Powered By Blogger

Friday 9 September 2011


PENGERTIAN FILSAFAT ISLAM
Kata Arab “falsafah” dipinjam dari kata Yunani yang sangat terkenal, “philosophia”, yang berarti kecintaan kepada kebenaran (wisdom). Dengan sedikit perubahan, kata “falsafah” itu di Indonesia kan menjadi “filsafat” atau, akhir-akhir ini, juga “filosofi” (karena adanya pengaruh ucapan Inggris, “philosophy”. Dalam ungkapan Arabnya yang lebih “asli”, cabang ilmu tradisional Islam ini disebut ‘’ulum al-hikmah atau secara singkat “al-hikmah” (padanan kata Yunani “Sophia”), yang artinya ialah “kebijaksanaan” atau, lebih tepat lagi, “kawicaksanaan” (Jawa) atau “wisdom” (Inggris). Maka “failasuf” (ambilan dari kata Yunani “philosophos”, pelaku filsafat), disebut juga “al-hakim” (ahli hikmah atau orang bijaksana), dengan bentuk jamak “al-hukama”. (Nurcholish Madjid,1992:218)

Dari sepintas riwayat kata “falsafah” itu kiranya menjadi jelas bahwa disiplin ilmu keislaman ini, meskipun memiliki dasar yang kokoh dalam sumber-sumber ajaran Islam sendiri, banyak mengandung unsur-unsur dari luar, yaitu terutama Hellenisme atau dunia pemikiran Yunani. Di sinilah pangkal kontroversi yang ada sekitar falsafah: sampai dimana agama Islam mengizinkan adanya masukan dari luar, khususnya jika datang dari kalangan yang tidak saja bukan “ahl al-kitab” seperti Yahudi dan Kristen, tetapi malahan dari orang-orang Yunani kuno yang “pagan” atau musyrik (penyembah bintang). Sesungguhnya beberapa ‘ulama’ ortodoks, seperti Ibn Taymiyyah dan Jalal al-Din al-Suyuthi (salah seorang pengarang tafsir Jalalayn), menunjuk kemusyrikan orang-orang Yunani itu sebagai salah satu alasan keberatan mereka terhadap falsafah. (Nurcholish Madjid,1992:219)

Menurut Musa Asy’ari Filsafat Islam adalah adalah proses dialektika antara pemikiran filsafat Islam dengan perkembangan jaman secara terus menerus. Filsafat Islam adalah kegiatan pemikiran yang bercorak islami. Islam di sini menjadi jiwa yang mewarnai suatu corak pemikiran. Menurut Amin Abdullah filsafat Islam adalah
rumusan pemikiran muslim yang ditempeli oleh konsep filsafat Yunani melalui proses panjang asimilasi dan akulturasi budaya. Sedangkan menurut Darmajati Supadjar filsafat Islam adalah filsafat tentang Islam. Jadi Islam yang menjadi objek penelaahan. Sedangkan objek formalnya yaitu filsafat. (Abuddin Nata, 2008 :255-256).

Abuddin Nata (2008:256-257) menyebutkan lima ciri filsafat Islam yaitu:
1. Dilihat dari sifat dan coraknya filsafat Islam berdasar pada ajaran Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah.
2. Dilihat dari segi ruang lingkupnya meliputi kosmologi, metafisika, kehidupan di dunia, kehidupan di akherat.
3. Dari segi datangnya, filsafat Islam datang sesuai dengan perkembangan Islam itu sendiri yang memerlukan penjelasan rasional dan filosofis
4. Filsafat Islam disajikan oleh orang-orang yang beragama Islam
5. Dari segi kedudukannya sejajar dengan bidang keilmuan lain seperti fikih, ilmu kalam, tasawuf dan sejarah.

Filsafat Islam adalah perkembangan pemikiran umat Islam dalam masalah ketuhanan, kenabian, manusia dan alam semesta yang disinari ajaran Islam. Adapun definisinya secara khusus seperti apa yang dikemukakan penulis Islam sebagai berikut:
1. Ibrahim Madkur, filsafat Islam adalah pemikiran yang lahir dalam dunia Islam untuk menjawab tantangan zaman, yang meliputi Allah dan alam semesta, wahyu dan akal, agama dan filsafat.
2. Ahmad Fu’ad Al-Ahwaniy, filsafat Islam adalah pembahasan tentang alam dan manusia yang disinari ajaran Islam.
3. Muhammad ‘Athif Al-’Iraqy,filsafat Islam secara umum didalamnya tercakup ilmu kalam, ilmu ushul fiqih, ilmu tasawuf, dan ilmu pengetahuan lainnya yang diciptakan oleh intelektual Islam. Pengertiannya secara khusus, ialah pokok-pokok atau dasar-dasar pemikiran filosofis yang dikemukakan para filosof Muslim.(Sirajuddin,2004:16).

