Powered By Blogger

Wednesday 14 September 2011


 Lingkup pendidikan dan membangun karakter bangsa
Mulai dari tingakat akar rumput hingga tingkat elit bangsa. Penertiban pedagang pasar, pembebasan tanah sengketa, penilihan lurah, pemilihan kepala daerah, pertandinag sepak bola, demontrasi mahasiswa, pemilihan dekan – rector, sedang anggota dewan yang terhormat, sekedar menyebut beberapa contoh , semuanya ricuh , bahkan terkadang rusuh yang diwaranai bentrok fisik yang memakan korban jiwa. Begitu pula tindak kejahatan koropsi bukan lagi berbilang jari, namun telah memasuki elit bangsa baik di lembaga legislative, eksekutif, bahkan lembaga penegak hokum sehakalian. Akibatnay bagsa ini semakin terpuruk. Kata nasionalisme hanya terucap ketika upacara, dalam pidato, atau seminar – seminar. Di sisi ekonomi, sejumlah penduduk masih hidup miskin di negri yag kaya raya sumber daya alamnya ini,. Jurang kaya – miskin semakin dalam. Kehidupan social masyarakat kita semakin jauh dari berbagai regulasi dan norma yang ada. Para aportumis ekinomi dan politik ekonomi dan politik semakin Berjaya dinegri ini. Suatu ironi memang.

Semua perilaku social yang mencenaskan itu hsnys disikapi degna reaktif dan cendrung menggukanan pendekatan kaamanan. Tidak ubahnya seperti tindakan pemadam kebakaran. Berbagai tindakan tersebut menerminkan kegaganlan bangsa membangun karakter sebagai ;pilar utama bangsa bermartabat. Hingga hari ini belum ada pemikiran yang konferhensif untuk menjawab mengapa itu terjadi ,sehingganya belum upaya untuk mengatasi semua masalah tersebut.

Berbagai fakta tersebut mencemaskan kita. Bila dibiarkan, maka disintegrasi social kian enghadang kita. Oleh sebab itu sudah saatnya memikirkan solusi nyata untuk mengatasi persoalan tersebut. Jika tidak, bangsa ini akan semakin jauh dari peradaban sejati. Panca sila sebagai way of life akan tinggal tilisan diatas kertas. Siapa yang paling bertanggung jawab dalam hal ini. Tulisan ini mencoba melihat dari spektif pendidikan. Masyarakat yang baik dalak produk pendidikan yang baik. Banyak hasil pendidikan menunjukan system pendidikan dan system pembelajaran ekektif berpengaruh positif terhadap kehidupan social masyarakat. Negara – Negara maju yang telah menjadi bukti bahwa pendidikan yang efektif membawqa perubahan terhadap kemajuan masyarakat. Tidak haya perubahan terhadap kehidupan social ekonomi, namun akan membawa perubahan terhadap kehidupan social mecara keseluruhan termasuk dalam karakter bangsa.

Pendidikan merupakan suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dap roses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi diri untuk memiliki kekuatan pritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian , kecerdasan ahlak mulia, dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara ( UU RI No 20 tahun 2003, Sisdiknas pasal 1). Selanjutnya dalam pasal 3 dijelaskan, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta perdaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa , berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kraktif,mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Jadi jelas, bahwa pembentukan karakter dan perilaku adalah tanggung jawab pendidik. Bila merunjuk kepada pasal undang – undang tersebut, maka realitas proses out put dan out come pendidikan kita hingga hari ini masih jauh dari harapan. Proses pembelajaran disekolah masih saja menekankan pada aspek kognitif. P-embelajaran di kertas kering dengan transpormasi nilai – nilai.

Mata pelajaran ditempatkan ditempatkan sebagai tujuan dan belum ditempatkan sebagai media membentuk prilaku dan karakter peserta didik untuk menjadi warga Negara yang baik. Pembentukan karakter dan prilaku masih kalah dengan muatan akademis, apabila mata pelajaran yang masuk dalam UN/ UASBN .Setiap sekolah seolah Sekolah hanya menrurus mata pelajaran buka mengurus pendidikan. Pendidikan perilaku banyak berupa nasehat. Padahal nasehat hanya sebagian kecil dari pendidikan.
Disamping itu ide pendidikan perilaku masih terjebak pada soal judul. Pendidikan budi pekerti, akhlak mulia, atau pendidikan kewarganegaraan. Juga memprihatinkan, pendidikan pendidikan perilaku sekedar dijadikan pengetahuan, yang ujungna di ujikan dalam bentuk memilih abcd. Akibatya peserta didik tahu hal yang baik, tetapi miskin perilaku baik. Lalu, dimana letak benang merah persoalannya?
Kantin kejujuran

Persoalan pendidikan kartakter dan perilaku sebenarnya bukan terletak pada content kurikulumnya. Tetapi bagaimana perilaku itu diajarkan dan bagaimana karakter individu yhang mengajarkan . hal itu sejalan dengan konsep pendidikan modern yang lebih menekankan pada pentingnya pendekatan dibandingkan apa yang diajarkan. Kantin kejujuran yang telah dipelopori oleh beberapa sekolah di sejumlah kota adalah contoh kasus yang amat baik dan efektif dalam mengajarkan perilaku jujur. Jujur adalah nilai – nilai universal. Kantin kejujuran tidak hanya memngajarkan perilaku jujur disekolah, tetapi juga dampak pada perilaku anak diluar sekolah dalam bentuk apa saja dan dimana saja dia berada. Misalnya sikap empati.

Kalau orang lain rugi karena perilaku korup saya , lalu bagai mana seandainya saya mendapat perlakuan demikian. Perilaku dan budaya antri juga dapat di tanamkan melalui kantin kejujuran. Ketika aturan kantin kejujuran disusun bersama guru dan peserta didik, itu artinya pendidikan demokrasi telah berjalan. Dan ketika kesepakatan dijalankan, maka peserta didik telah belajar untuk taat hukum. Dengan demikian akan terjadi internalisasi esensi dari pembentukan karakter. Para ahli menyebut, pembentukan karakter sangat intens pada usia 0 -10 th. Penglaman belajar pada usia awal akan tersimpan dalam memori otak bawah sadar, dimana otak bawah sadarlah akan mengendalikan perilaku.

Jadi tidak perlu diajarkan difenisi jujur , definidi korupsi, definisi taat, definisi hukum sebagaimana kecendrungan pembelajaran dikelas hari ini.

No comments:

Post a Comment