kemudian terjadi proliferasi melalui pembelahan biner ataupun budding.       

Menerangkan bahwa terbentuknya senyawa organik terjadi secara bertahap dimulai dari bereaksinya bahan-bahan anorganik yang terdapat di dalam atmosfer primitif dengan energi halilintar membentuk senyawa-senyawa organik kompleks.  Stanley Miller mencoba mensimulasikan kondisi atmosfer purba di dalam skala laboratorium. Ia merancang alat yang seperti terlihat dalam gambar di bawah ini.

Miller memasukkan gas H2, CH4 (metan), NH3 (amonia) dan air ke dalam alat. Air dipanasi sehingga uap air bercampur dengan gas-gas tadi. Sebagai sumber energi yang bertindak sebagai "halilintar" agar gas-gas dan uap air bereaksi, digunakan lecutan aliran listrik tegangan tinggi. Ternyata timbul reaksi, terbentuk senyawa-senyawa organik seperti asam amino, adenin dan gula sederhana seperti ribosa.Hasil percobaan di atas memberi petunjuk bahwa satuan-satuan kompleks di dalam sistem kehidupam seperti lipid, gula, asam amino, nukleotida dapat terbentuk di bawah kondisi abiotik.

Yang menjadi masalah utama adalah belum dapat terjawabnya bagaimana mekanisme peralihan dari senyawa kompleks menjadi makhluk hidup yang paling sederhana”

Tujuan Stanley Miller adalah mengajukan penemuan eksperimental yang menunjukkan bahwa asam amino, bahan pembangun protein, dapat muncul "secara kebetulan" di bumi yang tidak berkehidupan miliaran tahun lalu.

Dalam eksperimennya, Miller menggunakan campuran gas yang diasumsikan terdapat di bumi purba (yang kelak terbukti tidak realistis) terdiri dari amonia, metan, hidrogen dan uap air. Karena dalam kondisi alamiah gas-gas ini tidak saling bereaksi, Miller memberikan stimulasi energi untuk memulai reaksi antara gas-gas tersebut. Dengan menganggap energi ini bisa berasal dari kilat dalam atmosfir purba, ia meng-gunakan sumber penghasil listrik buatan untuk menyediakan energi tersebut. 

Miller mendidihkan campuran gas ini pada suhu 100°C selama seminggu, dan sebagai tambahan dia mengalirkan arus listrik. Di akhir minggu, Miller menganalisis senyawa-senyawa kimia yang terbentuk di dasar gelas percobaan dan menemukan tiga dari 20 jenis asam amino, bahan dasar protein telah tersintesis.

Eksperimen ini membangkitkan semangat evolusionis dan dianggap sebagai sukses besar. Dalam luapan kegembiraan, berbagai terbitan memasang tajuk utama seperti "Miller menciptakan kehidupan". Akan tetapi, molekul-molekul yang berhasil disintesis Miller ternyata hanya beberapa molekul "tidak hidup".

Didorong oleh eksperimen ini, evolusionis segera membuat skenario baru. Hipotesis tahap lanjutan tentang pembentukan protein segera dirumuskan. Menurut mereka, asam-asam amino kemudian bergabung dalam urutan yang tepat secara kebetulan untuk membentuk protein. Sebagian protein-protein yang terbentuk secara kebetulan ini menempatkan diri mereka dalam struktur seperti membran yang "entah bagaimana" muncul dan membentuk sel primitif. Sel-sel kemudian bergabung dan membentuk organisme hidup. Akan tetapi, eksperimen Miller hanya akal-akalan dan telah terbukti tidak benar dalam segala aspek.

No comments:

Post a Comment