Powered By Blogger

Monday, 6 May 2013

IMPLEMENTASI TEORI-TEORI DARWINIS DI DALAM MASYARAKAT: POLITIK NAZI


IMPLEMENTASI TEORI-TEORI DARWINIS DI DALAM MASYARAKAT: POLITIK NAZI

Menurut ideologi Nazi, ras-ras terbagi dalam tiga kategori dasar. Yang pertama adalah ras-ras yang sedang membangun peradaban, yakni bangsa Jerman dan bangsa-bangsa di belahan utara lainnya. Ras-ras pengikut peradaban, adalah ras yang tidak memiliki kekuatan untuk memajukan peradaban, melainkan ras-ras biasayang hanya mampu meniru. Hitler memasukkan bangsa-bangsa semacam Cina dan Jepang ke dalam kel ompok kedua ini. Kategori keti ga terdiri dari ras-ras penghancur peradaban, seperti bangsa Yahudi, Slavia dan Afrika.

Ideologi Nazi menganggap pencampuran ras Jerman dengan ras-rasrendahan merupakan sebuah kekeliruan biologis. Hitler mengatakan,Pencampuran ras yang lebih tinggi dengan ras yang lebih rendah jelas-jelas bertentangan dengan tujuan alam dan mengaki batkan kepunahan ras Aria… . Di mana darah Aria telah bercampur dengan bangsa yang lebih rendah, hasilnya adalah kepunahan para pengusung kebudayaan.”

Karenanya, begitu Nazi berkuasa, mereka berusaha untuk memperbaiki apa yang dinamai kekeliruan evolusioner ini. Hitler memberlakukan sejumlah undang-undang hingga akhir tahun 1933 itu, dan proses pembersihan ras pun dimulai. Hanya yang berdarah Jerman saja yang dianggap sah sebagai warga negara dan mendapat perlakuan khusus. Pada bulan Juni 1933, keluarlah undang-undang yang menyingkirkan bangsa gipsi, Afrika, Yahudi, dan para penyandang cacat dari masyarakat. Hitler membela kebijakannya:

Pencampuran darah, yang mengakibatkan penurunan tingkat biologis ras ini, merupakan satu-satunya penyebab dekadensi peradaban-peradaban terdahulu. Karena adalah fakta bahwa berbagai bangsa tidak musnah karena kalah perang, melainkan karena hilangnya daya resistensi yang berasal hanya dari pelestarian kemurnian rasial. Karena semua yang secara rasial tidak murni hanyalah sisa-sisanya.

Hitler percaya bahwa begitu ras-ras rendahan telah rampung dilenyapkan, umat manusia akan menghargainya atas perkembangan ini. Terinspirasi oleh Darwin, Hitler menggambarkan kaum muda dari ―ras superior yang ingin ia ciptakan dalam
ucapannya:

Pendidikan yang aku terapkan sangat keras. Aku menginginkan kaum muda yang kuat, mengagumkan, bengis dan tak kenal takut… Tidak boleh ada yang lemah atau lunak tentang mereka. Kebebasan dan kebanggaan milik binatang liar harus terpancar dari mata mereka… Beginilah aku akan mencabut penjinakan manusia selama ribuan tahun.

Namun, bagaimana cara Hitler menciptakan “kaum muda yang kuat, mengagumkan, bengis dan tak kenal takut” ini? Cara-cara propaganda saja tidak akan memadai. Teori rasial Nazi memandang manusia sebagai suatu spesies binatang, dan menganggap bahwa kualitasnya dapat ditingkatkan dengan metode-metode serupa dengan yang digunakan oleh para peternak.

Oleh karena itu, Nazi menganut teori “egenetika” dan menggiatkan implementasinya. Sebagaimana dibahas sebelumnya dalam buku ini, egenetika merupakan sebuah kebijakan yang menginginkan peningkatan kualitas manusia, yang berasal dari Sparta, kota pagan zaman Yunani kuno. Egenetika dihidupkan kembali oleh sepupu Charles Darwin, Francis Galton, pada abad ke-19. Ernst Haeckel menjelaskan bagaimana egenetika dapat dilakukan serta membela pembunuhan bayi cacat sejak saat kelahiran. Ia juga menyatakan bahwa orang yang sakit-sakitan, dan yang lemah atau cacat mental harus dimandulkan.

Kaum Nazi bersegera melaksanakan kebijakan yang tidak berperikemanusiaan ini. Ketika mereka mulai berkuasa pada tahun 1933, mereka memberlakukan undang-undangkesehatan rasial. Berdasarkan undang-undang ini, orang yang cacat mental dan yang sakit harus disterilkan, untuk mencegah mereka berketurunan. Mereka bahkan dipisahkan dari masyarakat, dan untuk itu, dikumpulkan bersama di tempat-tempat khusus. Nazi membangun tempat-tempat ini sesegera mungkin, dan membuang banyak orang ke sana. Mereka diperlakukan layaknya binatang. Pada dua tahun pertama pelaksanaan, Dewan K esehatan Hereditas Nazi mengkaji hampir 80.000 pengajuan untuk mensterilkan orang, dan menyetujui sebagian besar petisi ini.

Perlahan-lahan, kebijakan egenetika Jerman menjadi semakin kejam, dan berujung pada euthanasia” besar-besaran terhadap mereka yang terbelakang, gila, dan tak diinginkan. Dengan kata lain, orang-orang ini dibunuh. Film-film dan foto-foto tentang periode ini memperlihatkan tragedi pembunuhan terhadap orang-orang yang sakit secara mental maupun fisik, dengan penyuntikan racun oleh para dokter Nazi. Orang lanjut usia maupun anak-anak menjadi korban kekejaman ini.

Sembari terus menerus melakukan kebiadaban ini dengan berani, Nazi Jerman juga mendorong egenetika positif, yang menganj urkan perkawinan laki - laki dan perempuan Aria untuk melahirkan anak-anak yang diyakini oleh pejabat-pejabat Nazi akan diberkahi gen-gen unggul. Demi pemikiran ini, wanita-wanita terpilih dengan ciri-ciri ras unggul yang penting (berambut pirang, kuat, dan bermata biru) bahkan ditempatkan di rumah-rumah khusus, untuk dibuahi oleh sebanyak mungkin tentara Nazi.

Tujuannya adalah untuk menghasilkan sebanyak-banyaknya ras Aria, bagaikan mengembangbiakkan sapi atau kuda. Namun, hasilnya sangat mengecewakan para Nazi. IQ anak-anak yang dihasilkan lebih rendah daripada orang tua mereka, dan turun ke arah rata-rata populasi.

Hitler mempertahankan kebijakan-kebijakan egenetika dan pemurnian ras ini dengan mengatakan:

Jika setiap tahun Jerman memiliki satu juta anak, dan melenyapkan 700-800.000 yang terlemah, maka hasil akhirnya mungkin adalah peningkatan kekuatan [nasional].

Dalam sebuah pidato pada tahun 1939, Hitler berargumentasi bahwa demi kesehatan organisme sosial, negara harus mengambil tanggung jawab. Mari kita mengerahkan segala daya upaya pada yang produktif, bukan pada yang sia-sia. Di tempat lain ia mendesak, Bersihkan bumi dari orang-orang disgenetik dengan segala sarana yang ada, sehingga kita dapat menikmati kemakmuran tanah air ini.

No comments:

Post a Comment