Powered By Blogger

Monday, 6 May 2013

BERBAGAI PENYIMPANGAN SEKSUAL DALAM FASISME


BERBAGAI PENYIMPANGAN SEKSUAL DALAM FASISME

Permusuhan terhadap perempuan yang telah kita telah sejauh ini sebenarnya merupakan manifestasi kecenderungan bawah sadar yang kelam. Fasisme menyamakan perasaan-perasaan seperti cinta, belas kasih dan rasa sayang dengan kewanitaan, dan karenanya dianggap tercela. Di sisi lain, kecenderungan-kecenderungan seperti suka perang, haus darah dan kebengisan dipandang sebagai sesuatu yang khas kelaki-lakian, dan karenanya kejantanan diangkat ke posisi keramat.

Ketika mitos fasisme tentang kejantanan diteliti lebih dalam lagi, kita akan temukan homoseksualitas tersembunyi di dalamnya. Ini memang tidak banyak diketahui, namun hubungan penting antara fasisme dan homoseksualitas dapat ditelusuri hingga ke jaman Sparta kuno.

Dalam bab-bab awal buku ini, dijelaskan bahwa fasisme dibangun di atas budaya pagan, dan ia muncul berbarengan dengan klaim kebangkitan kembali paganisme. Karakteristik paganisme paling tegas adalah tidak adanya patokan moral dan undang-undang yang digariskan Tuhan. Karenanya, dalam dunia pagan, segala macam penyimpangan seksual dapat tumbuh dengan subur. Negara-kota Yunani kunolah yang mengangkatnya hingga ke posisi tertinggi. Di Athena dan Sparta, homoseksualitas dianggap sebagai sesuatu yang normal, hubungan yang dapat diterima, dan bahkan sebuah kebajikan.

Terutama di Sparta, nenek moyang fasisme, kepentingan khusus dihubungkan dengan konsep kejantanan, dan atas nama cinta sesama manusia, homoseksualitas diterima secara luas. Tentara-tentara Sparta percaya bahwa mereka dapat menambah kekuatan mereka dengan melakukan hubungan seksual satu sama lain. Sejarawan Plutarkh dari Khaeronea, yang hidup tahun 50-120 M, menulis bahwabatalion suci Thebans terdiri dari 150 pasangan homoseksual. Di Sparta, semua anak laki-laki yang sehat dimasukkan ke dalam ketentaraan pada usia 12 tahun, dan dengan segera dicabuli oleh tentara-tentara yang berpengalaman. Mereka percaya bahwa hubungan sesat ini adalah sumber kekuatan terbesar bagi tentara Sparta dengan budaya prajurit dan nafsu pertumpahan darahnya.

Budaya rendah dan menyimpang seperti itu kembali berjaya lewat gerakan neopagan abad ke-19. Dan, pusat utama penyimpangan ini adalah bangsa Jerman. Pemimpin gerakan ini, Adolf Brand, mendirikan Gemeinschaft der Eigenen (K omunitas Kaum Elit) pada tahun 1902, bersama-sama dengan Wilhelm Jansen and Benedict Friedlander keduanya terkenal dengan kecenderungan penyimpangan seksualnya. Friedlander menerbitkan sebuah buku berjudul Renaissance des Eros Uranios (Renaisans Erotika Uranian) pada tahun 1904. Di sampul buku itu terpampang gambar seorang pemuda Yunani tanpa busana. Friedlander menjelaskan tujuan buku ini sebagai berikut:

Tujuan positifnya… adalah kebangkitan kembali kesopanan Yunani dan pengakuan masyarakat atasnya. Dengan cinta berkesopanan kami maksudkan khususnya persahabatan erat di antara para pemuda dan lebih khusus lagi ikatan antar sesama lelaki yang berbeda usia.

Tujuan komunitas ini adalah untuk mengubah Jerman dari masyarakat penganut Yahudi-Kristen menjadi masyarakat Greko-Uranian. Organisasi menyimpang ini pun terkenal dengan rasismenya. Mengenai gagasan-gagasan Komunitas Kaum Elit, Kurt Hildebrandt, pemimpin Masyarakat untuk Hak Asasi Manusia yang didirikan tahun 1923, menulis dalam bukunya Norm Entartung Verfall (Idealisme, Kemunduran, dan Kehancuran) bahwa ras unggul adalah yang terdiri dari kaum homoseksual. Menurut pendapatnya, hubungan dengan wanita hanya di perlukan untuk tujuan-tujuan reproduksi, sedangkan untuk mencapai sebuah ras yang ultramaskulin, cinta seksual antar sesama lelaki sangatlah penting.

Pemikiran-pemikiran ini tak lain dari pemikiran Partai Nazi, yang pada dasarnya merupakan sebuah klub homoseksual.

Fakta ini dikumpulkan oleh Scott Lively dan Kevin Abrams dalam buku mereka The Pink Swastika: Homosexuality in the Nazi Party (Swastika Merah Muda: Homoseksualitas dalam Partai Nazi), sebuah kajian berskala besar. Buku ini mengupas berbagai gerakan dan organisasi pra-Nazi, juga kepemimpinan Partai Nazi, serta mengungkap fakta bahwa terdapat begitu banyak kaum homoseksual di dalamnya. Dengan dokumentasi historis, buku ini menjelaskan bagaimana kebijakan Nazi mengumpulkan para homoseksual dan mengirim mereka ke kamp-kamp konsentrasi hanyalah untuk pertunjukan, dan bahwa dengan melakukan itu, para pemimpin Nazi senior berusaha untuk menutup-nutupi perbuatan mereka. Di antara Nazi homoseksual yang terkenal adalah kepala SA Ernst Röhm, kepala Gestapo Reinhard Heydrich, kepala Luftwaffe Herman Goering, Rudolf Hess, pemimpin organisasi Hitlerjugend (Pemuda Hitler) Baldur von Schirach, Menteri Keuangan Nazi Jerman Walther Funk, and komandan angkatan darat Freiherr Werner von Fritsch.

The Pink Swastika juga menunjukkan bahwa kecenderungan ini tidak hanya terjadi pada kaum Nazi di Jerman, dan bahwa terdapat banyak homoseksual dalam berbagai gerakan neo-Nazi dan organisasi rasis yang aktif di Amerika Serikat, serta menunjukkan bahwa penyimpangan semacam itu adalah ciri yang biasa dari fasisme Kaum pagan fasis yang melakukan perbuatan dosa yang diceritakan dalam Al Quran, yakni seperti kaum Nabi Luth.

Bagaimanapun, mereka yang melakukan praktik tersebut tidak boleh melupakan apa yang terjadi pada kaum Nabi Luth. Bencana yang ditimpakan atas mereka dijelaskan dalam Al Quran pada ayat berikut:

“Dan Luth. tatkala dia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu , yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun sebelummu?" Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu, bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: "Usirlah mereka dari kotamu ini; sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri." Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikut-pengikutnya kecuali istrinya; dia termasuk orang-orang yang tertinggal . Dan Kami turunkan kepada mereka hujan; maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu. (QS. Al Araaf, 7: 80-84)

No comments:

Post a Comment