ARCHAEBACTERIA DAN
EUBACTERIA
Bakteri yang lazim ditemukan
dalam kehidupan sehari-hari pada umunya tergolong bakteri dari kelompok
eubacteria. Namun sebenarnya terdapat kelompok bakteri yang disebut
archaebacteria atau juga dikenal sebagai archaea. Kedua bakteri kelompok ini
adalah sel mikroskopik yang tidak memiliki inti sel. Bakteri memiliki kromosom
berbentuk melingkar dan berkembang biak dengan cara membelah diri. Saat ini
telah dipastikan bahwa kedua jenis bakteri tersebut adalah prokariot dan
perbedaan di antaranya tidak terlampau jauh. Akan tetapi, analisis sekuens
ribosomal RNA mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan genetik antara
archaebacteria dan eubacteria. Bahkan lebih jauh nampak bahwa achaea memiliki
kekerabatan yang lebih dekat dengan urkariot, yaitu leluhur organisme eukariot
masa kini.
Sebagian archaea memiliki DNA
yang disertai sejenis protein yang serupa dengan histon. Protein ini memiliki
homologi sekuens dengan histon yang dimiliki organisme tingkat tinggi. Detail
proses sintesis dan faktor translasi archaea lebih mirip dengan proses serupa
yang terjadi pada hewan eukariot. Hal ini mengakibatkan timbul dugaan bahwa
eukariot purba berevolusi dari archaea.
Dari segi biokimia, archaea
memiliki beberapa perbedaan besar dengan eubacteria, yaitu archaea tidak
memiliki peptidoglikan serta membran sitoplasmanya tersusun atas lipida yang
tidak lazim. Membran tersebut terbuat dari unit C5 isoprenoid dan bukannya unit
C2 seperti asam lemak pada lazimnya. Rantai isoprenoid tersebut berikatan
dengan gliserol melalui ikatan ether dan bukannya ikatan ester. Beberapa rantai
hidrokarbon isoprenoid tersusun melintasi seluruh membran sel.
Archaea memiliki habitat di
lingkungan yang tidak lazim, sebagian besar hewan ini beradaptasi dalam kondisi
yang ekstrim. Archaea dapat ditemukan sumber mata air panas yang mengandung
belerang, cerobong panas di dasar laut, di perairan yang tinggi kadar garamnya
(seperti Laut Mati dan Danau Great Salt Lake), di dalam saluran usus hewan
mamalia, serta tempat-tempat lain dimana bakteri tersebut dapat membentuk gas
methan. Beberapa contoh organisme archaea adalah sebagai berikut.
• Halobacteria: organisme ini
mampu mentoleransi kadar garam yang sangat tinggi dan masih bertahan hidup
dalam lingkungan dengan kadar garam 5M NaCl. Akan tetapi organisme ini tidak
dapat hidup dalam lingkungan dengan kadar garam di bawah 2,5M NaCl (kadar garam
air laut hanya 0,6M). Makhluk ini mendapatkan energi dari sinar matahari dengan
memanfaatkan molekul yang serupa dengan pigmen rhodopsin (seperti rhodopsin
yang digunakan sebagai detektor cahaya pada hewan).
• Methanogen (bakteri penghasil
methan): bakteri ini bersifat anaerob obligat dan sangat sensitif terhadap
oksigen. Bakteri ini dapat mengkonversi H2 dan CO2 menjadi CH4 (methan).
Metabolisme bakteri ini cukup unik karena memiliki koenzim yang tidak dimiliki
organisme apapun, tetapi juga tidak memiliki flavin atau quinon yang khusus.
• Sulfolobus: bakteri ini hidup
di sekitar sumber panas geotermal, habitat yang disukai adalah lingkungan
dengan pH optimum 2-3 serta suhu 70-80oC. Archaea semacam ini mengoksidasi
sulfur menjadi asam sulfurat. Jenis archaea lain yang dapat mengoksidasi sulfur
umumnya juga ditemui di berbagai habitat yang ekstrim.
No comments:
Post a Comment