TEORI NAZI TENTANG RAS
Dalam
buku The Mass Psychology of Fascism, Wilhelm Reich menjelaskan teori Nazi tentang ras:
Teori
ras berawal dari perkiraan bahwa perkawinan eksklusif dari setiap binatang dengan spesi esnya sendiri
adalah ― hukum besi‖ di
alam. Hanya kondisi luar biasa,
seperti pengandangan, yang mampu menyebabkan pelanggaran hukum ini dan membawa kepada percampuran rasial.
Ketika ini terjadi, bagaimanapun, alam membalas
dan menggunakan segala cara untuk melawan pelanggaran itu, baik dengan membuat keturunannya steril atau
dengan membatasi kesuburan keturunan selanjutnya.
Di dalam setiap perkawinan campur antara dua makhluk hidup dari “tingkat” yang berbeda, keturunan kalau perlu
akan menampilkan bentuk antara. Tetapi
alam bertujuan untuk pembiakan kehidupan yang lebih tinggi; oleh karena itu penurunan derajat bertentangan dengan
keinginan alam. Seleksi alam juga berlangsung
di dalam perjuangan sehari -hari untuk bertahan hidup, di mana si lemah, misalnya, yang rendah secara ras,
musnah. Ini konsisten dengan “keinginan
alam”, karena
setiap perbaikan dan pembiakan yang lebih tinggi akan menyebabkan si lemah, yang berada dalam mayoritas, akan
menyesaki si kuat, yang merupakan minoritas.
Sebagaimana
kita lihat, premis biologis yang membangun dasar bagi teori Nazi tentang ras adalah Darwinisme “murni”. Gagasan tak masuk akal seperti bahwa
al am bertujuan untuk “mendorong spesi es unggul berevolusi”, bahwa ia menggunakan seleksi untuk mencapai tujuan ini, dan
bahwa kaum lemah mau tak mau harus disingkirkan,
semuanya merupakan khas Darwinian.
Pandangan-pandangan
evolusionis ini, yang tidak memiliki landasan ilmiah, dan hanya merupakan pengolahan ulang dari
absurditas pagan tentang “menganggap kesadaran berasal dari alam”,
akhirnya mencapai titik puncaknya dalam kebiadaban Nazi. Teori evolusi dipraktikkan dalam
masyarakat manusia, kembali dengan cara yang
sesuai dengan Darwinisme. Wilhelm Reich melanjutkan:
Sosialis
Nasional melanjutkan upayanya mempergunakan apa yang dianggap hukum alam ini kepada manusia. Garis
pemikiran mereka adalah sebagai berikut: Pengalaman
historis mengaj arkan bahwa “pencampuran
darah orang Aria”
dengan orang-orang “rendahan”
selalu menghasilkan degenarasi pada para pendiri peradaban.
Tingkat ras unggul menjadi menurun, diikuti dengan kemunduran fisik dan mental; hal ini menandai dimulainya “kemerosotan” yang terus-menerus. Benua Amerika Utara akan tetap kuat, ujar
Hitler, “selama
dia (penduduk asal Jerman) tidak menjadi
korban pencemaran darah”, dengan kata lain, selama mereka tidak
kawin campur dengan orang-orang non-Jerman.
Kala
Hitler mengungkapkan “Jika
tidak ada orang-orang Jerman Nordik, maka yang
tersisa hanyalah tarian kera,” dia mel andaskan pemikiran pada
gagasan-gagasan Darwinis
bahwa manusia telah berevolusi dari kera, sehingganya sebagian manusia masih memiliki status “kera”.
Logika
ini adalah sebuah konsekuensi dari cara pandang bahwa manusia adalah suatu spesies hewan, dan bahwa terdapat
ras-ras “unggul” dan “rendahan” di dalamnya.
Inilah tesis yang diungkapkan Darwin dalam The Descent of Man and The Origin of Species. Semua
tindakan kaum Nazi adalah untuk mempraktikkan teori Darwin.
Kebenaran
mengenai masalah ini adalah bahwa keunggulan manusia tidak ditentukan oleh ras. Dari ras apa pun
juga, mereka tetap manusia. Setiap manusia diciptakan
dan ditempatkan oleh Allah. Demikian Al Quran mengungkapkan kebenaran ini:
“Hai
manusia, sesungguhnya K ami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal.” (QS. Al Hujuraat, 49: 13)
Ayat
di atas begitu jelasnya. Dari kriteria apa pun manusia dinilai di dunia ini, dalam pandangan Tuhan, keunggulan
manusia ditentukan oleh kedekatannya kepada Tuhan,
dan rasa takut terhadap-Nya.
Seseorang
atau sekelompok orang yang menganggap suatu ras lebih unggul, atau mencoba untuk menunjukkan seperti
itu, adalah menipu diri sendiri. Setiap orang
akan menghadap Tuhan pada Hari Perhitungan, dan akan dipanggil untuk menanggung perbuatannya sendirian. Semua
atribut yang ia anggap sebagai anugerah
keunggulan di dunia, sama sekali tidak akan bermanfaat baginya saat itu. Berlawanan dengan perkiraan, mereka yang
menetapkan kriteria di luar yang ditetapkan
Tuhan, yang mengklaim bahwa mereka unggul dan menindas kaum lain, dan mencoba untuk memperoleh kekuatan
dengan menghancurkan yang lemah, pasti
akan mendapat balasan atas segala perbuatan mereka, baik di dunia maupun di akhirat.
Dalam ayat suci Al Quran, keniscayaan ini diperlihatkan dalam ayat berikut:
“…karena
kesombongan di muka bumi dan karena rencana yang jahat. Rencana yang jahat itu tidak akan
menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri. Tiadalah yang mereka
nanti-nantikan melainkan sunnah kepada orang-orang yang terdahulu ka sekali-kali
kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunnah Allah, dan sekali-kali tidak akan
menemui penyimpangan bagi sunnah Allah itu. Dan apakah mereka tidak berjalan di
muka bumi, lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka,
sedangkan orang-orang itu adalah lebih besar kekuatannya dari mereka? Dan tiada sesuatupun
yang dapat melemahkan Allah baik di langit maupun di bumi. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha K uasa. “ (QS. F aathir, 35: 43-44)
“Sesungguhnya
dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka
bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih.” (QS. 42: 42)
No comments:
Post a Comment