Powered By Blogger

Wednesday, 8 May 2013

PRINSIP-PRINSIP UTAMA PSIKOLOGI EVOLUSIONER


PRINSIP-PRINSIP UTAMA PSIKOLOGI EVOLUSIONER

Psikologi evolusioner memiliki sejumlah prinsip yang penting. Prinsip-prinsip utama tersebut akan dijelaskan dibawah ini dengan mengambil sumber utama dari tulisan Buss (1995a), Buss, Haselton, Shackelford, Bleske, & Wakefield (1998) dan Cosmides & Tooby (1997).

1. Seleksi alamiah (natural selection). Proses evolusi adalah perubahan-perubahan struktur organisme sepanjang waktu. Perubahan-perubahan tersebut dilandasi oleh sebuah mekanisme yang bersifat kausal, yakni seleksi alamiah. Seleksi alamiah mempunyai tiga unsur, yaitu (a) Variasi (variation). Hewan dalam satu spesies yang sama dapat bervariasi dalam berbagai cara, misalnya dalam hal panjang sayap, struktur sel, kemampuan berkelahi dan sebagainya, (b) Warisan (inheritance), hanya sejumlah variasi yang akan diwariskan secara ajeg dari orang tua kepada keturunannya. Variasi-variasi lain tidak akan diwariskan kepada keturunan. Hanya variasi yang diwariskan saja yang akan berperan dalam proses evolusi. (c) Seleksi (selection). Organisme yang  mempunyai sifat-sifat tertentu yang dapat diwariskan akan memproduksi lebih banyak keturunan dibandingkan dengan organisme yang kurang memiliki sifat-sifat yang dapat diwariskan oleh karena sifat-sifat tersebut membantu memecahkan problem khusus dan dengan demikian memberi sumbangan kepada reproduksi dalam satu lingkungan tertentu (Buss et al., 1998).

Sirkuit syaraf didesain oleh seleksi alamiah untuk memecahkan problem yang dihadapi nenek moyang selama sejarah evolusioner spesies (Cosmides & Tooby, 1997). Satu problem yang harus dipecahkan berkaitan dengan kelangsungan hidup (survival), misalnya problem “Makanan apa yang harus dimakan?”. Orang memiliki banyak pilihan makanan: ada padi, buah-buahan, kacang, dan daging tetapi ada juga daun-daunan, batu, tanaman beracun, bangkai busuk, dan tahi. Cosmides & Tooby (1997) memberikan ilustrasi mengenai perilaku lalat dan manusia terhadap tahi. Perilaku lalat dan manusia akan berbeda saat menghadapi seonggok tahi bau. Seonggok tahi akan menjadi tempat bagi lalat betina untuk menempatkan telur. Lalat jantan akan suka terbang mengitari onggokan tahi oleh karena mereka dapat memperoleh pasangan di tempat itu. Sebaliknya, seonggok tahi bau akan menimbulkan rasa jijik serta dihindari oleh manusia karena tahi itu dapat merupakan sumber penyakit. Seleksi alamiah dalam kasus ini dapat digambarkan sebagai prinsip “jika makan tahi, maka akan mati”. Sejumlah orang yang memiliki sirkuit syaraf yang membuat tahi terasa manis akan suka memakan tahi. Akibatnya, mereka akan terkena penyakit dan kemudian meninggal. Orang-orang yang memiliki sirkuit syaraf yang menyebabkan mereka menghindari makan tahi, akan lebih sedikit peluangnya untuk sakit dan akan hidup lebih panjang. Jumlah pemakan tahi akan tinggal sedikit pada generasi selanjutnya dan lama kelamaan akan hilang dari populasi. Tidak ada lagi orang-orang yang memiliki sirkuit syaraf yang membuat tahi terasa lezat. Populasi akan diisi oleh orang yang menghindari tahi dan menyukai makanan yang kaya gula dan lemak. Preferensi orang terhadap makanan yang mengandung banyak gula dan lemak itulah disebut sebagai mekanisme psikologis. Dengan kata lain, mengapa manusia memiliki sekumpulan sirkuit syaraf tertentu adalah karena sirkit yang dimiliki lebih baik dalam memecahkan problem adaptif yang dihadapi nenek-moyang kita dulu selama sejarah evolusioner spesies dibandingkan dengan sirkuit syaraf lain.

