DIVERGENSI ADAPTIF
Ketika dua populasi beradaptasi ke dua lingkungan yang
berbeda, mereka akan mengakumulasi perbedaan dalam kumpulan gen, yaitu dalam
hal perbedaan dalam frekuensi alel dan genotip. Dalam rangkaian perbedaan
adaptif gradual dua kumpulan gen, sawar reproduktif di antara kedua populasi
itu bisa berevolusi secara kebetulan, sehingga membedakan populasi itu menjadi
dua spesies.
Suatu ide pokok dalam evolusi akibat divergensi adalah
bahwa sawar reproduktif dapat muncul tanpa harus sidukung langsung oleh seleksi
alam, sehingga spesiasi tidak terjadi demi kebaikan organisme itu sendiri.
Isolasi reproduktif umumnya merupakan hasil sekunder perubahan dua populasi
ketika mereka beradaptasi ke lingkungan yang berbeda. Sebagai contoh, sawar
pascazigotik bisa disebabkan oleh gen dengan efek fenotippik ganda. Pada salah
satu kasus seperti itu, hibrida laoratorium antara dua spesies Drosophila yang sangat dekat
kekerabatannya, D. melanogaster dan D.simulans hanya mewarisi dua perangkat
aktifdari dua perangkat gen yang diperlukan untuk sintesis RNA ribosom. Efek sampingnya
adalah daya tahan hidup hibrida itu menjadi sangat rendah, dan menjadi sawar
pascazigotik antara dua spsedies tersebut.
Sawar prazigotik dapat pula berkembang sebagai efek
samping dari divergensi genetik secara bertahap pada dua populasi. Sebagai
contoh, jika suatu perubahan dalam frekuensi gen memungkinkan suatu populasi
spesies serangga menyesuaikan diri lebih baik dengan tumbuhan inang yang
berbeda dibandingkan dengan populasi spesies serangga lain, maka sawar habitat
yang mencegah kawin silang dengan populasi lain merupakan efek samping.
Terdapat kasus di mana isolasi reproduktif berevolusi
lebih langsung akibat seleksi seksual dalam populasi yang terisolasi. Seleksi
seperti itu bisa jadi teah membantu memisahkan Drosophila di Kepulauan Hawaii menjadi ratusan spesies. Sebagai
contoh, kepala lebat D. heteroneura
jantan meningkatkan keberhasilan reproduksi dengan betina spesies yang sama,
tetapi tidak memungkinkan percumbuan yang berhasil dengan betina dari spesies
lain. (gambar 3) Akan tetapi, bahkan ketika seleksi seksual mengakibatkan sawar
reproduktif, sawar seperti itu berkembang sebagai adaptasi yang meningkatkan
keberhasilan reproduktif di dalam satu populasi, bukan sebagai faktor yang
menghalangi perkawinan silang dengan populasi lain.
Sebagaimana teah kita bahas, kritik utama pada konsep
spesies biologis adalah mengenai penekanannya pada isolasi reproduktif.
Sekarang kita melihat bahwa sawar reproduktif dapat merupakan efek samping
spesiasi melalui divergensi adaptif. Sebaliknya, karakteristik yang ditekankan
oleh konsep spesies pengenalan, yaitu karakteristik yang memaksimalkan
keberhasilan perkawinan dengan anggota populasi yang sama sebenarnya
dipengaruhi oleh seleksi alam. Bagi beberapa ahli biologi evolusi, hal ini
merupakan alasan untuk lebih memilih konsep pengenalan.
No comments:
Post a Comment