Powered By Blogger

Wednesday, 3 April 2013

EKSPERIMEN MILLER HANYA AKAL-AKALAN


EKSPERIMEN MILLER HANYA AKAL-AKALAN

Eksperimen Miller berusaha membuktikan bahwa asam amino dapat terbentuk dengan sendirinya dalam 
kondisi bumi purba. Namun, eksperimen ini tidak konsisten dalam sejumlah hal:


1. Dengan menggunakan mekanisme cold trap, Miller mengisolasi asam-asam amino dari 
lingkungannya segera setelah mereka terbentuk. Jika dia tidak melakukannya, kondisi lingkungan 
tempat asam amino terbentuk akan segera menghancurkan molekul ini.


Tentu saja mekanisme isolasi yang disengaja seperti ini tidak ada dalam kondisi bumi purba. Tanpa 
mekanisme seperti ini, kalaupun ada satu asam amino terbentuk, ia akan segera hancur. Seorang ahli
kimia, Richard Bliss, mengungkapkan kontradiksi ini sebagai berikut: "Benar, tanpa cold trap, senyawa kimia yang dihasilkan akan dihancurkan oleh aliran listrik."

Memang, dalam percobaan sebelumnya dengan bahan-bahan yang sama tetapi tanpa mekanisme cold trap, Miller tidak dapat membentuk satu pun asam amino.

2. Lingkungan atmosfir purba yang disimulasikan Miller dalam eksperimennya tidak realistis. Pada tahun 1980-an, para ilmuwan sepakat bahwa yang seharusnya terdapat pada lingkungan artifisial tersebut adalah nitrogen dan karbon dioksida, bukannya metan dan amonia. Setelah bungkam cukup lama, Miller sendiri mengakui pula bahwa kondisi atmosfir dalam eksperimennya tidak realistis.

Jadi mengapa Miller berkeras menggunakan gas-gas ini? Jawabannya sederhana: tanpa amonia, mustahil mensintesis asam amino. Kevin McKean mengungkapkan hal ini dalam sebuah artikel yang dimuat dalam majalah Discover:

Miller dan Urey meniru atmosfir bumi dahulu kala dengan campuran metan dan amonia. Menurut mereka, bumi merupakan campuran homogen dari logam, batuan dan es. Namun, dalam penelitian terakhir terungkap bahwa pada saat itu bumi sangat panas dan terbentuk dari nikel dan besi cair. Jadi, atmosfir kimiawi saat itu seharusnya didominasi nitrogen (N2), karbon dioksida (CO2) dan uap air (H20). Tetapi gas-gas ini bukan gas-gas yang tepat untuk mensintesis senyawa organik, seperti metan dan amonia.

Dua orang ilmuwan Amerika, J.P. Ferris dan C.T. Chen, mengulang eksperimen Stanley Miller dengan kondisi atmosfir terdiri dari karbon dioksida, hidrogen, nitrogen dan uap air. Mereka tidak mampu menghasilkan satu pun molekul asam amino.

3. Hal penting lain yang mengugurkan eksperimen Miller adalah bahwa atmosfir bumi mengandung cukup banyak oksigen untuk menghancurkan semua asam amino yang terbentuk. Fakta yang diabaikan Miller ini terungkap dari sisa-sisa besi dan uranium yang teroksidasi dalam batuan yang diperkirakan berumur 3,5 miliar tahun.

Temuan-temuan lain menunjukkan bahwa kandungan oksigen pada saat itu jauh lebih besar daripada yang dinyatakan evolusionis. Penelitian-penelitian juga menunjukkan bahwa pada saat itu bumi teradiasi ultraviolet 10.000 kali lebih besar daripada perkiraan evolusionis. Radiasi ultra-violet yang intens ini membebaskan oksigen dengan cara menguraikan uap air dan karbon dioksida dalam atmosfir.

