Saturday, 13 April 2013

SASARAN MASONIK: MEMBANGUN SEBUAH DUNIA HUMANIS



SASARAN MASONIK: MEMBANGUN SEBUAH DUNIA HUMANIS


Filosofi humanis, yang dipandang tinggi oleh kaum Mason berlandaskan pada penolakan 
keimanan kepada Tuhan, dan penyembahan manusia, atau pemujaan ”kemanusiaan” sebagai pengganti-
Nya. Namun, hal ini menimbulkan pertanyaan penting: apakah kaum Mason memakai keyakinan ini 
untuk diri mereka saja, atau mereka ingin untuk diambil oleh orang lain juga?

Jika kita mengamati tulisan-tulisan Masonik, tampak jelas jawabannya: tujuan organisasi ini 
adalah untuk menyebarkan filosofi humanis ke seluruh penjuru dunia, dan menyingkirkan agama-agama 
Monoteistik (Islam, Kristen, dan Yahudi).

Misalnya, dalam sebuah artikel yang diterbitkan dalam majalah Masonik Mimar Sinan, 
disebutkan, “Kaum Mason tidak mencari asal usul pemikiran tentang kejahatan, keadilan, dan kejujuran 
di luar dunia fisik, mereka meyakini bahwa hal-hal ini timbul dari berbagai kondisi dan hubungan 
sosial seseorang, serta apa yang ia perjuangkan di dalam hidupnya.” dan ditambahkan, “Masonry 
berusaha menyebarluaskan gagasan ini ke seluruh penjuru dunia.” "



Selami Isindag, seorang Mason Turki senior, menulis:

Menurut Masonry, untuk menyelamatkan kemanusiaan dari moralitas supranatural yang 
berdasarkan sumber-sumber agamis, perlu dikembangkan moralitas yang berdasarkan cinta kepada 
kemanusiaan yang tidak relatif. Di dalam prinsip-prinsip moral tradisionalnya, Masonry telah 
memperhitungkan berbagai kecenderungan organisme manusia, kebutuhan, hati nurani, kebebasannya 
untuk berpikir dan berbicara, serta pada akhirnya, semua hal yang terlibat dalam pembentukan hidup 
secara alamiah. Oleh karena itu, tujuannya adalah untuk membentuk dan mendorong 
berkembangnya moralitas manusia di dalam semua masyarakat.


Selami Isindag, seorang Mason Turki senior, menulis:

Yang dimaksudkan oleh Pemimpin Mason Isindag dengan “menyelamatkan umat manusia dari 
sebuah moralitas yang berdasarkan pada sumber-sumber agamis” adalah pengasingan semua orang dari 
agama. Di buku itu juga, Isindag menjelaskan tujuan ini dan “prinsip-prinsipnya untuk pembentukan 
sebuah peradaban yang maju”:


Prinsip-prinsip positif Masonry penting dan cukup untuk pembentukan sebuah peradaban maju. 
Prinsip-prinsip itu adalah:






- Pengakuan bahwa Tuhan yang impersonal (Arsitek Agung Alam Semesta) adalah evolusi itu 
sendiri.


- Penolakan terhadap kepercayaan akan wahyu, kebatinan, dan keyakinan-keyakinan kosong.

- Superioritas humanisme rasional dan tenaga kerja.

Pasal pertama dari ketiga pasal di atas mensyaratkan penolakan terhadap keberadaan Tuhan. 
(Kaum Mason tidak beriman kepada Tuhan, melainkan kepada Arsitek Agung Alam Semesta, dan 
kutipan di atas menunjukkan bahwa yang mereka maksudkan dengan istilah ini adalah evolusi.) Pasal 
kedua menolak wahyu dari Tuhan dan pengetahuan agama yang dilandaskan kepadanya. (Isindag sendiri 
menyebutkannya sebagai “keyakinan-keyakinan kosong”) Sedangkan pasal ketiga memuliakan 
humanisme dan konsep humanis tentang “tenaga kerja” (sebagaimana di dalam Komunisme).




Jika kita ingat betapa telah mengakarnya gagasan-gagasan ini di dunia saat ini, kita dapat 
memahami pengaruh Masonry atasnya.


