Powered By Blogger

Monday, 6 May 2013

FIR‟AUN: KARAKTER FASIS YANG DIKISAHKAN DI DALAM AL QURAN


FIRAUN: KARAKTER FASIS YANG DIKISAHKAN DI DALAM AL QURAN

Karakteristik nyata dari para pemimpin fasis adalah kecenderungan mereka untuk mendirikan rezim di atas ketakutan dan penindasan. Mereka cenderung mengintimidasi rakyat mereka dengan ancaman, represi, dan penyiksaan, dan kemudian mengendalikan mereka sesuka hatinya. Inilah yang terjadi pada hampir semua rezim fasis. Mereka yang mengikutinya adalah orang-orang yang mendukung kekuatan alih-alih kebenaran. Yang dengan mudah tunduk di hadapan kebrutalan, dan merupakan jenis jiwa-jiwa lemah yang dapat dengan mudah diarahkan ke mana saja yang diinginkan penguasa. K ejahilan memainkan peranan penting di sini.

Di dalam Al Quran, Allah memberikan sebuah contoh dari seorang diktator dan jenis masyarakat yang setia kepadanya yakni: Mesir di jaman Fir‘aun.

Fir‘aun yang memerintah Mesir pada jaman Nabi Musa membangun sistem yang sepenuhnya berdasarkan pada penindasan. Dua tidak ragu untuk menggunakan kekuatan dan kekejaman, sebagaimana dilakukan semua pemimpin fasis untuk memperkuat otoritas mereka.

Jika kita kaji apa yang disebutkan Al Quran tentang Fir‘aun, kita melihat sebuah kemiripan yang mengejutkan dengan para pemimpin fasis modern. Seperti para pemimpin fasis di masa kini, Fir‘aun membagi rakyat di negerinya ke dalam kelaskelas, dan membantai sebagian dari mereka:

“Kami membacakan kepadamu sebagian dari kisah Musa dan F ir'aun dengan
benar untuk orang-orang yang beriman. Sesungguhnya Fir'aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Fir'aun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. 28: 3-4)

Ciri khas lain yang mengejutkan dari rezim Fir‘ aun adalah penggunaan kekuatan militer terhadap rakyatnya sendiri, dengan cara yang serupa dengan kaum fasis modern. Misalnya, dia mengirimkan tentaranya untuk mencegah kepergian bani Israil dan Nabi Musa. Al Quran berulang kali menggunakan ungkapan Fir‘aun dan bala tentaranya ketika berbicara tentang pemerintahannya, yang menunj ukkan bahwa Fir‘ aun memimpi n sebuah pemerintahan militer.

Kemiripan lainnya antara Fir‘ aun dan kaum fasis masa kini adalah cara mereka menggambarkan diri sendiri sebagai makhluk suci. Pendewaan pemimpin yang dilakukan ol eh rezim Hitler dan Mussolini juga dilakukan secara terbuka oleh Fir‘aun:

“Dan berkata Fir'aun: „Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku.“(QS. 28: 38)

“Dan F ir'aun berseru kepada kaumnya berkata: „Hai kaumku, bukankah kerajaan Mesir ini kepunyaanku dan sungai-sungai ini mengalir di bawahku; maka apakah kamu tidak melihat?.” (QS. Az-Zukhruf, 43: 51)

Ayat tersebut juga menunj ukkan bahwa Fir‘ aun menyampaikan pidato yang tajam dan mengintimidasi rakyatnya, ciri khas paling khusus dari metode propaganda yang digunakan para diktator fasis seperti Hitler dan Mussolini.

Ketika Fir‘aun tengah memaksa rakyatnya untuk mengikuti ke mana pun ia membawa mereka, nabi yang sejati, yakni Nabi Musa datang untuk menyampaikan kebenaran kepada rakyat Mesir dan mengajak mereka ke jalan yang lurus. Namun mereka takut untuk mengikuti Musa, dan tetap setia pada Fir‘aun yang mereka anggap lebih kuat:

“Maka tidak ada yang beriman kepada Musa, melainkan pemuda-pemuda dari
kaumnya dalam keadaan takut bahwa Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya akan menyiksa mereka. Sesungguhnya Fir'aun itu berbuat sewenang-wenang di muka bumi. Dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang melampaui batas. “ (QS. Y unus, 10: 83)

Tampaklah, sebagian dari orang-orang yang mungkin saja mempercayai Nabi Musa tidak mampu melakukannya karena takut menyebabkan kemarahan Fir‘aun dan para pengikutnya. Hal ini memperlihatkan bahwa rezim Fir‘aun adalah rezim yang menindas rakyat semata-mata karena kepercayaan mereka, sebuah karakteristik fundamental fasisme.

