SELEKSI TRANSFORMAN DAN SELEKSI REKOMBINAN
Oleh
karena DNA yang dimasukkan ke dalam sel inang bukan
hanya DNA rekombinan, maka kita harus melakukan seleksi untuk memilih sel inang transforman yang
membawa DNA rekombinan.
Selanjutnya, di antara sel-sel transforman yang membawa
DNA rekombinan masih harus dilakukan seleksi untuk mendapatkan sel yang DNA rekombinannya
membawa fragmen sisipan
atau gen yang diinginkan. Pada dasarnya ada tiga kemungkinan yang dapat terjadi setelah transformasi
dilakukan, yaitu (1) sel inang tidak
dimasuki DNA apa pun atau berarti transformasi gagal, (2) sel inang dimasuki vektor religasi atau
berarti ligasi gagal, dan (3) sel inang
dimasuki vektor rekombinan dengan/tanpa fragmen sisipan atau gen yang diinginkan. Untuk membedakan
antara kemungkinan pertama
dan kedua dilihat perubahan sifat yang terjadi pada sel inang. Jika sel inang memperlihatkan dua sifat
marker vektor, maka dapat dipastikan
bahwa kemungkinan kedualah yang terjadi. Selanjutnya, untuk membedakan antara kemungkinan
kedua dan ketiga dilihat pula perubahan
sifat yang terjadi pada sel inang. Jika sel inang hanya memperlihatkan salah satu sifat di
antara kedua marker vektor, maka dapat
dipastikan bahwa kemungkinan ketigalah yang terjadi.
Seleksi
sel rekombinan yang membawa fragmen yang diinginkan
dilakukan dengan mencari fragmen tersebut menggunakan fragmen pelacak (probe), yang
pembuatannya dilakukan secara in vitro menggunakan teknik reaksi polimerisasi berantai atau polymerase
chain reaction
(PCR).
Penjelasan lebih rinci tentang teknik PCRI. Pelacakan fragmen yang diinginkan
antara lain dapat dilakukan
melalui cara yang dinamakan hibridisasi koloni. Koloni-koloni sel rekombinan
ditransfer ke membran nilon, dilisis
agar isi selnya keluar, dibersihkan protein dan remukan sel lainnya hingga tinggal tersisa DNAnya
saja. Selanjutnya, dilakukan fiksasi
DNA dan perendaman di dalam larutan pelacak. Posisi-posisi DNA yang terhibridisasi oleh fragmen
pelacak dicocokkan dengan posisi
koloni pada kultur awal (master plate). Dengan demikian, kita bisa menentukan koloni-koloni sel
rekombinan yang membawa fragmen
yang diinginkan.
Teknologi
yang dikenal sebagai teknologi DNA rekombinan merupakan
suatu upaya perbanyakan gen tertentu di dalam suatu sel lain atau lebih dikenal dengan kloning
gen, sehingga dalam hal ini terjadi
pembentukan kombinasi materi genetik yang baru dengan menyisipkan molekul DNA ke dalam suatu
vektor sehingga memungkinkannya
untuk terintegrasi dan mengalami perbanyakan di dalam
suatu sel organisme lain yang berperan sebagai sel inang. Dalam hal ini perlu dilakukan beberapa
teknik yaitu teknik isolasi DNA,
teknik pemutusan DNA dengan menggunakan enzim retriksi endonuklease, teknik penyambungan DNA
dan teknik pemasukan DNA
ke dalam sel lain. Dalam penggunaan DNA rekombinan ini memungkinkan didapatkannya produk dengan
gen tertentu dalam waktu
yang lebih cepat dan dalam jumlah yang besar daripada perlakuan secara konvensional.
Dalam
perlakuan dengan menggunakan DNA rekombinan ini dilakukan
beberapa tahapan yang tercakup semua teknik di atas:
1.
