AKAR DARWINISME DALAM PERMUSUHAN TERHADAP WANITA
Sebagaimana
dalam berbagai masalah lainnya, akar prasangka kaum fasis terhadap wanita ini adalah Darwinisme.
Kaum fasis tidak hanya merasa cocok dengan gagasan
Darwinisme tentang ketidaksetaraan ras, tetapi mereka juga mengadopsi pendapat bahwa lelaki lebih unggul
daripada wanita.
Dalam
The Descent of Man, Darwin menulis tentang wanita yang sebagian “daya intuisi,
kecerdasan, dan mungkin daya menirunya merupakan karakteristik dari ras yang lebih rendah, dan karenanya juga merupakan
milik tingkat peradaban lebih rendah
di masa lampau”.
Menurut Darwin, evolusi berarti “suatu
perjuangan individu dari suatu
jenis kelamin, biasanya jantan, untuk memiliki individu dari jenis kelamin lainnya.”
Dalam
buku Descent, Darwin juga menyatakan, “Tubuh dan pikiran laki-laki lebih kuat daripada wanita, dan dalam keadaan
biadab ia menjaga wanita dalam kondisi perbudakan
yang lebih hina dibandingkan yang dilakukan jantan dari hewan lainnya; oleh karena itu, wajar jika ia memperoleh
daya seleksi.”
Evolusi berada di tangan kaum
lelaki, dan kaum wanita pada dasarnya bersikap pasif. Akibatnya, wanita berevolusi lebih sedikit dan lebih
primitif dibanding laki - laki,
dan karenanya wanita lebih
didominasi oleh naluri dan emosi, yang merupakan “kelemahan terbesar” mereka.
Darwin
mempertahankan pendapat-pendapatnya tentang keunggulan laki-laki dan peranan pentingnya bagi evolusi
sepanjang hidupnya. Inilah yang dikatakannya tentang
hal ini dengan merujuk pula kepada teori -teori Francis Galton:
Perbedaan
utama dalam hal kemampuan intelektual antara kedua jenis kelamin terlihat dari keberhasilan kaum pria
mencapai kedudukan yang lebih tinggi, dalam apa
pun yang dilakukannya, dibandingkan wanita baik
pencapaian yang membutuhkan
pemikiran mendalam, akal budi, atau imajinasi, ataupun hanya penggunaan panca indra dan tangan. Jika
dibuat dua daftar tentang tokoh laki – laki dan perempuan yang paling unggul dalam
bidang puisi, seni lukis, seni pahat, musik (termasuk
kemampuan membuat komposisi dan penampilan), sejarah, sains, dan filsafat, dengan setengah lusin nama
untuk setiap subjek, maka kedua daftar tersebut tidak
akan layak dibandingkan. Kita juga dapat menyimpulkan, berdasarkan hukum deviasi dari jumlah rata-rata yang
dijelaskan dengan gamblang oleh Mr. Galton dalam bukunya
Hereditary Genius (K ecerdasan Turun-temurun), bahwa jika laki-laki
dapat diputuskan unggul daripada perempuan
dalam berbagai bidang, maka rata-rata daya mental
laki-laki pastilah di atas daya mental perempuan.
Pendapat-pendapat
Darwin juga dapat ditemukan dalam pandangan pribadinya mengenai perempuan. Ia menggambarkan
peran perempuan dalam perkawinan sebagai
“pendamping tetap,
(teman di usia tua) yang akan merasa tertarik hanya pada satu hal, objek untuk dicintai dan
bermain dengannya lebih
baik daripada seekor anjing,
bagaimanapun juga yakni
rumah, dan seseorang untuk merawat rumah
tangga…”
Nyatalah bahwa Darwin memandang perempuan dan institusi keluarga dari sudut pandang
materialistik. Tidak ada rasa cinta, penghargaan, loyalitas,
kasih sayang, ataupun belas kasih dalam pendapatnya itu.
Carl
Vogt, seorang evolusionis dan materialis yang hidup sejaman dengan Darwin dan merupakan seorang sarjana
Jenewa pada pertengahan abad ke-19, juga memiliki
pendapat-pendapat yang meremehkan kaum perempuan. Kita dapat yakin bahwa di mana pun kita merasakan
pendekatan terhadap jenis binatang, perempuan lebih
dekat dengannya daripada laki-laki”, tulisnya. “Oleh sebab itu, kita akan menemukan lebih banyak kemiripan
(menyerupai kera) jika kita mengambil wanita sebagai
patokan.”