Situasi ini secara telak membantah eksperimen Miller yang sama sekali mengabaikan oksigen. Jika oksigen digunakan dalam eksperimen tersebut, metan akan terurai menjadi karbon dioksida dan air, dan amonia menjadi nitrogen dan air. Selain itu, dalam lingkungan tanpa oksigen, juga tidak akan ada lapisan ozon. Tanpa perlindungan lapisan ozon, asam-asam amino akan segera hancur oleh sinar ultraviolet yang sangat intens. Dapat dikatakan, dengan atau tanpa oksigen di bumi purba, hasilnya sama, lingkungan yang sangat destruktif bagi asam amino.

4. Pada akhir eksperimen Miller, terbentuk banyak asam organik yang bersifat merusak struktur dan fungsi makhluk hidup. Jika asam amino tidak diisolasi dan tetap berada di dalam lingkungan yang sama dengan senyawa-senyawa ini, reaksi kimia yang terjadi akan menghancurkan atau mengubah asam amino menjadi senyawa lain.


Selain itu, di akhir eksperimen ini terbentuk sejumlah besar asam amino Dextro.16 Keberadaan asam amino 
ini dengan sendirinya menyangkal teori evolusi, karena asam amino Dextro tidak berfungsi dalam 
pembentukan sel makhluk hidup. Kesimpulannya, kondisi-kondisi di mana asam amino terbentuk dalam 
eksperimen Miller, tidak cocok bagi kehidupan. Kenyataannya, medium ini merupakan campuran asam yang 
meng-hancurkan dan mengoksidasi molekul-molekul berguna yang diperoleh.




Semua fakta ini menunjukkan satu hal yang jelas: eksperimen Miller tidak dapat digunakan sebagai 
bukti bahwa makhluk hidup terbentuk secara kebetulan dalam kondisi bumi purba. Keseluruhan 
eksperimen ini tidak lebih dari sebuah eksperimen laboratorium yang terkontrol dan terarah untuk 
mensintesis asam amino. Jumlah dan jenis gas dalam eksperimen ini secara ideal ditentukan agar asam 
amino terbentuk. Jumlah energi yang disalurkan ke dalam sistem diatur dengan tepat agar reaksi yang 
diperlukan terjadi. Peralatan eksperimen diisolasi sehingga tidak terkontaminasi unsur-unsur lain yang 
berbahaya, destruktif, atau menghalangi pembentukan asam amino. Padahal unsur-unsur seperti ini 
kemungkinan besar ada dalam kondisi bumi purba. Unsur-unsur, mineral atau senyawa kimia yang ada
pada kondisi purba dan berkemungkinan mengubah reaksi tidak dimasukkan dalam eksperimen. Oksigen yang men-cegah pembentukan asam amino dengan oksidasi hanya salah satu dari unsur-unsur destruktif ini. Bahkan dalam kondisi laboratorium ideal, mustahil asam amino yang terbentuk bertahan dan terhindar dari kerusakan tanpa mekanisme cold trap.

Nyatanya, evolusionis sendiri menyangkal teori evolusi, karena yang dibuktikan oleh eksperimen ini adalah: asam amino hanya dapat dihasilkan dalam lingkungan laboratorium terkendali di mana semua kondisi dirancang khusus oleh intervensi yang disengaja. Berarti, kekuatan yang dapat menghasilkan kehidupan sudah pasti bukan peristiwa kebetulan, tetapi penciptaan yang disengaja.

Evolusionis tidak menerima bukti ini karena ketaatan buta mereka ke-pada praduga yang benar-benar tidak ilmiah. Yang menarik, Harold Urey, yang melakukan eksperimen ini bersama mahasiswanya Stanley Miller, membuat pengakuan sebagai berikut:

Kami semua yang mempelajari asal usul kehidupan mendapati bahwa semakin kami mengamati, semakin kami merasa bahwa kehidupan terlalu kompleks untuk berevolusi dari mana pun. Kami semua percaya, sebagai suatu ketaatan, bahwa kehidupan berevolusi dari benda mati di bumi ini. Hanya saja kompleksitasnya begitu besar, sehingga sulit bagi kami membayangkan evolusi kehidupan.

No comments:

Post a Comment