DARWINISME DAN KEBANGKITAN KEMBALI TAKHYUL PAGAN “EVOLUSI”
Salah
satu takhyul paganisme yang bertahan, namun baru mulai bangkit kembali di Eropa pada abad ke-18 dan 19,
adalah “teori
evolusi”, sebuah teori yang berpendapat bahwa semua makhluk hidup
menjadi ada di dunia ini sebagai hasil dari kejadian
kebetulan semata, dan kemudian berkembang dari satu makhluk ke makhluk lainnya.
Karena
pengabaian akan kehadiran Tuhan dan pemujaan terhadap berhala palsu rekaan mereka sendiri, kaum pagan
menjawab pertanyaan tentang bagaimana kehidupan
muncul di dunia dengan konsep ― evolusi‖.
Gagasan ini pertama kali terlihat
dalam prasasti Sumeria kuno, namun kemudian dibentuk lebih lanjut di Yunani kuno. Para filsuf pagan seperti
Tales, Anaksimander, dan Empedokles menyatakan
bahwa makhluk hidup, dengan kata lain manusia, hewan, dan tumbuhan, membentuk dirinya sendiri dari zat tak
bernyawa yakni udara, api dan air. Menurut teori-teori
mereka, makhluk hidup pertama muncul secara tiba-tiba di dalam air dan kemudian menyesuaikan diri di daratan.
Tales lama tinggal di Mesir, tempat tersebar luas
takhyul bahwa “makhluk
hidup membentuk dirinya sendiri dari lumpur”.
Orang-orang Mesir yakin bahwa begitulah terbentuknya
katak yang muncul saat air sungai Nil
surut.
Tales
mengadopsi takhyul tersebut dan berupaya memberi sejumlah argumen untuk mendukungnya. Ia mengemukakan
bahwa semua makhluk hidup muncul di dunia
ini oleh dan dari dirinya sendiri. Klaim-klaimnya ini hanyalah berdasarkan
teori, bukan dari percobaan ataupun penelitian.
Metode serupa dipraktikkan oleh para filsuf Yunani
kuno lainnya.
Anaksimander,
seorang murid Tales, mengembangkan teori evolusi, yang menimbulkan dua cara penting pemikiran
Barat. Pertama, bahwa alam semesta selalu ada dan akan terus ada
selama-lamanya. Kedua, gagasan bahwa makhluk hidup berevolusi satu sama lain, sebuah
gagasan yang secara perlahan-lahan mulai terbentuk
pada masa Tales. Karya tertulis pertama yang membicarakan teori evolusi adalah puisi klasik “Tentang Alam” ,
di mana Anaximander menulis bahwa makhluk hidup
muncul dari lumpur yang telah diuapkan oleh matahari. Ia mengira hewan-hewan pertama
hidup di laut, dan memiliki cangkang berduri dan bersisik. Begitu makhluk-makhluk mirip ikan ini
berevolusi, mereka pindah ke daratan, melepaskan cangkang
sisik mereka, dan menjadi manusia. Buku-buku filsafat melukiskan bagaimana Anaximander membentuk
dasar-dasar teori evolusi.
Kita
temukan bahwa Anaksimander dari Miletus (611-546 SM) mengemukakan gagasan evolusioner tradisional yang
sudah sangat lazim pada zamannya, bahwa kehidupan
pertama kali berevolusi dari sebentuk sup pre-biotik, dengan pertolongan sedikit cahaya matahari. Ia percaya bahwa
hewan-hewan pertama berkembang dari lumpur
laut yang telah diuapkan oleh sinar matahari. Ia juga yakin bahwa manusia merupakan keturunan ikan.
Pendeknya,
salah satu dari dua komponen pokok Darwinisme, yakni klaim bahwa makhluk
hidup berevolusi dari makhluk hidup lainnya sebagai hasil dari peristiwa kebetulan,
merupakan produk filsafat pagan. Unsur penting kedua dari teori Darwinisme, “perjuangan untuk bertahan hidup”, juga merupakan kepercayaan pagan. Para filsuf Yunani-lah yang
pertama kali mengemukakan adanya peperangan di
antara makhluk hidup untuk bertahan hidup di alam.
Gagasan
evolusi, yang diuraikan oleh para filsuf pagan tanpa melalui percobaan dan penelitian, namun hanya melalui
pemikiran abstrak, mulai terulang kembali pada abad
ke-18 di eropa. Dalam pemikiran pagan, konsep evolusi disebut “Rantai Kehidupan
yang Agung”, sebuah gagasan yang mempengaruhi oleh
para pembela awal teori evolusi
seperti para ilmuwan Prancis Benoit de Maillet, Pierre de Maupertuis, Comte de Buffon
dan Jean Baptiste L amarck. Dalam bukunya, Historie Naturelle,
Buffon menyatakan dirinya sebagai “orang
yang menguraikan doktrin Rantai
Kehidupan yang Agung, dengan manusia di puncak rantai”. Pandangan-pandangan evolusionis
Buffon diteruskan kepada Lamarck, dan akhirnya diwarisi oleh Charles Darwin.
Kakek
Charles Darwin, Erasmus Darwin, adalah seorang evolusionis yang menganut kepercayaan pagan. Erasmus
Darwin merupakan salah satu petinggi di pondokan
Masonik Canongate Kilwining yang terkenal di Edinburgh, Skotlandia. Ia juga memiliki hubungan dekat dengan kaum
Jacobin di Prancis dan organisasi Masonik
Illuminati, yang prinsip dasarnya adalah kebencian terhadap agama. Dari penelitian yang ia lakukan di taman
botanik seluas 8 hektar miliknya, Erasmus Darwin mengembangkan
gagasan-gagasan yang kemudian akan membentuk Darwinisme, yang terangkum dalam bukunya Kuil
Alam dan Zoonomia. Konsep “kuil alam” yang digunakan Erasmus merupakan testament
dari kepercayaan pagan yang ia ambil, sebuah
pengulangan kepercayaan pagan kuno bahwa alam memiliki daya kreasi.
No comments:
Post a Comment