Isolasi DNA yang diawali dengan melakukan perusakan serta penghilangan dinding sel. Dalam proses
ini dapat dilakukan secara mekanis
ataupun dengan cara enzimatis. Setelah perusakan sel telah dilakukan, langkah selanjutnya
adalah pelisisan sel hal ini dapat
dilakukan dengan menggunakan buffer nonosmotik, serta deterjen yang kuat seperti triton X-100
atau dengan sodium dodesil
sulfat (SDS). Remukan sel yang diakibatkan oleh lisisnya sel dibuang dengan melakukan sentrifugasi
sehingga bisa dibedakan antara
bagian yang rusak serta organel target. Yang pada
akhirnya didapatlkan DNA yang nantinya dilakukan pemurnian
dengan penambahan amonium asetat dan alkohol. Teknik
isolasi DNA ini dapat diaplikasikan untuk DNA genomik maupun DNA vektor, khususnya plasmid.
Plasmid pada umumnya berada dalam
struktur tersier yang sangat kuat atau dikatakan
mempunyai bentuk covalently closed circular sedangkan DNA kromosom ikatan antara kedua
untaiannya lebih longgar. Hal
ini akan menyebabkan DNA plasmid lebih rentan terhadap terjadinya denaturasi protein apabila
dibandingkan dengan DNA kromosom.
Tahap kedua dalam kloning gen adalah pemotongan molekul
DNA, baik genomik maupun plasmid. Perkembangan teknik
pemotongan DNA berawal dari saat ditemukannya sistem restriksi dan modifikasi DNA pada
bakteri E. coli, yang berkaitan dengan
infeksi virus atau bakteriofag lambda. Virus l digunakan untuk menginfeksi dua strain E. coli,
yakni strain K dan C. Jika l yang
telah menginfeksi strain C diisolasi dari strain tersebut dan kemudian digunakan untuk mereinfeksi
strain C, maka akan diperoleh
l progeni (keturunan) yang lebih kurang sama banyaknya
dengan jumlah yang diperoleh dari infeksi pertama. Dalam hal ini, dikatakan bahwa efficiency
of plating (EOP) dari strain C ke
strain C adalah 1. Namun, jika l yang diisolasi dari strain C digunakan untuk menginfeksi strain K,
maka nilai EOP-nya hanya
10-4. Artinya, hanya ditemukan l progeni sebanyak 1/10.000 kali jumlah yang diinfeksikan. Sementara
itu, l yang diisolasi dari strain
K mempunyai nilai EOP sebesar 1, baik ketika direinfeksikan
pada strain K maupun pada strain C. Hal ini terjadi karena adanya sistem
restriksi/modifikasi (r/m) pada strain K.
2.
Selanjutnya adalah pemotongan DNA dengan menggunakan enzim restriksi endonuklease. Pemutusan
ini dilakukan di dalam strain
tertentu yang bertujuan untuk mencegah agar tidak merusak DNA. Selain itu strain tersebut juga
mempunyai suatu sistem modifikasi
yang menyebabkan pemutusan basa pada urutan tertentu
yang merupakan recognition sites bagi enzim restriksi tersebut. Pemotongan DNA genomik dan DNA
vektor dengan menggunakan enzim
restriksi ini harus menghasilkan ujung-ujung potongan
yang kompatibel dalam arti setiap fragmen DNAnya harus
dapat disambungkan dengan DNA vektor yang sudah berbentuk
linier.
3.
Tahap penyambungan DNA terdapat beberapa cara, yaitu penyambungan dengan menggunakan enzim
DNA ligase dari bakteri,
penyambungan dengan menggunakan DNA ligase dari sel E. coli yang
telah diinfeksi dengan bakteriofag T4 atau sering disebut
dengan enzim T4 ligase. Serta dengan pemberian enzim deoksinukleotidil transferase untuk
menyintesis untai tunggal homopolimerik
3’. Dengan untai tunggal semacam ini akan diperoleh
ujung lengket buatan, yang selanjutnya dapat diligasi menggunakan DNA ligase. Aktiviotas enzim
ini berada pada suhu 37
oC. namun, proses penyambungan biasa dilakukan pada suhu 4 dan 15oC.
4.
