“AGAMA KRISTEN YANG RASIS” MILIK NAZI
Walaupun
sangat menentang agama, pada praktiknya, Nazi bertindak diplomatis terhadapnya. Tujuan mereka
yang sebenarnya adalah memanfaatkan berbagai
organisasi keagamaan sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan mereka. Hitler adalah musuh khusus dari Gereja Katolik,
yang memandang semua penganut Kristen
sebagai suatu komunitas supranasional. Sebagai gantinya, ia ingin mendirikan sebuah gereja untuk Jerman saja, dan
secara bertahap, mengembangkan agama sebagai
alat bagi fasisme Jerman. Dalam sebuah laporan berjudul “Program Partai Nazi dan Pandangan Dunia”, ideol og Nazi Gottfried Feder menulis:
Sudah
tentu, suatu hari rakyat Jerman juga akan menemukan sebuah bentuk bagi pemahaman dan pengalamannya tentang
Tuhan, sebuah bentuk yang dibangun oleh
darah Nordiknya. Sudah tentu, setelah itu barulah trinitas darah, keimanan, dan negara menjadi
sempurna.
Menurut
cara pandang ini, agama perlu menjalin keselarasan dengan cita-cita “darah dan negara”, atau dengan kata lain ideol ogi Nazi
yang rasis. Dalam Mein Kampf,
Hitler menyimpulkan bagaimana agama dimani pulasi, “Siapa pun yang ingin memenangkan massa yang luas harus
mengetahui kunci yang membuka pintu ke dalam
hati mereka.”
Untuk
menarik beragam komunitas, Hitler menggunakan istilah-istilah agama sebagai “kunci”
ini, dan berupaya menggambarkan rasisme sebagai suatu cita-cita suci. Walaupun ia seorang Darwinis,
yakni seorang yang menolak penciptaan oleh zat yang
mahakuasa, ketika merumuskan propaganda rasisnya, Hitler merujuk kepada penciptaan, walaupun dengan menyimpangkannya,
untuk digunakan sebagai pembenaran
bagi rasisme. Sebagai contoh, di dalam Mein Kampf ia berkata:
Maka
secara ringkas, hasil dari semua pencampuran rasial selalu sebagai berikut: (a) Penurunan tingkat ras yang
lebih tinggi; (b) Kemunduran fisik dan intelektual
dan oleh karenanya awal dari penyakit yang berjalan lambat namun pasti. Jadi, menyebabkan terjadinya
perkembangan seperti itu tidak lain dari dosa melawan kehendak pencipta yang abadi.
Orang-orang
yang menurunkan derajat diri mereka atau membiarkan hal itu terjadi pada diri mereka, berdosa
melawan kehendak Tuhan, dan ketika puing-puing mereka
dikangkangi oleh musuh yang lebih kuat, bukan ketidakadilan yang menimpa mereka, melainkan hanya pemulihan
keadilan.
Penyimpangan
cita-cita agama oleh Nazi seperti ini, dan pemanfaatannya untuk melayani ideologinya sendiri yang rasis,
efektif hingga tingkatan tertentu, dengan peranan
penting para pengurus sejumlah gereja Jerman yang oportunis dalam strategi tersebut. Orang-orang agama
yang munafik ini, bekerja sama dengan Hitler, membantu
menyebarkan propaganda Nazi dengan beberapa cara. Pada tahun 1933, ketika Hitler baru saja berkuasa,
presiden Persatuan Jerman Katolik, Wakil Kanselir Franz
von Papen, dalam pi datonya pada tanggal 2 November 1933, berkata, “Tuhan yang
pemurah telah memberkahi Jerman dengan memberinya seorang pemimpin pada masa-masa sukar, yang akan
memimpinnya melewati segala kesulitan dan kelemahan,
melewati semua krisis dan saat-saat penuh bahaya, dengan insting seorang negarawan, menuju masa depan
yang bahagia.”
Beberapa orang lainnya juga
telah memuji Hitler sebagai seorang yang terpilih khusus untuk menyelamatkan Jerman dari kemalangan historisnya dan
memimpinnya ke masa depan yang cemerlang.
Sementara
kaum Nazi menggaet sejumlah gereja untuk bekerja sama, mereka juga mencoba mengintimidasi
gereja-gereja lain dengan tekanan dan rasa takut. Pada
tahun 1932, seorang pastor Protestan Dietrich Bonhoffer berkhotbah di Berlin tentang “kebenaran”.
Dia memuji pentingnya cinta sebagai lawan dari sistem rasis yang berdasarkan kepada kebencian. Dia
dihukum mati oleh Nazi karena perilaku subversif
ini.
Antara
tahun 1933 dan 1939, sejumlah besar pendeta Katolik ditangkap. Erich Klausener, pemimpin Aksi Katolik Jerman,
terbunuh saat pembersihan di tahun 1934. Media-media
Katolik dilarang. Kaum Nazi juga menyerang sejumlah gereja Protestan.
Sebaliknya,
kalangan kependetaan yang bersekongkol dengan ideologi Nazi diberi penghargaan. Salah seorang di
antaranya adalah Dr. Hans Kerrl, Menteri Urusan Gereja
bawahan Hitler. Dalam pidato yang disampaikan di depan para pemimpin gereja pada 13 Februari 1937, Dr. K errl
secara terbuka menyatakan agama Kristen sebagai
sebuah alat ideologi Nazi, “Partai
ini berakar pada dasar-dasar ajaran Kristen Positif,
dan Kristen Positif adalah Sosialisme Nasional… Sosialisme Nasional adal ah pel aksanaan kehendak Tuhan.”
Pada
akhir tahun 1937 dan awal tahun 1938, kalangan pastor Protestan, yang menyerah pada terorisme Nazi, bersumpah
setia pada Hitler, dan dengan demikian menyegel
kekalahan kekuasaan agamawi. Dengan itu, Hitler melaksanakan dominasinya atas semua sendi kehidupan.
Bahkan, gereja pun berada dalam genggamannya.
Namun tujuan Hitler sebenarnya adalah untuk menyingkirkan semua agama ketuhanan, dan membawa Jerman
seutuhnya kepada paganisme. Dalam sebuah
dekrit rahasia yang dibuat pada Juni 1941, tujuan Nazi untuk menghancurkan agama dijelaskan sebagai berikut:
Semakin
banyak orang yang harus dipisahkan dari gereja dan kaki tangannya, para pastor… Jangan pernah lagi ada
kepemimpi nan masyarakat yang diserahkan pada
gereja. Pengaruh ini harus dipatahkan sepenuhnya hingga tuntas. Yang memiliki hak untuk memimpin rakyat hanyalah
pemerintahan Reich, dan melalui arahannya Partai,
komponen-komponen dan unit-unitnya.
No comments:
Post a Comment