Banyak
evolusionis, mengikuti Darwin, terus berpendapat bahwa perempuan lebih rendah dibanding laki-laki, baik
secara biologis maupun intelektual. Sebagian evolusionis
bahkan menggolongkan laki-laki dan perempuan sebagai dua spesies yang berbeda secara psikologis:
laki-laki adalah homo frontalis, sedangkan perempuan adalah homo parietalis. Seorang
evolusionis, Elaine Morgan, menekankan bahwa Darwin
telah memotivasi kaum laki-laki untuk meneliti penyebab mengapa perempuan “benar-benar inferior dan lebih rendah”.
Paul
Broca (1824-1880), seorang fisikawan dan antroplog evolusionis, yang secara khusus tertarik pada
perbedaan-perbedaan kecerdasan dan ukuran otak antara laki-laki dan perempuan, menganggap
bahwa kurangnya kecerdasan perempuan disebabkan
oleh ukuran otak yang lebih kecil daripada laki - laki.
Pengikut
Darwin lainnya, psikolog sosial evolusionis Gustave Le Bon, menulis:
Pada
ras-ras yang paling cerdas… banyak sekali perempuan yang mempunyai ukuran otak yang lebih mirip dengan otak
gorila daripada otak kaum lelaki yang paling
maju. Inferioritas ini demikian jelasnya hingga tak ada seorang pun yang menentang hal ini; sama sekali tidak
penting untuk di diskusikan… Perempuan… mewakili
bentuk-bentuk paling rendah dalam evolusi manusia dan… lebih mirip anak kecil dan orang biadab daripada seorang
manusia dewasa yang beradab. Mereka unggul
dalam sikap plin-plan, ketidakkonsistenan, tiadanya pikiran dan logika, dan ketidakmampuan menggunakan akal. Tak
diragukan bahwa terdapat beberapa perempuan
yang terkemuka… namun mereka sangat langka bagaikan kelahiran yang ganjil, seperti misalnya seekor gorila
berkepala dua; karenanya, kita boleh mengabaikan
mereka sepenuhnya.
Oleh
karena itu, dasar-dasar pelecehan dan penghinaan fasisme terhadap kaum perempuan adalah teori Darwinisme.
Perampasan hak-hak sosial perempuan yang dilakukan
Mussolini, dan kebijakan Hitler untuk membangun “peternakan-peternakan pengembangbi akan” demi menghasilkan ras unggul serta
mengharuskan para gadis remaja
untuk tidur dengan tentara-tentara SS, adalah pencerminan tingkah laku fasis terhadap perempuan. Baik Darwinis maupun
fasis, keduanya adalah musuh bagi kaum perempuan.
Para Darwinis dan fasis memandang perempuan sebagai spesies rendah dan terbelakang, menghinakan mereka,
juga menggunakan cara-cara yang diskriminatif
dan menindas terhadap mereka.
Cara
pandang fasis ini benar-benar bertentangan dengan nilai-nilai etika Al Quran. Dalam Al Quran, Allah telah
memerintahkan bahwa perempuan harus dihargai, dihormati,
dan dilindungi. Allah juga telah memperlihatkan sosok-sosok perempuan teladan dengan akhlak mulia, seperti
Maryam dan istri Fir‘aun. Di mata Allah, keunggulan
tidak ditentukan oleh ras, jenis kelamin atau kedudukan, melainkan oleh kedekatan dengan Allah dan kekuatan
iman. Dalam banyak ayat Al Quran, Allah menyatakan
bahwa semua orang beriman akan mendapat pahala tanpa diskriminasi antara laki-laki dan perempuan.
“Maka
Tuhan mereka memperkenankan permohonannya : "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal
orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, sebagian
kamu adalah turunan dari sebagian yang lain “ (QS. Ali Imran, 3: 195)
“Barangsiapa
yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang
beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikit
pun. “ (QS. An-Nisaa‟, 4:
124)
“Barangsiapa
yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan
dalam
keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya
akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa
yang telah mereka kerjakan. “ (QS. An-Nahl, 16: 97)
Akan
tetapi, sebagaimana agama diabaikan, kebenaran ini pun diabaikan, dan digantikan dengan takhyul semacam
fasisme dan Darwinisme, yang membenarkan semua
bentuk diskriminasi berdasarkan jenis kelamin atau ras.
No comments:
Post a Comment