Powered By Blogger

Tuesday 16 April 2013

MITOS EVOLUSI, DARI YUNANI KUNO KE EROPA MODERN


MITOS EVOLUSI, DARI YUNANI KUNO KE EROPA MODERN

Intisari dari teori evolusi Darwin adalah klaim bahwa di bawah kondisi alamiah murni, materi tak 
hidup secara spontan memunculkan makhluk hidup pertama, dan bahwa dari mereka, lagi-lagi di bawah 
kondisi serupa, semua spesies lain berkembang oleh kebetulan belaka. Dengan kata lain, teori evolusi 
mengajukan keberadaan sebentuk sistem yang swakelola, yang telah mengorganisasi dirinya sendiri 
tanpa pencipta, dan secara spontan menciptakan makhluk hidup. Gagasan bahwa alam mengorganisasi 
dirinya sendiri tanpa pencipta ini disebut “naturalisme”.





Teori naturalisme sama absurdnya dengan gagasan bahwa sebuah perpustakaan dapat 
menciptakan dirinya sendiri tanpa para pengarang. Namun, semenjak abad-abad awal sejarah, gagasan 
ini telah dipertahankan oleh banyak pemikir dengan dilandaskan semata pada dorongan filosofis dan 
ideologis mereka, dan telah diadopsi oleh sejumlah peradaban.



Naturalisme lahir dan tumbuh subur di dalam masyarakat pagan seperti Mesir Kuno dan Yunani 
Kuno. Namun, dengan tersebarnya agama Kristen, filosofi pagan ini banyak ditinggalkan, dan gagasan 
bahwa Tuhan menciptakan seluruh alam dan semesta mulai mendominasi. Begitu pula, begitu Islam 
tersebar di Timur, gagasan naturalis dan berbagai kepercayaan pagan, seperti Zoroasterianisme dan 
persihiran tersingkir, dan fakta penciptaan diterima.



Walaupun demikian, filosofi naturalis tetap bertahan di bawah tanah. Filosofi ini dipelihara oleh 
masyarakat-masyarakat rahasia dan bangkit kembali di bawah keadaan yang lebih sesuai. Pada dunia 
Kristen, sebagaimana disebutkan di awal buku ini, naturalisme dipelihara oleh kaum Mason, dan 
masyarakat-masyarakat rahasia lainnya yang mengikuti mereka. Sebuah majalah Turki bernama Mason, 
yang diterbitkan untuk anggota ordo, memberikan informasi menarik berikut ini:



Mereka yang sampai pada berbagai penemuan baru di dunia peristiwa dan fenomena alam tanpa 
memperhitungkan Tuhan terpaksa menyimpan penemuan mereka untuk diri sendiri. Riset yang 
dilakukan secara rahasia dan bahkan mereka yang terlibat di riset serupa harus menyembunyikan


hubungan mereka. Kerahasiaan ini membutuhkan pemakaian beberapa tanda dan simbol sepanjang 
proyek yang dilaksanakan.






Apa yang dimaksud dengan “penemuan baru” di sini adalah pemahaman sains yang bersekutu 
dengan naturalisme, sebuah teori yang tidak menerima keberadaan Tuhan. Pendekatan kajian sains yang 
menyimpang ini dikembangkan secara rahasia di dalam masyarakat bawah tanah yang perlu 
menggunakan tanda-tanda dan simbol-simbol untuk tujuan ini dan begitulah akar Masonry dibentuk. 





Salah satu dari yang disebut masyarakat rahasia ini, yang bertanggung jawab atas penanaman akar 
Masonry adalah ordo Mawar-Salib (Rosicrucian), sebentuk titik temu antara Templar dan Mason. Ordo 
ini, pertama kali terdengar di abad kelima belas, menciptakan gelombang minat akan alkimia, khususnya 
di Eropa, yang para anggotanya dikatakan memiliki pengetahuan rahasia. Namun warisan terpenting 
dari ordo Mawar Salib adalah filosofi naturalis, dan gagasan tentang evolusi, yang menjadi bagiannya. 
Majalah Mason menyatakan bahwa akar Masonry merentang kepada para Templar dan Rosicrucian, 
yang menekankan filosofi evolusionis:





Masonry Spekulatif atau organisasi Masonry kontemporer didirikan di serikat-serikat pekerja 
bangunan Abad Pertengahan yang kita sebut sebagai Masonry Operatif. Namun, mereka yang membawa 
unsur-unsur spekulatif utama ke pondasi ini adalah anggota dari organisasi-organisasi tertentu yang 
mempelajari sistem-sistem bawah tanah masa prasejarah dan pengetahuan mereka. Di antara organisasi 
ini yang terpenting adalah Templar dan Rosicrucian….



Tidak diketahui di mana dan bagaimana ordo Rosicrucian didirikan. Jejak pertamanya terdapat di 
Eropa abad kelima belas, tapi jelas bahwa ordo itu lebih tua lagi. Jauh dari para Templar, minat utama 
Rosicrucian bersifat ilmiah. Anggotanya secara luas melibatkan diri dalam alkimia…. Karakteristik 
terpenting anggota-anggotanya adalah fakta bahwa mereka memercayai bahwa setiap tahap 
perkembangan adalah tahapan dalam proses evolusi. Oleh karena itu, mereka menempatkan naturalisme 
sebagai dasar filosofi mereka sehingga dikenal sebagai “kaum naturalis.”