Manusia juga menghadapi problem adaptif yang berkaitan dengan reproduksi. Salah satu problem adaptif itu menyangkut memilih seorang wanita yang subur. Orang-orang jaman dulu yang menikahi wanita tidak subur akan gagal bereproduksi. Sebaliknya, orang-orang yang menikahi wanita subur akan berhasil dalam bereproduksi. Selama beribu-ribu generasi kemudian akan muncullah secara evolusioner preferensi pria terhadap wanita yang subur. Lebih tepatnya, preferensi dan ketertarikan pria terhadap tanda-tanda pada diri wanita yang berkorelasi secara reliabel dengan fertilitas (Buss & Schmitt, 1993).

Proses seleksi alamiah diibaratkan bekerja seperti sebuah penyaring (Buss et. al, 1998). Variasi-variasi yang menghambat solusi yang sukses terhadap problem adaptif akan dibuang; sementara itu variasi-variasi yang memberi sumbangan pada solusi sukses terhadap problem adaptif akan berhasil masuk lewat saringan selektif. Selama beberapa generasi, proses penyaringan akan cenderung memproduksi dan mempertahankan karakteristik-karakteristik yang berinteraksi dengan lingkungan fisik, sosial dan internal yang mempromosikan reproduksi individu yang memiliki karakteristik-karakterisitik tersebut. Karakteristik-karakteristik inilah yang dinamakan adaptasi.

2. Adaptasi (adaptation). Adaptasi adalah produk proses evolusioner. Adaptasi adalah satu karakteristik yang berkembang secara reliabel dan dapat diwariskan yang muncul menjadi satu ciri satu spesies melalui seleksi alamiah oleh karena karakteristik tersebut membantu secara langsung atau tidak langsung untuk memfasilitasi reproduksi selama periode evolusinya (Buss et. al, 1998). Fungsi adaptasi adalah untuk memecahkan satu problem adaptif. Pengertian adaptasi dalam psikologi evolusioner ini berbeda dengan pengertian adaptasi yang umum dipakai oleh psikologi. Pengertian umum adaptasi biasanya menunjuk pada pengertian yang menyangkut kebahagiaan pribadi, kesesuaian sosial, kemampuan menyesuaikan diri dengan kondisi yang berubah atau kesejahteraan hidup.

Adaptasi merupakan karakt eristik yang bersifat dapat diwariskan. Adaptasi diturunkan oleh orang tua kepada anak keturunan. Agar supaya adaptasi dapat diwariskan kepada keturunan maka perlu ada gen adaptasi. Meskipun adaptasi merupakan karakteristik yang diwariskan, faktor lingkungan mungkin memainkan peranan penting dalam perkembangan ontogenetiknya (Buss et al, 1998).

Satu karakteristik dinilai sebagai adaptasi jika memenuhi dua kriteria (Buss et al, 1998), yakni (a) karakteristik tersebut harus secara ajeg muncul dalam bentuk yang lengkap pada saat yang tepat dalam kehidupan organisme, (b) karakteristik itu merupakan karakteristik yang tipikal dari semua atau kebanyakan anggota spesies.

Adaptasi tidak selalu harus ada pada saat kelahiran. Misalnya, gerakan dengan dua kaki merupakan satu karakteristik yang berkembang secara ajeg dari manusia, namun kebanyakan manusia baru mampu berjalan dengan dua kaki pada usia setahun.

3. Mekanisme psikologis hasil evolusi (evolved psychological mechanism)

Semua perilaku yang kasat-mata akan dilandasi oleh mekanisme psikologis selain oleh input (Buss, 1995a). Misalnya, jika seorang anak dan seorang dewasa merespons secara berbeda stimulus yang sama, maka hal ini disebabkan karena mereka memiliki mekanisme psikologis yang berbeda. Contoh lain, jika seorang pria dan wanita mempunyai respons yang berbeda terhadap stimulus yang sama, hal itu disebabkan karena pria dan wanita memiliki mekanisme psikologis yang berbeda. Mekanisme fisiologis dan juga psikologis merupakan hasil proses evolusi dengan cara seleksi alami.

