EVOLUSI
ASAM AMINO
Pada tahun 1953, Stanley Miller yang
mendapat bimbingan dari Harold Urey membuat suatu alat untuk merekonstruksi
keadaan atmosfer purba untuk menggambarkan evolusi kimia dari beberapa molekul
prekursor biologis. Miller menciptakan suatu sirkulasi uap air dan beberapa gas
(CH4, NH3, dan H2) melalui ruang yang
dialiri listrik bertegangan tinggi (yang merupakan simulasi petir saat itu).
Setelah beberapa hari, senyawa yang dihasilkan dari eksperimen tersebut
dianalisis dan ditemukan sedikitnya 10 asam amino yang berbeda, beberapa
aldehid, dan hidrogen sianida. Eksperimen serupa yang dilakukan oleh para
ilmuwan dari generasi selanjutnya menghasilkan berbagai blok pembangun polimer
biologis lainnya yang serupa dengan hasil percobaan Miller.
Sidney Fox beserta koleganya
melakukan percobaan dengan cara memanaskan asam amino dalam keadaan anhidrik
dengan suhu 160-210oC dan percobaan ini menghasilkan asam-asam amino yang
terpolimerisasi yang rantai serupa protein yaang disebut ”proteinoid”.
Proteinoid yang ditemukan tersebut mempunyai struktur bercabang dan saat
dimasukkan ke dalam air menunjukkan beberapa sifat biologis seperti aktivitas
enzimatik dan rentan terhadap proteinase.
Peptida-peptida serupa juga dapat
disintesis dari asam amino dari tanah liat ”clay”. Clay mengandung berbagai
lapisan yang berselang-seling dan tersusun atas ion anorganik dan H2O. Struktur
tanah liat semacam ini dapat menarik molekul-molekul organik dengan sangat kuat
dan memicu terjadinya reaksi-reaksi kimia di antara molekul-molekul tersebut.
Sebuah simulasi di laboratorium menunjukkan bahwa polipeptida dapat ditemukan
pada proses-proses tersebut.
Ketika sebuah molekul proteinoid dipanaskan di dalam air dan
kemudian di dinginkan, maka selanjutnya akan terbentuk partikel kecil berbentuk
bola yang disebut mikrosfer. Mikrosfer
tersebut mempunyai ukuran dan bentuk yang kira-kira sama
dengan bakteri berbentuk coccus. Beberapa di antaranya dapat
tumbuh (mengalami pertambahan massa) melalui penambahan
proteinoid dan lipid. Kemudian terjadi proliferasi
melalui pembelahan biner ataupun budding.
Menerangkan bahwa
terbentuknya senyawa organik terjadi secara bertahap dimulai dari bereaksinya
bahan-bahan anorganik yang terdapat di dalam atmosfer primitif dengan energi
halilintar membentuk senyawa-senyawa organik kompleks. Stanley Miller mencoba mensimulasikan
kondisi atmosfer purba di dalam skala laboratorium. Ia merancang alat yang
seperti terlihat dalam gambar di bawah ini.
Miller memasukkan gas
H2, CH4 (metan), NH3 (amonia) dan air ke dalam alat. Air dipanasi sehingga uap
air bercampur dengan gas-gas tadi. Sebagai sumber energi yang bertindak sebagai
"halilintar" agar gas-gas dan uap air bereaksi, digunakan lecutan
aliran listrik tegangan tinggi. Ternyata timbul reaksi, terbentuk senyawa-senyawa
organik seperti asam amino, adenin dan gula sederhana seperti ribosa.Hasil
percobaan di atas memberi petunjuk bahwa satuan-satuan kompleks di dalam sistem
kehidupam seperti lipid, gula, asam amino, nukleotida dapat terbentuk di bawah
kondisi abiotik.
“Yang menjadi
masalah utama adalah belum dapat terjawabnya bagaimana mekanisme peralihan dari
senyawa kompleks menjadi makhluk hidup yang paling sederhana”
Tujuan Stanley Miller
adalah mengajukan penemuan eksperimental yang menunjukkan bahwa asam amino, bahan
pembangun protein, dapat muncul "secara kebetulan" di bumi yang tidak
berkehidupan miliaran tahun lalu.
Dalam eksperimennya,
Miller menggunakan campuran gas yang diasumsikan terdapat di bumi purba (yang
kelak terbukti tidak realistis) terdiri dari amonia, metan, hidrogen dan uap
air. Karena dalam kondisi alamiah gas-gas ini tidak saling bereaksi, Miller
memberikan stimulasi energi untuk memulai reaksi antara gas-gas tersebut.
Dengan menganggap energi ini bisa berasal dari kilat dalam atmosfir purba, ia meng-gunakan
sumber penghasil listrik buatan untuk menyediakan energi tersebut.
Miller mendidihkan
campuran gas ini pada suhu 100°C selama seminggu, dan sebagai tambahan dia
mengalirkan arus listrik. Di akhir minggu, Miller menganalisis senyawa-senyawa kimia
yang terbentuk di dasar gelas percobaan dan menemukan tiga dari 20 jenis asam
amino, bahan dasar protein telah tersintesis.
Eksperimen ini
membangkitkan semangat evolusionis dan dianggap sebagai sukses besar. Dalam
luapan kegembiraan, berbagai terbitan memasang tajuk utama seperti "Miller
menciptakan kehidupan". Akan tetapi, molekul-molekul yang berhasil
disintesis Miller ternyata hanya beberapa molekul "tidak hidup".
Didorong oleh
eksperimen ini, evolusionis segera membuat skenario baru. Hipotesis tahap
lanjutan tentang pembentukan protein segera dirumuskan. Menurut mereka,
asam-asam amino kemudian bergabung dalam urutan yang tepat secara kebetulan
untuk membentuk protein. Sebagian protein-protein yang terbentuk secara
kebetulan ini menempatkan diri mereka dalam struktur seperti membran yang
"entah bagaimana" muncul dan membentuk sel primitif. Sel-sel kemudian
bergabung dan membentuk organisme hidup. Akan tetapi, eksperimen Miller hanya
akal-akalan dan telah terbukti tidak benar dalam segala aspek.
No comments:
Post a Comment