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN FILSAFAT ISLAM
Awal mula pertumbuhan tradisi pemikiran filsafat di dalam khazanah intelektual Islam secara historis dilatarbelakangi oleh adanya interaksi, asimilasi dan akulturasi dua kebudayaan besar yang satu berasal dari tradisi semitik, dan yang lain dari tradisi hellenistik (Damhuri,2000) .Falsafah tumbuh sebagai hasil interaksi intelektual antara bangsa Arab Muslim dengan bangsa-bangsa sekitarnya. Khususnya interaksi mereka dengan bangsa-bangsa yang ada di sebelah utara Jazirah Arabia, yaitu bangsa-bangsa Syiria, Mesir, dan Persia.(Nurcholish, 1992:219)

Interaksi itu berlangsung setelah adanya pembebasan-pembebasan (al-futuhat) atas daerah-daerah tersebut segera setelah wafat Nabi Saw, di bawah para khalifah. Daerah-daerah yang segera dibebaskan oleh orang-orang Muslim itu adalah daerah-daerah yang telah lama mengalami Hellenisasi. Lebih dari itu, kecuali Persia, daerah-daerah yang kemudian menjadi pusat-pusat peradaban Islam itu adalah daerah-daerah yang telah terlebih dahulu mengalami Kristenisasi. Bahkan sebenarnya daerah-daerah Islam sampai sekarang ini, sejak dari Iraq di timur sampai ke Spanyol di barat, adalah praktis bekas daerah agama Kristen, termasuk heartland-nya, yaitu Palestina. Daerahdaerah itu, di bawah kekuasaan pemerintahan orang-orang Muslim, selanjutnya memang mengalami proses Islamisasi. Tetapi proses itu berjalan dalam jangka waktu yang panjang, selama berabad-abad, dan secara damai. Bahkan daerah-daerah Kristen itu tidak hanya mengalami proses Islamisasi, tetapi juga Arabisasi, di samping adanya daerah-daerah yang memang sejak jauh sebelum Islam secara asli merupakan daerah suku Arab tertentu seperti Libanon (keturunan suku Bani Ghassan yang Kristen, satelit Romawi). Namun berkat politik keagamaan para penguasa Muslim berdasarkan konsep toleransi Islam, sampai sekarang masih banyak kantong-kantong minoritas Kristen dan Yahudi yang tetap bertahan dengan aman. Karena adanya konsep Islam tentang kontinuitas agama-agama (yaitu, bahwa agama Nabi Muhammad adalah kelanjutan agama para nabi sebelumnya, khususnya Nabi-nabi Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub atau Isra’il, Musa dan Isa-Yahudi dan Kristen), orang-orang Muslim menyimpan rasa dekat atau afinitas tertentu kepada mereka itu. Dan rasa dekat itu ikut melahirkan adanya sikap-sikap toleran, simpatik dan akomodatif terhadap mereka dan fikiran-fikiran mereka. (Toleransi dan sikap akomodatif Islam ini ternyata kelak menimbulkan situasi ironis di zaman modern, akibat adanya kolonialisme Barat, seperti adanya hubungan tidak mudah antara kaum Muslim dengan kaum Yahudi di Palestina, dengan kaum Maronite di Libanon, dan dengan kaum Koptik di Mesir). (Nurcholish, 1992:220)

Filsafat Islam telah berkembang melalui beberapa fase. Abuy Sodikin (2004:130) mengatakan bahwa fase pertama adalah fase penerjemahan bagian-bagian yang menarik dari filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab. Fase kedua adalah penerjemahan secara sistematis buku-buku Yunani ke dalam bahasa Arab dan berkembangan dengan pesat pada zaman al Ma’mun (813-833). Pada fase ketiga muncullah filosof-filosof besar seperti al-Kindi, al-Farabi, al-Ghazali, Ibn Maskawih, Ibn Bajjah, Ibn Thufail, Ibn Ruysd.