Ada hal penting lainnya untuk dicatat: bagaimana Masonry menggerakkan misinya melawan 
agama? Jika kita mencermati tulisan-tulisan Masonik, kita melihat bahwa mereka ingin menghancurkan 
agama, khususnya pada tingkat kemasyarakatan, melalui “propaganda” massa. Pemimpin Mason Selami 
Isindag memperjelas perihal ini di dalam bagian bukunya ini:


…Bahkan rezim-rezim yang sangat represif belum berhasil dalam upaya mereka 
menghancurkan lembaga agama. Memang, kekasaran metoda politis yang berlebihan, dalam usaha 
mereka untuk mencerahkan masyarakat dengan menyelamatkan manusia dari iman dan dogma-dogma 
agama, malahan menghasilkan reaksi yang berlawanan: hari ini, tempat-tempat ibadah yang ingin 
mereka tutup lebih penuh dari sebelumnya, sementara iman dan dogma-dogma yang mereka larang 
malahan semakin banyak pengikutnya. Dalam kuliah lainnya kita menunjukkan bahwa dalam hal yang 
menyentuh hati dan emosi seperti ini, larangan dan paksaan tidak berpengaruh. Satu-satunya cara 
untuk membawa manusia dari kegelapan menuju pencerahan adalah sains positif serta prinsip-prinsip 
logika dan kebijaksanaan. Jika dididik dengan cara ini, seseorang akan menghormati sisi humanis 
dan positif dari agama tetapi menyelamatkan diri mereka dari kegagalan berbagai kepercayaan 
dan dogmanya.




Untuk memahami apa yang dimaksudkan di sini, kita harus menganalisisnya dengan hati-hati. 
Isindag menyebutkan bahwa represi atas agama akan membuat orang-orang religius jauh lebih 
termotivasi dan akan memperkuat agama. Oleh karena itu, untuk mencegah agama menguat, Isindag 
berpendapat seharusnya kaum Mason menghancurkan agama pada tingkat intelektual. Yang ia 
maksudkan dengan “sains positif dan prinsip-prinsip logika dan kebijaksanaan” bukanlah benar-benar 
sains, logika, atau kebijaksanaan. Yang ia maksudkan adalah filosofi materialis humanis semata, yang 
menggunakan berbagai ungkapan menarik sebagai kamuflase, seperti halnya dengan Darwinisme. 
Isindag menegaskan bahwa, tatkala berbagai pemikiran ini tersebar di tengah masyarakat, “hanya unsur-unsur 
humanis di dalam agama yang akan dihormati”, artinya, yang akan tersisa dari agama hanyalah 
unsur-unsur yang disetujui oleh filosofi humanis. Dengan kata lain, mereka hendak menolak kebenaran-kebenaran 
dasar yang terkandung pada pondasi agama Monoteistik (Isindag menyebutnya keyakinan-keyakinan 
dan dogma-dogma yang gagal). Kebenaran-kebenaran ini adalah berbagai realitas pokok 
seperti bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan dan bertanggung jawab kepada-Nya.




Singkatnya, kaum Mason bermaksud menghancurkan unsur-unsur keimanan yang merupakan 
esensi agama. Mereka ingin mereduksi peranan agama sekadar sebagai unsur kultural yang 
menyampaikan gagasannya melalui sejumlah pertanyaan moral yang bersifat umum. Caranya, menurut 
kaum Mason, adalah dengan memaksakan ateisme kepada masyarakat di balik kedok sains dan logika. 
Namun pada akhirnya, tujuan mereka adalah menyingkirkan agama dari posisinya walau sebagai unsur 
kultural belaka, dan membangun sebuah dunia yang sepenuhnya ateis.