Buss (1995a, h. 6) merumuskan mekanisme psikologis sebagai sekumpulan proses didalam diri organisme yang (a) ada dalam bentuk yang sekarang ini oleh karena mekanisme ini memecahkan satu problem khusus dari keberlangsungan hidup atau reproduksi individu secara berulang kali sepanjang sejarah evolusioner manusia, (b) hanya mengambil informasi atau input tertentu yang dapat bersifat internal atau eksternal, dapat disarikan secara aktif atau diterima secara pasif dari lingkungan, dan menetapkan bagi individu problem adaptif tertentu yang dihadapinya, dan (c) mengubah informasi menjadi output melalui satu prosedur dimana outputnya akan mengatur aktivitas fisiologis, memberikan informasi pada mekanisme psikologis lain atau menghasilkan tindakan, dan memecahkan satu problem adaptif tertentu. Salah satu tugas utama psikologi evolusioner adalah mengidentifikasikan, menggambarkan dan memahami mekanisme psikologis. Fungsi mekanisme psikologis adalah memecahkan problem adaptif khusus yang telah didesain oleh proses seleksi alami (Buss, 1995a, h. 6).

Sebagai contoh, dari tabel 1 terdapat kecenderungan manusia untuk merasa takut terhadap ular. Kecenderungan rasa takut terhadap ular ada dalam bentuk seperti yang sekarang ini oleh karena kecenderungan itu memecahkan problem khusus bagi kelangsungan hidup dalam lingkungan manusia jaman dahulu. Rasa takut itu akan dipicu hanya oleh input-input yang cakupannya sempit, seperti sesuatu yang panjang, melata, dan oleh individu dipersepsikan dalam jarak menyerang. Jika seeekor ular dipersepsikan berbahaya dan berada dalam jarak serangan, maka informasi ini akan ditransformasi melalui aturan-aturan keputusan yang mengaktifkan aktifitas -aktifitas fisiologis seperti misalnya gerakan syaraf otonom. Output terakhir adalah perilaku yang manifes seperti melarikan diri atau diam tak berdaya. Perilaku tersebut dalam lingkungan masa lalu telah memecahkan problem kelangsungan hidup adaptif dengan mengurangi resiko gigitan ular yang bisa mematikan.

Mekanisme psikologis berjumlah banyak, bersifat kompleks, serta domainspesific. (Buss, 1995a, h. 7; Cosmides & Tooby, 1997). Problem adaptif yang dihadapi manusia di masa lalu akan bersifat kompleks, berjumlah banyak dan akan berbeda satu sama lain. Misalnya, rasa takut terhadap ular akan memecahkan problem adaptif dalam menghindari resiko lingkungan yang berbahaya dan bukan untuk memecahkan problem adaptif dalam memilih makanan yang harus dikonsumsi. Problem adaptif yang berbeda akan memilih solusi adapatif yang berbeda pula.

Secara prinsip, tidak ada mekanisme psikologis yang bersifat domain-general, yaitu satu mekanisme yang dapat digunakan dalam semua domain adaptif (bisa digunakan untuk menghindari ular vs mencari pasangan hidup), oleh semua umur (pada masa anak vs remaja), oleh semua jenis kelamin (pria vs wanita) dan dibawah semua kondisi individual (dalam kondisi tekanan sosial vs tidak ada tekanan sosial). Buss (1995a) memberi ilustrasi bahwa keahlian seorang tukang kayu tidak terbentuk karena ia memiliki satu kemampuan yang bersifat domain-general atau kemampuan serba-guna untuk memotong, menggergaji, memasang sekrup, memukul dengan palu, namun karena ia mempunyai banyak ketrampilan khusus. Cosmides dan Tobby (1997) memberikan analogi tentang jantung dan lever. Memompa darah dan mendetoksifikasi racun dalam tubuh adalah dua problem yang berbeda. Desain jantung mempunyai tugas khusus untuk memompa darah, sedangkan desain lever dikhususkan untuk mendetoksifikasi racun. Jantung tak bisa dipakai untuk mendetoksifikasi racun, dan sebaliknya lever tak bisa digunakan sebagai pompa darah. Dengan alasan yang sama, pikiran manusia terdiri dari sejumlah besar sirkuit syaraf yang fungsinya terspesialisasi. Pikiran manusia terdiri dari modul-modul khusus. Secara empiris mekanisme yang bersifat domain-general telah sering dilanggar. Misalnya dalam bidang psikologi belajar, Breland dan Breland (1968) menemukan bahwa beberapa binatang sulit dilatih melakukan kondisioning operan. Misalnya, seekor raccoon sulit dilatih untuk memasukkan uang koin kedalam celengan (tempat menabung) meskipun setiapkali dia memasukkan koin itu dia mendapat makanan sebagai hadiah. Biasanya, raccoon akan menggosok-gosok koin itu dan tidak akan memasukkannya kedalam celengan (1968, h. 288).