Filsafat Islam merupakan salah satu aspek yang dikaji dalam Islam. Filsafat Islam merupakan salah satu bagian yang dapat digunakan dalam memahami Islam.Oleh Karena itu pengembangan daya fikir merupakan satu keniscayaan. Secara filosofi hal ini akan mengantarkan manusia pada pemahaman yang benar mengenai Islam. Filsafat dapat digunakan sebagai alat dalam memahami Islam. (Abuy, 2004:133)

Islam memberikan kedudukan yang Istimewa terhadap akal, karena akal hanya dimiliki oleh manusia, manusia adalah ciptaan terbaik Allah. Allah memerintahkan manusia untuk menggunakan akalnya dan Allah mencemooh manusia yang tidak mau menggunakan akalnya. Allah berfirman:
“Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan. Dan dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah- Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami (nya).” (Q.S. 16:11-12)

Dalam kedua ayat tersebut Allah menjelaskan bahwa kenyataan-kenyataan empiris yang ada di alam ini seharusnya menjadi sarana manusia untuk memampaatkan dan menggunakan akalnya, sehingga daya pikirnya terlatih, dan dapat  membina ilmu pengetahuan. Selanjutnya Allah berfirman dalam Q.S. 3:190 sebagai
berikut :
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.”
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan,. Dan langit, bagaimana ia ditinggikan?. Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan?. Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?” (Q.S. 88: 17-20)
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (Q.S. 2 :164)
“Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah; orang-orang yang pekak dan tuli[604] yang tidak mengerti apa-apapun.” (Q.S. 8:22)
Ayat-ayat di atas merupakan cemoohan terhadap mereka yang tidak menggunakan akalnya. Konsekuensi logis dari janji Allah tersebut bahwa hamba yang tidak mau mengerti, atau tidak mau mengembangkan ilmu pengetahuan, berarti mereka adalah hamba terburuk dalam pandangan Allah (Saefuddin,1987:32-33).

MODEL-MODEL PENELITIAN FILSAFAT ISLAM
Di bawah ini disajikan berbagai model penelitian filsafat Islam yang dilakukan para ahli dengan tujuan untuk dijadikan bahan perbandingan bagi pengembangan filsafat Islam selanjutnya.
1. Model M. Amin Abdullah
Dalam rangka penulisan desertasinya, M. Amin Abdullah mengambil bidang penelitiannya pada masalah flsafat Islam. Hasil penelitiannya ia tuangkan ke dalam bukunya yang berjudul The Idea of University Ethical Norm In Ghazali an Kant. Dilihat dari segi judulnya, penelitian ini mengambil metode penelitian kepustakaan yang bercorak deskriptif, yaitu penelitian yang mengambil bahan-bahan kajiannya pada berbagai sumber baik yang ditulis oleh tokoh yang diteliti sendiri (sumber primer), maupun sumber yang ditulis oleh orang lain mengenai tokoh yang ditelitinya itu (sumber sekunder). Bahan-bahan tersebut selanjutnya diteliti keotentikannya secara seksama; diklasifikasikan menurut variable yang ingin ditelitinya, dalam hal ini masalah etik; dibandingkan antara satu sumber dengan sumber lainnya; di deskripsikan (diuraikan menurut logika berpikir tertentu), dianalisis dan disimpulkan. Selanjutnya, dilihat dari segi pendekatan yang digunakan, M.Amin Abdullah kelihatannya mengambil pendekatan studi tokoh dengan cara melakukan studi komparasi antara pemikiran kedua tokoh tersebut (Al-Ghazali dan Immanuel Kant), khususnya dalam bidang etika. Kritik Amin Abdullah tersebut timbul setelah ia melihat melalui penelitiannya, bahwa sebagian penelitian filsafat Islam yang dilakukan para ahli selama ini berkisar pada masalah Sejarah Filsafat Islam, dan bukan pada Materi Filsafatnya itu sendiri.

