Powered By Blogger

Monday 6 May 2013

“AGAMA KRISTEN YANG RASIS” MILIK NAZI


“AGAMA KRISTEN YANG RASIS” MILIK NAZI

Walaupun sangat menentang agama, pada praktiknya, Nazi bertindak diplomatis terhadapnya. Tujuan mereka yang sebenarnya adalah memanfaatkan berbagai organisasi keagamaan sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan mereka. Hitler adalah musuh khusus dari Gereja Katolik, yang memandang semua penganut Kristen sebagai suatu komunitas supranasional. Sebagai gantinya, ia ingin mendirikan sebuah gereja untuk Jerman saja, dan secara bertahap, mengembangkan agama sebagai alat bagi fasisme Jerman. Dalam sebuah laporan berjudul Program Partai Nazi dan Pandangan Dunia, ideol og Nazi Gottfried Feder menulis:

Sudah tentu, suatu hari rakyat Jerman juga akan menemukan sebuah bentuk bagi pemahaman dan pengalamannya tentang Tuhan, sebuah bentuk yang dibangun oleh darah Nordiknya. Sudah tentu, setelah itu barulah trinitas darah, keimanan, dan negara menjadi sempurna.

Menurut cara pandang ini, agama perlu menjalin keselarasan dengan cita-citadarah dan negara, atau dengan kata lain ideol ogi Nazi yang rasis. Dalam Mein Kampf, Hitler menyimpulkan bagaimana agama dimani pulasi, Siapa pun yang ingin memenangkan massa yang luas harus mengetahui kunci yang membuka pintu ke dalam hati mereka.

Untuk menarik beragam komunitas, Hitler menggunakan istilah-istilah agama sebagai kunci ini, dan berupaya menggambarkan rasisme sebagai suatu cita-cita suci. Walaupun ia seorang Darwinis, yakni seorang yang menolak penciptaan oleh zat yang mahakuasa, ketika merumuskan propaganda rasisnya, Hitler merujuk kepada penciptaan, walaupun dengan menyimpangkannya, untuk digunakan sebagai pembenaran bagi rasisme. Sebagai contoh, di dalam Mein Kampf ia berkata:

Maka secara ringkas, hasil dari semua pencampuran rasial selalu sebagai berikut: (a) Penurunan tingkat ras yang lebih tinggi; (b) Kemunduran fisik dan intelektual dan oleh karenanya awal dari penyakit yang berjalan lambat namun pasti. Jadi, menyebabkan terjadinya perkembangan seperti itu tidak lain dari dosa melawan kehendak pencipta yang abadi.

Orang-orang yang menurunkan derajat diri mereka atau membiarkan hal itu terjadi pada diri mereka, berdosa melawan kehendak Tuhan, dan ketika puing-puing mereka dikangkangi oleh musuh yang lebih kuat, bukan ketidakadilan yang menimpa mereka, melainkan hanya pemulihan keadilan.

Penyimpangan cita-cita agama oleh Nazi seperti ini, dan pemanfaatannya untuk melayani ideologinya sendiri yang rasis, efektif hingga tingkatan tertentu, dengan peranan penting para pengurus sejumlah gereja Jerman yang oportunis dalam strategi tersebut. Orang-orang agama yang munafik ini, bekerja sama dengan Hitler, membantu menyebarkan propaganda Nazi dengan beberapa cara. Pada tahun 1933, ketika Hitler baru saja berkuasa, presiden Persatuan Jerman Katolik, Wakil Kanselir Franz von Papen, dalam pi datonya pada tanggal 2 November 1933, berkata, Tuhan yang pemurah telah memberkahi Jerman dengan memberinya seorang pemimpin pada masa-masa sukar, yang akan memimpinnya melewati segala kesulitan dan kelemahan, melewati semua krisis dan saat-saat penuh bahaya, dengan insting seorang negarawan, menuju masa depan yang bahagia. Beberapa orang lainnya juga telah memuji Hitler sebagai seorang yang terpilih khusus untuk menyelamatkan Jerman dari kemalangan historisnya dan memimpinnya ke masa depan yang cemerlang.

Sementara kaum Nazi menggaet sejumlah gereja untuk bekerja sama, mereka juga mencoba mengintimidasi gereja-gereja lain dengan tekanan dan rasa takut. Pada tahun 1932, seorang pastor Protestan Dietrich Bonhoffer berkhotbah di Berlin tentang kebenaran. Dia memuji pentingnya cinta sebagai lawan dari sistem rasis yang berdasarkan kepada kebencian. Dia dihukum mati oleh Nazi karena perilaku subversif ini.

Antara tahun 1933 dan 1939, sejumlah besar pendeta Katolik ditangkap. Erich Klausener, pemimpin Aksi Katolik Jerman, terbunuh saat pembersihan di tahun 1934. Media-media Katolik dilarang. Kaum Nazi juga menyerang sejumlah gereja Protestan.

Sebaliknya, kalangan kependetaan yang bersekongkol dengan ideologi Nazi diberi penghargaan. Salah seorang di antaranya adalah Dr. Hans Kerrl, Menteri Urusan Gereja bawahan Hitler. Dalam pidato yang disampaikan di depan para pemimpin gereja pada 13 Februari 1937, Dr. K errl secara terbuka menyatakan agama Kristen sebagai sebuah alat ideologi Nazi, Partai ini berakar pada dasar-dasar ajaran Kristen Positif, dan Kristen Positif adalah Sosialisme Nasional… Sosialisme Nasional adal ah pel aksanaan kehendak Tuhan.

Pada akhir tahun 1937 dan awal tahun 1938, kalangan pastor Protestan, yang menyerah pada terorisme Nazi, bersumpah setia pada Hitler, dan dengan demikian menyegel kekalahan kekuasaan agamawi. Dengan itu, Hitler melaksanakan dominasinya atas semua sendi kehidupan. Bahkan, gereja pun berada dalam genggamannya. Namun tujuan Hitler sebenarnya adalah untuk menyingkirkan semua agama ketuhanan, dan membawa Jerman seutuhnya kepada paganisme. Dalam sebuah dekrit rahasia yang dibuat pada Juni 1941, tujuan Nazi untuk menghancurkan agama dijelaskan sebagai berikut:

Semakin banyak orang yang harus dipisahkan dari gereja dan kaki tangannya, para pastor… Jangan pernah lagi ada kepemimpi nan masyarakat yang diserahkan pada gereja. Pengaruh ini harus dipatahkan sepenuhnya hingga tuntas. Yang memiliki hak untuk memimpin rakyat hanyalah pemerintahan Reich, dan melalui arahannya Partai, komponen-komponen dan unit-unitnya.

No comments:

Post a Comment