Di dalam artikelnya yang berjudul “Sains Positif - Hambatan Pemikiran dan Masonry” pada 
majalah Mason, Isindag berkata:


Sebagai hasil dari semua ini, saya ingin katakan bahwa tugas humanistik dan Masonik kita semua
adalah untuk tidak berpaling dari sains dan logika, untuk mengakui bahwa inilah cara terbaik dan satu-satunya 
menurut evolusi, untuk menyebarkan keimanan kita ini di tengah masyarakat, dan untuk 
mendidik manusia di dalam sains positif. Kata-kata dari Ernest Renan sangat penting: “Jika manusia 
dididik dan dicerahkan dengan sains positif dan logika, kepercayaan-kepercayaan yang gagal dari 
agama akan runtuh dengan sendirinya.” Kata-kata Lessing mendukung pandangan ini, “Jika 
manusia dididik dan dicerahkan dengan sains positif dan logika, suatu hari agama tidak akan 
dibutuhkan lagi.”




Inilah sasaran utama Masonry. Mereka ingin menghancurkan agama seluruhnya, dan membangun 
sebuah dunia humanis yang berdasarkan pada “kesakralan” manusia. Tepatnya, mereka ingin 
mengembangkan sebuah tatanan baru kejahilan, di mana manusia mengingkari Tuhan yang 
menciptakannya, dan mempertuhankan dirinya.… Inilah maksud keberadaan Masonry. Di dalam 
majalah Masonry bernama Ayna (Cermin), hal ini disebut “Kuil Pemikiran”:


Kaum Mason modern telah mengubah tujuan Masonry kuno untuk membangun sebuah kuil 
secara fisik menjadi gagasan untuk membangun “Kuil Pemikiran”. Pembangunan sebuah Kuil 
Pemikiran mungkin terjadi jika prinsip-prinsip dan kebajikan-kebajikan Masonik terbina dan 
orang-orang bijak bertambah di dunia.




Untuk mencapai tujuan ini, kaum Mason bekerja tanpa lelah di berbagai negara di dunia. 
Organisasi Masonik berpengaruh di banyak universitas, lembaga-lembaga pendidikan lainnya, media, 
dunia seni dan pemikiran. Ia tidak pernah berhenti berupaya menyebarkan filosofi humanisnya dalam 
masyarakat dan mendiskreditkan kebenaran tentang iman yang menjadi basis agama. Kita akan cermati 
selanjutnya bahwa teori evolusi adalah salah satu sarana propaganda utama Mason. Lebih-lebih lagi, 
mereka bermaksud membangun sebuah masyarakat yang tidak memedulikan sama sekali Tuhan atau 
agama, tetapi hanya memenuhi kesenangan, nafsu, dan ambisi duniawi. Jadilah masyarakat ini terbentuk 
dari orang-orang yang telah "menjadikan (Tuhan) sebagai olok-olokan di balik punggung mereka" 
(QS. Hud, 11: 92), serupa dengan penduduk kota Madyan yang disebutkan di dalam Al Quran. Dalam 
budaya jahiliyah ini tidak ada tempat bagi rasa takut atau cinta terhadap Tuhan, melakukan perintah-
Nya, menyembah-Nya, ataupun pemikiran tentang Hari Akhirat. Nyatanya, gagasan-gagasan ini 
dianggap ketinggalan zaman dan merupakan ciri-ciri orang yang tidak terdidik. Pesan ini diulang-ulang 
terus di dalam berbagai film, komik, dan novel.




Dalam upaya penipuan yang besar ini, kaum Mason terus berperan sebagai pemimpin. Namun, 
banyak pula kelompok dan perseorangan lain yang terlibat di dalam kerja serupa. Kaum Mason 
menerima mereka sebagai “kaum Mason kehormatan”, dan menganggap mereka sebagai sekutu karena 
mereka semua adalah satu di dalam filosofi humanis. Selami Isindag menulis:


Masonry juga menerima fakta ini: Di dunia luar terdapat orang-orang bijak yang, walaupun 
mereka bukan kaum Mason, mendukung ideologi Masonik. Sebabnya adalah karena ideologi ini 
secara keseluruhan adalah milik umat manusia dan kemanusiaan.





Pertarungan terus-menerus melawan agama ini berlandaskan pada dua argumen atau pembenaran

yang mendasar: filosofi materialis dan teori evolusi Darwin. Maka, kita akan dapat memahami dengan 
lebih jelas hal di balik layar dari pemikiran-pemikiran ini, yang telah memengaruhi dunia semenjak abad 
kesembilan belas.

No comments:

Post a Comment