Organisasi Masonik lainnya yang mengembangkan gagasan evolusi tidak berada di Barat tetapi 
dibangun di Timur. Imam Besar Selami Isindag menyebutkan informasi berikut ini di dalam sebuah 
artikel berjudul “Masonry dan Kita: Dari Pembentukannya hingga Hari Ini”:





Di dalam dunia Islam terdapat padanan Masonry yang disebut Ikhwan as-Safa' 
(Persaudaraan Suci). Perkumpulan ini didirikan di Basrah pada zaman Abbasiyah dan menerbitkan 
sebuah ensiklopedia yang terdiri dari 54 jilid besar. Tujuh belas di antaranya berhubungan dengan ilmu 
pengetahuan alam dan berisi penjelasan ilmiah yang sangat mirip dengan penjelasan Darwin. 
Pemikiran ini bahkan berkembang hingga ke Spanyol dan memengaruhi pemikiran Barat.















Walaupun berkembang di dunia Islam, perkumpulan ini menjauhkan diri dari ajaran-ajaran Islam 
yang utama. Ia dipengaruhi oleh filosofi Yunani Kuno, yang diungkapkannya melalui simbolisme 
rahasia. Selami Isindag melanjutkan:







Perkumpulan ini berasal dari sekte Ismailiyah dan tujuan utamanya adalah membuat dogma-dogma 
agama dapat diterima dengan berbagai penjelasan alegoris dan simbolik. Filosofinya 
dipengaruhi oleh Pythagoras dan Plato. Untuk memasuki perkumpulan ini, pertama seseorang dipikat 
dengan petunjuk mistik dan kemudian dibersihkan dari berbagai kepercayaan dan dogma agama 
yang sia-sia. Selanjutnya ia dibiasakan dengan metoda-metoda filosofis dan simbolik. Calon anggota 
yang melewati masa penerimaan ini kadang-kadang diajarkan tentang pemikiran neo-Platonik, dan 
kemudian kimia, astrologi, dan numerology, ilmu tentang makna angka-angka. Tetapi semua 
pengetahuan ini dirahasiakan dan diberikan hanya kepada mereka dianggap layak menerimanya. 
Sebagian dari arti simbolik dari unsur-unsur ini tidak berlawanan dengan ilmu pengetahuan dan logika 
sehingga dapat bertahan pada berbagai ritual kita saat ini.







Kata-kata yang dikutip di atas, “dibersihkan dari berbagai kepercayaan dan dogma agama yang 
sia-sia” berarti bahwa calon anggota dibuat menolak agama sama sekali. Begitulah Isindag sang Mason 
mendefinisikan agama. Namun, sebagaimana dikaji pada bagian sebelumnya, “kepercayaan dan dogma 
yang sia-sia” adalah eufemisme khusus dari filosofi Masonik. Harus dipahami bahwa Masonry, atau 
kelompok materialis lainnya, mengungkapkan gagasan antiagama semacam itu tanpa pembenaran logis; 
mereka hanya bersandar pada propaganda dan sugesti. Karena mereka tidak dapat mencela agama secara 
rasional, mereka menggunakan cara sugesti dan kata-kata pilihan ini untuk menciptakan efek psikologis 
tertentu.







Dari kutipan di atas, kita memahami bahwa Ikhwan as-Safa', sebuah padanan masyarakat 
Masonry dalam dunia Islam, melakukan berbagai aktivitas yang menyerupai kaum Masonry modern. 
Metoda mereka adalah mendukung filosofi pagan yang bertolak belakang dengan agama sejati, 
mengungkapkannya dengan simbol-simbol, dan memperkenalkan filosofi rahasia ini kepada anggotanya 
sedikit demi sedikit.







Di dalam sejarah Islam terdapat beragam pemikir yang dengan cara ini menjauhkan diri dari 
Islam, dan dipengaruhi oleh mitos-mitos materialis dan evolusionis Yunani Kuno. Fakta bahwa aliran 
pemikiran ini, yang begitu dibenci dan disangkal oleh imam besar Islam Al Ghazali di dalam karya-karyanya, 
memunyai karakter Masonik sudah tentu memperjelas sebagian masalah ini. Di dalam 
karyanya Al Munqidh min al-Dalal (Membebaskan Diri dari Kesesatan), Ghazali secara langsung 
mengkritik perkumpulan Ikhwan as-Safa, menjelaskan bahwa perkumpulan itu mendukung filosofi sesat  
yang dipengaruhi oleh pemikiran Yunani Kuno. Dan, di dalam karyanya Fadaidh al Bathiniyyah, ia 
menunjukkan penyimpangan ajaran sekte Ismailiyah, di mana Ikhwan as-Safa tergabung.








No comments:

Post a Comment