Tahap berikutnya adalah analisa terhadap hasil pemotongan DNA genomik dan DNA vektor serta analisis
hasil ligasi molekul-molekul DNA dengan menggunakan teknik
elektroforesis. Hasil dari
penyambungan ini dimasukkan ke dalam sel inang agar dapat diperbanyak dengan cepat. Dalam hal ini
pada campuran reaksi tersebut
selain terdapat molekul DNA rekombinan, juga ada sejumlah
fragmen DNA genomik dan DNA plasmid yang tidak terligasi
satu sama lain. Tahap memasukkan campuran reaksi ligasi
ke dalam sel inang ini dinamakan transformasi. Sehingga diharapkan sel inang mengalami perubahan
sifat tertentu setelah dimasuki
molekul DNA rekombinan.
5.
Tahap selanjutnya adalah seleksi transforman dan seleksi rekombinan. Cara seleksi sel transforman
akan diuraikan lebih rinci
pada penjelasan tentang plasmid. Pada dasarnya ada tiga kemungkinan yang dapat terjadi setelah
transformasi dilakukan, yaitu
sel inang tidak dimasuki DNA apa pun atau berarti transformasi
gagal,sel inang dimasuki vektor religasi atau berarti ligasi gagal, dan sel inang dimasuki
vektor rekombinan dengan atau
tanpa fragmen sisipan atau gen yang diinginkan. Untuk membedakan antara kemungkinan pertama
dan kedua dilihat perubahan
sifat yang terjadi pada sel inang. Jika sel inang memperlihatkan
dua sifat marker vektor, maka dapat dipastikan bahwa
kemungkinan kedualah yang terjadi. Seleksi sel rekombinan
yang membawa fragmen yang diinginkan dilakukan dengan
mencari fragmen tersebut menggunakan fragmen pelacak yang pembuatannya dilakukan secara in
vitro menggunakan teknik reaksi
polimerisasi berantai atau polymerase chain reaction .
Rekombinasi
memiliki tiga mekanisme dasar dalam menjalani prosesnya.
Yaitu transformasi, konjugasi dan transduksi. Transformasi
merupakan transfer DNA telanjang yang umumnya berasal
dari satu sel bakteri ke dalam sel yang berbeda. Prosesnya adalah ketika sebuah sel bakteri pecah
atau lisis maka DNA sirkular akan
terlepas ke lingkungan. Efisiensi transformasi bergantung pada kompetensi sel. Konjugasi merupakan
pemindahan materi genetik berupa
plasmid secara langsung melalui kontak sel dengan membentuk
struktur seperti jembatan diantara dua sel bakteri yang berdekatan. Umumnya terjadi pada bakteri
gram negatif. Sedangkan transduksi
merupakan transfer materi genetik dari satu bakteri ke bakteri lainnya dengan menggunakan virus
bakteri sebagai vektor. Transfer
ini menggunakan prinsip dasar dari galur donor yang menyediakan DNA bagi galur resipien.
Perbedaan utamanya dengan transfer
DNA lainnya adalah DNA ditransfer melalui perantaraan bakteriofag. Terdapat beberapa jenis
teknologi rekombinasi yang sedang
berkembang saat ini, diantaranya adalah:
1.
Homologous recombination
_
Meningkatkan keragaman
_
Menjaga integritas genome (DNA repair)
2.
Site-specific recombination
_
Termasuk non homolog bagian DNA rekombinasi di bagian spesifik.
_
Fragmen DNA bergabung kembali untuk membuat kombinasi
baru
_
Fragmen yang menyediakan lokasi tertentu dimana akan terjadinya rekombinasi dan integrasi
genom virus Immunoglobulin gen _
DNA splicing
3.
Transposition
_
Bagian terkecil DNA (transposons) yang dapat bergerak sendiri untuk beberapa lokasi dalam
kromosom inang DNA.
_
Integrasi segmen kecil dari DNA ke dalam kromosom
_
Terjadi di lokasi yang berbeda dalam genom segmen DNA.
No comments:
Post a Comment