Kesamaan lain antara Fir‘aun dan para pemimpin fasis kontemporer adalah diskriminasi dan perlakuan rasis mereka terhadap rakyat. Cara pandang rasis dari kaum fasis modern dapat juga ditemukan pada Fir‘aun. Seperti halnya pemimpin-pemimpin anti Semit di zaman modern, Fir‘aun juga menganggap bangsa Israel sebagai ras rendahan, dan menghina nabi Musa dan Harun di hadapan bangsa mereka sendiri, bani Israel. Inilah salah satu kata-kata Fir‘aun dan para pembesarnya:

“Dan mereka berkata: "Apakah kita percaya kepada dua orang manusia seperti
kita, padahal kaum mereka adalah orang-orang yang menghambakan diri kepada kita?" (QS. Al Muminuun, 23:47)

Dari contoh-contoh yang telah dikemukakan, jelas terlihat adanya persamaan penting antara sistem Fir‘ aun dan sistem yang digunakan rezim-rezim fasis di masa kini. Persamaan-persamaan ini tidak hanya terbatas pada sistem pemerintahan, melainkan juga pada rakyat yang diperintah sistem tersebut. Tentu saja, mayoritas rakyat yang di biarkan oleh Fir‘ aun dan patuh pada aturannya, sebenarnya menyadari bahwa mereka melakukan hal yang salah, dan bahwa Nabi Musa membawa kebenaran. Namun, karena merasa Fir‘ aun sangat kuat, dan merupakan pemimpin mereka, mereka menganggap tidak punya pilihan lain. Mereka jatuh ke bawah pengaruh kekuatan dan kekuasaan yang kejam. Mereka mempercayai prinsip “kekuatan adalah kebenaran”, meski pemilik seluruh kekuatan dan kekuasaan adalah Tuhan. Karena tak mampu memahami ini, mereka beserta Fir‘ aun pada akhirnya mendapatkan kehinaan yang menyakitkan, baik di dunia maupun akhirat. Al Quran menjelaskan balasan yang akan diterima orang-orang seperti ini:

Maka Kami hukumlah Fir'aun dan bala tentaranya, lalu Kami lemparkan mereka
ke dalam laut. Maka lihatlah bagaimana akibat orang-orang yang zalim. Dan Kami jadikan mereka pemimpin-pemimpin yang menyeru ke neraka dan pada hari kiamat mereka tidak akan ditolong. “ (QS. 28:40-42)

Akhir hidup yang dialami oleh para pemimpin fasis sama buruknya dengan yang dialami Fir‘aun. Hitler bunuh diri, dan Mussolini dihukum mati oleh rakyatnya sendiri. Kekejaman yang mereka lakukan untuk mengangkat diri mereka sendiri hanya membawa mereka kepada kehinaan. Mereka menjadi orang-orang yang diingat dengan rasa muak oleh generasi berikutnya. Selanjutnya, kehinaan di akhirat akan jauh lebih besar lagi. Namun, harus diingat bahwa siksaan akhirat tidak hanya terbatas untuk mereka saja, melainkan juga bagi para pengikut mereka. Kebenaran ini dinyatakan dalam Al Quran:

“Dan mereka semuanya akan berkumpul menghadap ke hadirat Allah, lalu berkatalah orang-orang yang lemah kepada orang-orang yang sombong: „Sesungguhnya kami dahulu adalah pengikut-pengikutmu, maka dapatkah kamu menghindarkan daripada kami azab Allah sedikit saja? Mereka menjawab: „Seandainya Allah memberi petunjuk kepada kami, niscaya kami dapat memberi petunjuk kepadamu. Sama saja bagi kita, apakah kita mengeluh ataukah bersabar. Sekali-kali kita tidak mempunyai tempat untuk melarikan diri .” (QS. Ibrahim, 14:21)

Banyak diktator telah membentuk rezim lalim di dunia ini, dengan rakyat yang membungkukkan badan kepada mereka, karena pengaruh kekuasaan kejam, kekerasan, ketakutan dan dominasi, atau sebagaimana disebutkan Al Quranmenuruti perintah semua penguasa yang sewenang-wenang lagi menentang (QS. Huud, 11: 59). Allah menampakkan kesalahan besar yang telah dilakukan para pemimpin dan rakyatnya ini:

“Dan telah datang Fir'aun dan orang-orang yang sebelumnya dan negeri-negeri yang dijungkir balikkan karena kesalahan yang besar. Maka mereka mendurhakai rasul Tuhan mereka, lalu Allah menyiksa mereka dengan siksaan yang sangat keras. “ (QS. 69: 9-10)

No comments:

Post a Comment