KAUM FASIS DALAM DUNIA PAGAN
Pada
dasarnya, sebagai budaya pagan, agama dalam periode pra-Kristen adalah politeistik. Orang-orang Eropa meyakini
bahwa tuhan-tuhan palsu yang mereka sembah
melambangkan berbagai kekuatan atau aspek kehidupan, dan yang terpenting adalah para dewa perang,
sangat mirip dengan yang muncul di dalam hampir
setiap masyarakat pagan.
Tingginya
martabat para dewa perang dalam kepercayaan pagan karena masyarakat ini memandang kekerasan
sebagai suatu yang sakral. Orang-orang pagan pada
dasarnya biadab dan terus-menerus hidup dalam keadaan perang. Membunuh dan menumpahkan darah atas nama bangsa
mereka dianggap sebagai sebuah kewajiban
suci. Hampir segala macam kekejaman dan kekerasan dibenarkan dalam paganisme. Tidak ada dasar etika untuk
melarang kekerasan atau kekejaman. Bahkan Roma, yang dianggap sebagai negara “paling beradab” di dunia pagan, merupakan tempat di mana manusia dipaksa bertarung
hingga mati atau dicabik-cabik oleh binatang
buas. Kaisar Nero naik ke tahta dengan membunuh tak terbilang orang, termasuk ibu, istri, dan saudara tirinya
sendiri. Ia melemparkan para penganut Kristen ke
arena untuk dilahap binatang-binatang buas, dan menyiksa ribuan orang semata-mata karena
kepercayaan mereka. Salah satu contoh kebengisannya adalah bagaimana ia memerintahkan pembakaran
kota Roma, sembari bermain lira dan melihat
pemandangan mengerikan itu dari jendela istananya.
Meskipun
Roma terbenam dalam budaya kekerasan, bangsa-bangsa barbar dan pagan di utara, seperti Vandal, Goth dan
Visigoth, masih lebih biadab lagi. Di samping menjarah
Roma, mereka tetap saling menghancurkan. Di dunia pagan kekerasan berkuasa, segala jenis kebrutalan
diperbolehkan, dan etika sama sekali diabaikan.
Contoh
terbaik tentang “sistem
fasis” di dunia pagan, dalam pengertian modern, adalah negara-kota Sparta di
Yunani.
No comments:
Post a Comment