KEBIJAKAN FASISME YANG BERMUKA DUA TENTANG
AGAMA
Kebijakan Hitler yang bermuka dua terhadap agama
bukanlah suatu metode yang terbatas pada Nazisme saja, melainkan merupakan
karakteristik umum rezim-rezim fasis. Agama semata-mata digunakan sebagai alat oleh
ideolog fasis, karena mereka menyadari bahwa mereka akan berhadapan dengan
reaksi keras dari masyarakat dikarenakan kekejaman dan kebijakan rasis
mereka, kecuali jika mereka menyamarkannya dengan retorika agama. Maka, mereka
menyimpangkan agama untuk mencapai tujuan-tujuan mereka. Mereka
menggunakan bahasa dan pemikiran dari agama
masyarakat mereka, tetapi ketika diterapkan, sebuah sistem yang jauh berbeda dengan agama mulai kelihatan.
Strategi tersebut hanyalah sebuah kebijakan yang
dirancang oleh para pemimpin fasis untuk menyatukan rakyat mereka,
karena mereka menyadari bahwa rakyat akan bersedia untuk melakukan segala bentuk
pengorbanan atas nama agama, dan mau memikul banyak penderitaan demi keyakinan
mulia ini. Maka, mereka menampilkan diri seolah bertindak atas nama Tuhan
dan agama. Mereka berupaya menggambarkan citra religius pada diri mereka dengan
mengeksploitasi bahasa dan lambang-lambang keimanan dalam slogan-slogan dan
propaganda mereka. Namun secara munafik, kaum fasis melakukan kekejaman luar
biasa dan tindakan tak berperikemanusiaan yang mereka rasa perlu. Pada
dasarnya, apa yang dipraktikkan kaum fasis sama sekali berlawanan dengan apa yang
mereka khotbahkan. Penggunaan agama yang penuh tipu daya oleh kaum
fasis dengan cara ini dan untuk kekuatan mereka sendiri hanyalah contoh lain dari
jangkauan kedengkian mereka.
Allah menyatakan tentang mereka yang berdusta
terhadapnya sebagai berikut:
“Dan
siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah?. Mereka itu
akan dihadapkan kepada Tuhan mereka, dan para saksi akan berkata:
"Orang-orang inilah yang telah berdusta terhadap Tuhan mereka". Ingatlah, kutukan Allah atas
orang-orang yang zalim.“ (QS. Huud, 11: 18)
Di lain pihak, mereka yang tertipu oleh
slogan-slogan fasis dan dipengaruhi oleh
taktik-taktik mereka juga tak dapat dipandang tulus. Orang-orang ini primitif dan jahil, dengan kemampuan bernalar yang berkembang
lambat, yang memandang agama semata sebagai warisan yang diturunkan dari
nenek moyang mereka. arena itulah, mereka gagal memahami atau abai terhadap
kepalsuan, kebejadan, dan ketidaklogisan yang dilakukan kaum fasis dalam
menggunakan agama.
Seperti telah kita pahami pada halaman-halaman
sebelumnya, kaum fasis telah menggunakan agama untuk mempengaruhi orang bahwa
rasisme dan pandangan Darwins atas dunia adalah tepat dan benar. Tetapi,
strategi ini sekali lagi hanya akan mengungkapkan
kurang cerdasnya kaum fasis. Karena, jelaslah bahwa agama tidak mendukung rasisme, ataupun persaingan, maupun
perjuangan untuk bertahan hidup di antara manusia. Tuhan telah mengungkapkan bahwa
satu-satunya keunggulan di antara manusia terletak pada kesalehan, yang
tergantung pada ketaatan, cinta kasih, dan kerja sama
di antara manusia, dan bukan pada persaingan. Namun, kaum fasis hanya mampu memperdaya segolongan masyarakat yang
abai akan tampilan agama yang palsu
ini.
No comments:
Post a Comment