KESALEHAN PALSU MUSSOLINI
Mussolini
mengalami perubahan pribadi yang tiba-tiba pada akhir tahun 1910-an. Setelah
menjadi seorang komunis radikal begitu lama, dia kemudian muncul sebagai pemimpin ideologi yang dikenal
sebagai “fasisme” yang sedang bangkit menuju kekuasaan. Gerakan ini mengambil “kapak”
dari paganisme Romawi kuno sebagai
lambang. Namun, Mussolini tidak menemukan sendiri “fasisme”,
tetapi lebih mengembangkannya dari
kecenderungan rasis yang terus meningkat di Italia pada periode itu. Akan tetapi, walaupun dia
tidak menciptakan ideologi tersebut, dia segera
menjadikannya sebagai miliknya dan mengubahnya menjadi gerakan politis. Seperti Hitler, dia mengumpulkan
orang-orang yang bodoh di sekitarnya, para penjahat
jalanan, petualang, dan penghasut kekerasan. Dia mengumpulkan mereka dalam organisasi militer pura-pura yang
dikenal sebagai “Kemeja
Hitam”,
yang digunakannya sebagai senjata teror
melawan pesaing-pesaingnya. Dengan cara ini, dia
mampu meraih kekuasaan beberapa tahun kemudian. Pada tahun 1922 dia menjadi perdana menteri Italia. Tak lama
setelahnya, dia mulai dikenal dengan nama “Il Duce”, atau pemimpin, dan seketika menj adi
seorang diktator.
Begitu
menanjak sebagai pemimpin fasisme, Mussolini pertama-tama memutuskan untuk menyembunyikan
kebenciannya terhadap agama, dan bahkan tampil
sebagai seorang Katolik yang taat. Dia berupaya keras menciptakan citra tersebut, terutama di tahun-tahun awal
kekuasaannya. Di satu sisi, dia memerintahkan agar
semua majalah yang berisi tulisannya yang melawan agama dikumpulkan dan dihancurkan, di sisi lain ia
memerintahkan agar pelajaran keagamaan diwajibkan lagi setelah hilang selama setengah abad, dan
menetapkan agar gambar-gambar salib dan
Bunda Maria digantungkan di sekolah-sekolah. Dia bersusah-susah dalam semua pidatonya agar tampak sebagai seorang
figur yang religius dan konservatif, yang taat kepada
adat dan tradisi nasional. Dalam pandangan baru Mussolini, agama adalah lembaga yang berhutang
keberadaannya kepada negara agar dapat tumbuh kuat.
Kesalehan
Mussolini yang munafik ternyata efektif, terbukti dari keberhasilannya memperol eh dukungan
Gereja. “Penaklukan
hati Gereja”
yang dilakukannya digambarkan di dalam Encyclopedia
of Modern Leaders:
Dukungan
gereja terhadap kaum fasis berawal dengan pemilihan Kardinal Milan sebelumnya menjadi Paus. Dalam pandangan
Paus Pius XI, Mussolini lah yang akan menyelamatkan
Italia dari anarki. Hubungan antara Mussolini, yang suatu saat pernah menyatakan perang terhadap gereja dalam
artikel yang ditandatanganinya dengan “Seorang ateis sej ati”, dan Paus yang pro-fasis selalu terarah
menuju kerja sama. Koran
Vatikan L'Osservatore Romano menuliskan di bulan Februari 1923, “Mussolini dielu-elukan
sebagai seorang yang akan mengembalikan nasib baik Italia. Ini merupakan kemenangan bagi tradisi
religius dan peradaban nasional”. Kardinal Vicaire
mengimbau masyarakat untuk mendukung fasis di tahun yang sama. Vatikan menahan persetujuannya terhadap sikap
anti-fasis Partito Popolare (Partai Rakyat) yang
katolik dan menurunkan Don Sturzo dari posisinya sebagai pemimpin partai. Sebagai balas jasa, Mussolini
mempertunjukkan penghormatannya kepada Gereja dalam
setiap kesempatan. Misalnya, ia menyelenggarakan upacara pernikahan keagamaan untuk dirinya dan istrinya,
yang telah dinikahinya selama 12 tahun, dan membabtis
anak-anaknya… Pada bulan Pebruari 1929, dia memulihkan hak-hak gereja yang telah dicabut sej ak 1870
dengan menandatangani “Pakta
Lateran” atas nama
Raja, dengan K ardinal Gaspari menandatangani atas nama gereja. Dengan perjanjian ini, Gereja memperoleh
kemerdekaan beriman dan beribadat yang menyeluruh,
dan K atolik menjadi agama resmi negara. Vatikan secara resmi diakui dan dianugerahi keuntungan yang cukup
banyak, Paus diakui sebagai kepala negara dan
memperoleh hak-hak sebagai pembayaran kompensasi bagi kepausan, pengakuan pernikahan oleh Gereja, dan
pengajaran agama di sekolah-sekolah dasar. Sebagai
imbalan semua ini, Paus menganugerahi Mussolini ordo “Tongkat Emas” pada tahun 1932, dan melukiskannya
sebagai “perdana
menteri yang tak ada
Bandingannya”.
Namun,
meski adanya semua aksi teatrikal ini, Mussolini tak lain adalah seorang ateis. Begitu berhasil menggiring rakyat
Italia di belakangnya, ia mulai memperlihatkan
tujuannya yang sebenarnya, yang sama sekali tak ada hubungannya dengan agama. Pada tahun 1930-an,
doktrin-doktrin agama perlahan-lahan dihilangkan,
dan sebagai gantinya adalah sebentuk paganisme yang memuja-muja Mussolini bagai makhluk suci.
Satu-satunya agama sejati Mussolini adalah egoismenya,
yang sedikit demi sedikit ia upayakan agar diterima bangsa Italia.
Slogan
yang disebutkan berikut ini, semasa periode ini, adalah sebuah testament dari “pujaan yang di persembahkan bagi
Mussolini”: “Jangan terlambat sedetik pun dalam mencintai Tuhan.
Tetapi ingatlah bahwa tuhan Italia adalah Duce”
Mussolini
meremehkan gagasan-gagasan religius dan menafsirkan ulang sesuai dengan sistem kepercayaan pagannya
sendiri. Fakta bahwa dia mengeluarkan dekrit dan
pengumuman yang ia namakan “Dekalog
Fasis”,
mengungkapkan skala keangkuhan
dan kemunafikannya.
Namun,
kesombongan Mussolini tidak bertahan lama. Italia memasuki Perang Dunia II bersama Jerman, tetapi kalah,
tersungkur jauh lebih awal daripada Jerman. Pada
tahun 1943, Mussolini ditangkap oleh bangsanya sendiri dan dipenjarakan. Dia diselamatkan dengan dukungan Hitler, dan
… . Melawan oposisi di Utara untuk beberapa
lama. Menjelang akhir perang, dia sekali lagi tertangkap begitu ia mencoba menyeberangi perbatasan dengan
mengenakan seragam Jerman, dan ditembak bersama
istrinya di sampingnya. Mayatnya digantung dengan satu kaki di sebuah lapangan di Milan. Begitulah akhir yang
mengerikan dari seorang psikopat yang mengklaim
dirinya sebagai “makhluk
suci”.
No comments:
Post a Comment