Sebagai kesimpulan, psikologi evolusioner berasumsi bahwa karena (a) problem adaptif itu banyak dan berbeda, (b) solusi yang sukses dalam satu problem adaptif itu berbeda dari solusi yang sukses untuk problem adaptif lainnya, dan (c) kesuksesan akan tergantung pada spesies, usia, jenis kelamin, konteks, dan kondisi individual, maka mekanisme psikologis untuk memecahkan problem akan berjumlah banyak dan kompleks (Buss, 1995a, h. 8).

Banyak problem adaptif yang penting pada manusia bersifat sosial. Problem untuk mempertahankan keberlangsungan hidup dan bereproduksi yang dihadapi manusia banyak yang secara inheren bersifat sosial (Buss, 1998, h. 9). Misalnya, kompetisi intraseksual yang sukses, pemilihan pasangan, cara menarik pasangan, hubungan seksual, membentuk persahabatan antara dua orang yang bersifat timbal-balik, membentuk dan mempertahankan koalisi, mempertahankan reputasi dan prestise, pengasuhan anak dan sosialisasi. Masing-masing problem adaptasi sosial tersebut akan mengandung sejumlah subproblem. Misalnya, untuk membentuk persahabatan antara dua orang yang bersifat timbal balik, maka seseorang harus mengidentifikasi sumberdaya penting yang dimiliki calon-calon sahabat itu, mengukur pribadi mana yang memiliki sumber daya penting tersebut, menjadikan nilai-nilai sahabat itu sebagai model bagi diri kita, memprakarsai rangkaian hubungan timbal-balik, mendeteksi tanda-tanda hubungan yang tak timbalbalik. Oleh karena problem adaptif yang bersifat sosial berperan penting bagi kelangsungan hidup dan reproduksi manusia, maka banyak pula mekanisme psikologis yang bersifat sosial yang dihasilkan oleh proses evolusi.

4. Peran sentral konteks dalam psikologi evolusioner. Psikologi evolusioner memberikan peran penting bagi faktor lingkungan, situasional dan kontekstual (Buss, 1995). Salah satu peran itu disebut sebagai konteks selektif kesejarahan (historical selective context) yang menunjukkan adanya tekanan-tekanan seleksi yang dihadapi manusia dan nenek moyangnya selama beribu-ribu generasi. Di satu pihak, manusia dan simpanse mempunyai nenek moyang yang sama, maka ada sejumlah kesamaan mekanisme antara manusia dan simpanse. Misalnya, mekanisme penglihatan antara manusia dan simpanse adalah sama. Di lain pihak, sejarah evolusi manusia berbeda dengan spesies lain, tekanan seleksi yang dialami manusia juga unik, maka mekanisme psikologis manusia juga unik dan tidak dimiliki oleh spesies lain.

Peran lingkungan juga tergambar dalam konsep konteks ontogenetik (ontogenetic context). Konteks ontogenetik menggambarkan bahwa pengalaman-pengalaman selama perkembangan dapat melangsir orang untuk memiliki strategi yang berbeda. Misalnya, ketiadaan figur ayah pada masa kanak-kanak mendorong orang mengembangkan strategi mencari pasangan dengan cara yang lebih permisif. Sebaliknya, kehadiran seorang ayah selama masa kanak-kanak mendorong orang untuk mengembangkan strategi monogami dalam mencari pasangan. Bentuk ketiga dari peran konteks terdapat dalam input situasional yang dekat (immediate situational inputs) yang mempengaruhi bekerjanya satu mekanisme psikologis tertentu. Misalnya, mekanisme psikologis seperti rasa cemburu akan diaktifkan hanya oleh input kontekstual tertentu seperti adanya tanda-tanda ketidaksetiaan. Satu tugas penting psikologi evolusioner adalah menjelaskan ketiga bentuk input kontekstual tersebut (Buss, 1995a, h. 11).

No comments:

Post a Comment