Powered By Blogger

Saturday 4 May 2013

DARWINISME MENYEDIAKAN DASAR-DASAR BAGI FASISME


DARWINISME MENYEDIAKAN DASAR-DASAR BAGI FASISME

Mitos evolusi, sebuah warisan dari paganisme Sumeria dan Yunani, memasuki kancah pemikiran Barat melalui karya Charles Darwin The Origin of The Species, yang diterbitkan tahun 1859. Dalam buku ini, sebagaimana dalam buku The Descent of Man, ia membahas konsep-konsep pagan tertentu yang telah menghilang di Eropa di bawah dominasi Kristen, dan membuat pembenaran bagi konsep-konsep tersebut dengan kedok ilmu pengetahuan. Kita dapat menguraikan konsep-konsep pagan yang ia coba benarkan, hingga menjadi dasar-dasar bagi perkembangan fasisme sebagai berikut:

1) Darwinisme memberikan justifikasi bagi rasisme: Sebagai subjudul dari The Origin of the Species, Darwin menulis: “ The Preservation of F avoured Races in The Struggle for Life (Keberlanjutan Ras-Ras Pilihan dalam Perjuangan untuk Hidup). Dengan kata-kata ini, Darwin mengklaim bahwa ras tertentu di alam lebih pilihandaripada yang lainnya, dengan kata lain, bahwa mereka lebih unggul. Ia mengungkapkan dimensi gagasan-gagasannya mengenai ras manusia dalam The Descent of Man, di mana ia menulis bahwa orang kulit putih lebih unggul daripada ras-ras lain seperti Afrika, Asia, dan Turki, serta diperbolehkan memperbudak mereka.

2) Darwinisme memberikan justifikasi bagi pertumpahan darah: Sebagaimana telah disebutkan, Darwin mengemukakan bahwa ―perjuangan untuk bertahan hidup yang mematikan terjadi di alam. Ia menyatakan bahwa prinsip ini berlaku baik pada masyarakat maupun individu, prinsip ini adalah suatu perjuangan sampai mati, dan sangat wajar bila ras-ras yang berbeda berusaha untuk saling melenyapkan demi kepentingan masing-masing. Singkatnya, Darwin menggambarkan sebuah arena di mana satu-satunya aturan adalah kekerasan dan konflik, dan dengan demikian menggantikan konsep-konsep perdamaian, kerja sama, pengorbanan diri, yang telah menyebar di Eropa dengan kedatangan agama Kristen. Jadi, Darwinisme menghidupkan kembali ide arena, sebuah pertunj ukan kekerasan yang ditemukan di dunia pagan (Kekaisaran Roma).

3) Darwinisme membawa kembali konsep egenetika ke dalam pemikiran Barat:
Konsep mempertahankan keunggulan rasial melalui pemeliharaan keturunan, yang dikenal sebagai egenetika, yang dilakukan bangsa Sparta dan dibela Plato dengan kata-katanya, Para atlet prajurit kita haruslah waspada seperti anjing penjaga, muncul kembali di dunia Barat melalui Darwinisme. Darwin menyediakan seluruh bab dalam The Origin of the Species untuk membahas perbaikan ras-ras hewan, dan dalam The Descent of Man ia mempertahankan pendapatnya bahwa manusia adalah suatu spesies hewan. Tak lama kemudian, keponakan Darwin, Francis Galton, mengembangkan klaim pamannya selangkah lebih maju, dan mengemukakan teori egenetika modern. (Nazi Jerman selanjutnya menjadi negara pertama yang menerapkan egenetika sebagai kebijakan resmi).       

Sebagaimana telah kita bahas, teori Darwin tampaknya hanyalah konsep mengenai ilmu pengetahuan biologi, tetapi sesungguhnya teori ini membentuk dasar-dasar untuk cara pandang politis yang benar-benar baru. Tak berapa lama, pandangan ini di definisikan ulang sebagai Darwinisme Sosial. Dan sebagaimana telah diakui banyak sejarawan, Darwinisme Sosial menjadi dasar ideologis bagi fasisme dan Nazisme.

Dampak penggambaran Darwinisme tentang perang dan konflik telah dianalisis secara sangat mendetail dalam buku Darwinism, War and History: The Debate over the Biology of War from 'The Origin of Species' to the First World War karya Paul Crook terbitan Universitas Cambridge. Crook menjelaskan bahwa dengan menggambarkan perang sebagai kebutuhan biologis, Darwinisme membentuk baik pembenaran formal bagi Perang Dunia I, maupun bagi berbagai kecenderungan suka perang dalam fasisme. Crook menulis:

Wacana Darwinis memberikan persetujuan pada sejumlah doktrin yang  mengagungkan kekuatan, status, elitisme, pendudukan dan penindasan. Berbagai perbedaan antara budaya, jender, golongan, dan ras direduksi menjadi perbedaan biologis, yang tertanam dalam diri manusia selama berabad-abad perjuangan selektif. Model konflik Darwin membangkitkan perhitungan-perhitungan militeris dan rasis yang memberikan persetujuan bagi perang dan perjuangan imperialis sebagaikebutuhan biologis.

Dari berbagai asumsi (Darwinis) semacam itu timbullah beraneka konsekuensi buruk… .. Perang diberi dalih… . Sebagaimana telah didebat oleh Frederick Wertham, jika kekerasan adalah sifat alami manusia, dan jika kita semua bersalah, maka tidak seorang pun yang harus disalahkan. Dan jika kita semua bertanggung jawab, maka tak seorang manusia pun yang harus bertanggung jawab… Perang Dunia I digambarkan sebagai usaha pemulihan terakhir bagi mitologi kebinatangan, yang disandikan dalam berbagai istilah teori genetika dan naluri dari neo-Darwinism.

Darwin berpikir untuk menggunakan ungkapan Hobbes perang alam sebagai heading pada bab tentang perjuangan hi dup dalam rancangan buku besarnya, Natural Selection… . Ia berbicara tentang makhluk hi dup yang saling menguasai satu sama lain: melalui penggunaan terus menerus bahasa teramat dramatis yang menggambarkan kehidupan organisme di alam sebagai semacam perang heroik, dengan adanya pertempuran, kemenangan, kelaparan, kemiskinan dan pengrusakan, Darwin mencitrakan suatu pertarungan besar untuk bertahan hidup sebuah citra yang melingkupi buku Origin.

Sebagaimana telah dinyatakan Crook, Darwin tidak hanya mengemukakan bahwa manusia adalah spesies keturunan hewan, tetapi juga menggambarkan perang dan konflik sebagai asal - usul spesies. Pemikiran yang keliru ini menjadi pembenaran bagi pelestarian perang dan ideologi konflik, tepatnya, demi perkembangan fasisme itu sendiri.

No comments:

Post a Comment