2. Model Otto Horrassowitz
Dalam bukunya berjudul History of Muslim Philoshofy, yang diterjemahkan dan disunting oleh M. M. Syarif ke dalam bahasa Indonesia menjadi Para Filosof muslim, Otto Horrassowitz telah melakukan penelitian terhadap seluruh pemikiran filsafat Islam yang berasal dari tokoh-tokoh filosof abad klasik, yaitu: Al-Kindi, Al-Razi, Al-Farabi, Ibn Maskawih, Ibn Sina, Ibn Bajjah, Ibn Tufail, Ibn Rusyd dan Nasir Al-Din Al-Tusi. Dari Al-Kindi dijumpai pemikiran filsafat tentang Tuhan, keterhinggaan, ruh dan akal. Dari Al-Razi dijumpai pemikiran filsafat tentang teology, moral, metode, metafisika, Tuhan, ruh, materi, ruang dan waktu. Selanjutnya, dari Al-Farabi dijumpai pemikiran filsafat tentang logika, kesatuan filsafat, teori sepuluh kecerdasan, teori tentang akal, teori tentang kenabian, serta penapsiran tentang Alquran, Selanjutnya, dari Ibn Maskawih dijumpai pemikiran filsafat tentang moral, pengobatan rohani, dan filsafat sejarah. Dalam pada itu Ibn Sina mengemukakan pemikiran tentang wujud, hubungan jiwa dan raga, ajaran kenabian, Tuhan dan dunia. Dari Ibn Bajjah dijumpai pemikiran filsafat tentang materi dan bentuk, psikologi, akal dan pengetahuan, Tuhan, sumber pengetahuan, politik, etika, dan tasawuf. Dari Ibn Tufail dikemukakan pemikiran filsafat tentang akal dan wahyu sebagai yang dapat saling melengkapi yang dikemas dalam novel fiktifnya berjudul Hay Ibn Yaqzan yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia; tujuan risalah, doktrin tentang dunia, Tuhan, kosmologi cahaya, epistemologi, etika, filsafat, dan agama. Selanjutnya dari Ibn Rusyd, dikemukakan pemikiran filsafat tentang tentang hubungan filsafat dan agama, jalan menuju Tuhan, jalan menuju pengetahuan, jalan menuju ilmu, dan jalan menuju wujud. Dalam pada itu dari Nasir Al-Din Al-Tusi dikemukakan pemikiran filsafat tentang akhlak nasiri, ilmu rumah tangga, politik sumber filsafat praktis, psikologi, metafisika, Tuhan, creation ex nibilo, kenabian, baik dan buruk serta logika.(Abuddin, 2008:260)

3. Model Ahmad Fuad Al-Nahlawi
Ahmad Fuad al-Nahlawi termasuk pemikir modern dari Mesir yang banyak mengkaji dan meneliti bidang filsafat Islam. Salah satu karyanya dalam bidang filsafat berjudul filsafat Islam. Dalam bukunya ini ia selain menyajikan sekitar problem filsafat Islamjuga menyajikan tentang zaman penerjemahan,, dan filsafat yang berkembang di kawasan Masyriqi dan Maghribi. Di kawasan Masyriqi ia kemukkan nama Al-Kindi, Al-farabi dan Ibn Sina. Sedangkan di kawasan Maghribi ia kemukakan Ibn Bajjah, Ibn Tufail dan Ibn Rusyd. Selain mengemukakan riwayat hidup serta karya dari masingmasing tokoh filosof tersebut, dikemukakan tentang jasa dari masing-masing filosof tersebut serta pemikirannya dalam bidang filsafat. (Abuddin, 2008:263) Dengan demikian, metode penelitian yang ditempuh Ahmad Fuad Al-Ahwani adalah penelitian kepustakaan, yaitu penelitian yang menggunakan bahan-bahan kepustakaan. Sifat dan coraknya adalah penelitian deskriptif kualitatif, sedangkan pendekatannya adalah pendekatan yang bersifat campuran, yaitu pendekatan historis, pendekatan kawasan, dan tokoh. Melalui pendekatam historis, ia mencoba menjelaskan latar belakang timbulnya pemikiran pemikiran filsafat dalam Islam, sedangkan dengan pendekatan kawasan ia mencoba membagi tokoh-tokoh filosof menurut tempat tinggal mereka, dan dengan pendekatan tokoh, ia mencoba mengemukakan berbagai pemikiran filsafat sesuai dengan tokoh yang mengemukakannya. (Abuddin, 2008:263).

No comments:

Post a Comment